Follow Us :              

Jadi Tonggak Pendidikan, Gus Yasin Dorong Santri Millenial Kembangkan Potensi

  25 July 2019  |   17:30:00  |   dibaca : 935 
Kategori :
Bagikan :


Jadi Tonggak Pendidikan, Gus Yasin Dorong Santri Millenial Kembangkan Potensi

25 July 2019 | 17:30:00 | dibaca : 935
Kategori :
Bagikan :

Foto : Bintoro (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Bintoro (Humas Jateng)

SEMARANG - "Adakah kebijakan di Jawa Tengah yang bisa membuat pondok pesantren menjadi tonggak pendidikan baru?"

Pertanyaan itu dilontarkan oleh Alif, mahasiswa program studi sosiologi Universitas Sebelas Maret (UNS) saat beruadiensi dengan Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen di Rumah Dinas Rinjani, Kamis (25/7/2019).

Alif yang juga alumni santri itu bersilaturahmi dengan Gus Yasin, sapaan akrab wakil gubernur, bersama kawan-kawannya yang bergabung dalam Rumah Kepemimpinan Regional IX Solo. Di Rumah Kepemimpinan, Alif dan kawam-kawannya memeroleh beasiswa dengan sistem asrama yang bersumber dari corporate social responsibility (CSR) sejumlah perusahaan yang telah dihimpun. Di asrama, mereka dilatih untuk menjadi generasi muda yang tak hanya berprestasi, namun juga berkarakter.

Mendengar pertanyaan kritis dari Alif, Gus Yasin pun membeberkan, saat ini Pemerintah Provinsi Jawa Tengah fokus untuk membangun sumber daya manusia (SDM) berkualitas, termasuk para santri yang mengenyam pendidikan di pondok pesantren. Dia berupaya agar santri yang ingin melanjutkan studi dapat menimba ilmu di perguruan tinggi, seperti halnya lulusan SMA dan SMK lainnya. Mantan anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah itu menjelaskan, semakin banyak pondok pesantren yang sudah disetarakan dengan sekolah umum atau mu'adalah, sehingga lulusan santrinya leluasa menempuh studi di universitas.

"Pondok pesantren ada yang dimu'dalahkan atau disederajatkan tingkatnya. Di Jawa Tengah itu seperti di Kajen, Kaliwungu, Sarang-Rembang, dan beberapa lainnya. Sehingga mereka bisa mengikuti apa saja kegiatan pendidikan. Selama ini, yang disampaikan dari kalangan pondok pesantren itu mau daftar kuliah tapi ijazahnya nggak bisa. Ini kita komunikasikan dengan sekolah-sekolah tinggi di Jawa Tengah. Seperti di Kajen itu mulai diakui, sehingga lulusan santrinya bisa mendaftar ke UIN," jelasnya.

Gus Yasin menambahkan,  Pemprov Jateng terus mendorong para santri untuk mengembangkan keterampilan (skill) mereka. Dia mencontohkan, cukup banyak santri millenial yang memiliki kecakapan di bidang teknologi informasi dan komunikasi. Beberapa di antaranya bahkan serius mengembangkan aplikasi dengan fitur-fitur kekinian. 

"Kita sekarang sedang mendorong para santri yang memiliki skill. Pada peringatan Hari Santri tahun lalu banyak perlombaan yang bisa diikuti santri, seperti lomba futsal, lomba inovasi, dan lainnya. Kebetulan ada santri asal Grobogan yang memiliki inovasi e-commerce seperti Bukalapak.com, kita dorong skill-nya. Jika memang punya potensi untuk dikembangkan, akan kita bantu kembangkan, misalnya bisa masuk ke Playstore," bebernya.

Gus Yasin menambahkan, Pemprov Jateng juga mendorong implementasi program Ekotren (ekonomi pesantren). Program tersebut digagas mengingat pondok pesantren memiliki potensi untuk mengembangkan skill kewirausahaan, sehingga mereka dapat membangun kemandirian ekonomi.

"Begitu juga ketika pondok pesantren punya skill tertentu, misalnya wirausaha atau lainnya. Itu mesti terus dikembangkan," lanjutnya.

Kepada Alif dan kawan-kawannya, Gus Yasin berpesan, agar semasa kuliah mereka tak hanya berprestasi secara akademik, namun juga dapat mengelola waktu dengan baik dan aktif berorganisasi. Melalui pengalaman berorganisasi nantinya terbangun jejaring komunikasi lebih luas. Hal itu akan bermanfaat ketika mahasiswa lulus dan memasuki dunia kerja.

"Perbanyaklah aktif berorganisasi. Di situ kita bisa belajar menyampaikan aspirasi dan menjalin relasi lebih luas. Yang penting itu adalah menjaga komunitas atau link yang sudah ada," pesannya.

Gus Yasin ingin, Alif dan kawan-kawan tidak menutup mata terhadap persoalan nyata yang saat ini dialami oleh masyarakat sekitar. Pihaknya meminta mereka untuk mempertimbangkan secara matang program-program yang akan diimplementasikan ketika mereka terjun dalam kuliah kerja nyata (KKN). Misalnya bersinergi dengan Karang Taruna dan warga desa dalam  mengembangkan pasar tematik yang bisa memikat wisatawan untuk berkunjung.

"Banyak Karang Taruna yang sekarang aktif membuat acara yang bisa menumbuhkan ekonomi masyarakat desa. Misalnya membuat pasar tradisional tematik atau lainnya. Kalian bisa berkontribusi di situ atau bekerja sama untuk menyelenggarakan pelatihan membatik untuk warga desa sesuai dengan potensi yang mereka miliki," contohnya.

