Follow Us :              

Gus Yasin : Perayaan Tahun Baru Islam Harus Beda dari Tahun Baru Masehi

  31 August 2019  |   20:00:00  |   dibaca : 1229 
Kategori :
Bagikan :


Gus Yasin : Perayaan Tahun Baru Islam Harus Beda dari Tahun Baru Masehi

31 August 2019 | 20:00:00 | dibaca : 1229
Kategori :
Bagikan :

Foto : Bintoro (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Bintoro (Humas Jateng)

PEKALONGAN - Merayakan malam tahun baru Hijriah tidak harus semeriah tahun baru Masehi yang dirayakan dengan berbagai acara semarak dan ramai. Umat muslim harus berbeda atau mempunyai cara sendiri dalam rangka merayakan malam 1 Muharram atau 1 Sura pada kalender Jawa, salah satunya dengan menggelar pengajian.

"Umat Islam mempunyai tahun baru sendiri. Wislah kita merayakan tahun baru seperti ini saja, tidak perlu menyalakan mercon atau kembang api di mana-mana, ramai-ramai bikin acara di alun-alun. Kita tetap merayakan tetapi dengan cara beda, yaitu dengan seperti ini (pengajian)," ujar Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen saat memberi sambutan pada acara Pengajian Menyambut Tahun Baru Islam 1 Muharram 1441 H di Majelis Ta’lim Sabilun Najah Kota Pekalongan, Sabtu (31/8/2019) malam.

Menurutnya, untuk memeriahkan malam tahun baru Islam dapat digelar pengajian dan serangkaian kegiatan keagamaan lainnya seperti yang diselenggarakan di Kramatsari. Seperti halnya di Kantor Pemprov Jawa Tengah, setiap malam tahun baru Hijriah digelar khataman Alquran, doa bersama, serta pengajian yang diikuti oleh pejabat dan staf di lingkungan Setda Jateng, tokoh masyarakat, tokoh agama, serta Forkopimda.

"Tahun baru hijriah tahun barunya umat Islam, tapi saya khawatir dengan banyak omongan tentang keinginan perayaan tahun baru Islam disamakan dengan tahun baru Maseh. Memang sama-sama bertujuan baik dalam rangka memeriahkan malam tahun baru, tapi menurut saya biarlah kita seperti ini. Apalagi dari dahulu di manapun malam Suronan juga ada pengajian, termasuk seperti yang diadakan di Kramatsari ini," bebernya