 

Baca juga : Kuasai Penggunaan TI, Pemuda Tani Bantu Pangkas Distribusi Komoditas Pertanian


Bagikan :

SEMARANG - "Adakah kebijakan di Jawa Tengah yang bisa membuat pondok pesantren menjadi tonggak pendidikan baru?"

Pertanyaan itu dilontarkan oleh Alif, mahasiswa program studi sosiologi Universitas Sebelas Maret (UNS) saat beruadiensi dengan Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen di Rumah Dinas Rinjani, Kamis (25/7/2019).

Alif yang juga alumni santri itu bersilaturahmi dengan Gus Yasin, sapaan akrab wakil gubernur, bersama kawan-kawannya yang bergabung dalam Rumah Kepemimpinan Regional IX Solo. Di Rumah Kepemimpinan, Alif dan kawam-kawannya memeroleh beasiswa dengan sistem asrama yang bersumber dari corporate social responsibility (CSR) sejumlah perusahaan yang telah dihimpun. Di asrama, mereka dilatih untuk menjadi generasi muda yang tak hanya berprestasi, namun juga berkarakter.

Mendengar pertanyaan kritis dari Alif, Gus Yasin pun membeberkan, saat ini Pemerintah Provinsi Jawa Tengah fokus untuk membangun sumber daya manusia (SDM) berkualitas, termasuk para santri yang mengenyam pendidikan di pondok pesantren. Dia berupaya agar santri yang ingin melanjutkan studi dapat menimba ilmu di perguruan tinggi, seperti halnya lulusan SMA dan SMK lainnya. Mantan anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah itu menjelaskan, semakin banyak pondok pesantren yang sudah disetarakan dengan sekolah umum atau mu'adalah, sehingga lulusan santrinya leluasa menempuh studi di universitas.

"Pondok pesantren ada yang dimu'dalahkan atau disederajatkan tingkatnya. Di Jawa Tengah itu seperti di Kajen, Kaliwungu, Sarang-Rembang, dan beberapa lainnya. Sehingga mereka bisa mengikuti apa saja kegiatan pendidikan. Selama ini, yang disampaikan dari kalangan pondok pesantren itu mau daftar kuliah tapi ijazahnya nggak bisa. Ini kita komunikasikan dengan sekolah-sekolah tinggi di Jawa Tengah. Seperti di Kajen itu mulai diakui, sehingga lulusan santrinya bisa mendaftar ke UIN," jelasnya.

Gus Yasin menambahkan,  Pemprov Jateng terus mendorong para santri untuk mengembangkan keterampilan (skill) mereka. Dia mencontohkan, cukup banyak santri millenial yang memiliki kecakapan di bidang teknologi informasi dan komunikasi. Beberapa di antaranya bahkan serius mengembangkan aplikasi dengan fitur-fitur kekinian. 

"Kita sekarang sedang mendorong para santri yang memiliki skill. Pada peringatan Hari Santri tahun lalu banyak perlombaan yang bisa diikuti santri, seperti lomba futsal, lomba inovasi, dan lainnya. Kebetulan ada santri asal Grobogan yang memiliki inovasi e-commerce seperti Bukalapak.com, kita dorong skill-nya. Jika memang punya potensi untuk dikembangkan, akan kita bantu kembangkan, misalnya bisa masuk ke Playstore," bebernya.

Gus Yasin menambahkan, Pemprov Jateng juga mendorong implementasi program Ekotren (ekonomi pesantren). Program tersebut digagas mengingat pondok pesantren memiliki potensi untuk mengembangkan skill kewirausahaan, sehingga mereka dapat membangun kemandirian ekonomi.

"Begitu juga ketika pondok pesantren punya skill tertentu, misalnya wirausaha atau lainnya. Itu mesti terus dikembangkan," lanjutnya.

Kepada Alif dan kawan-kawannya, Gus Yasin berpesan, agar semasa kuliah mereka tak hanya berprestasi secara akademik, namun juga dapat mengelola waktu dengan baik dan aktif berorganisasi. Melalui pengalaman berorganisasi nantinya terbangun jejaring komunikasi lebih luas. Hal itu akan bermanfaat ketika mahasiswa lulus dan memasuki dunia kerja.

"Perbanyaklah aktif berorganisasi. Di situ kita bisa belajar menyampaikan aspirasi dan menjalin relasi lebih luas. Yang penting itu adalah menjaga komunitas atau link yang sudah ada," pesannya.

Gus Yasin ingin, Alif dan kawan-kawan tidak menutup mata terhadap persoalan nyata yang saat ini dialami oleh masyarakat sekitar. Pihaknya meminta mereka untuk mempertimbangkan secara matang program-program yang akan diimplementasikan ketika mereka terjun dalam kuliah kerja nyata (KKN). Misalnya bersinergi dengan Karang Taruna dan warga desa dalam  mengembangkan pasar tematik yang bisa memikat wisatawan untuk berkunjung.

"Banyak Karang Taruna yang sekarang aktif membuat acara yang bisa menumbuhkan ekonomi masyarakat desa. Misalnya membuat pasar tradisional tematik atau lainnya. Kalian bisa berkontribusi di situ atau bekerja sama untuk menyelenggarakan pelatihan membatik untuk warga desa sesuai dengan potensi yang mereka miliki," contohnya.

 

Baca juga : Kuasai Penggunaan TI, Pemuda Tani Bantu Pangkas Distribusi Komoditas Pertanian


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu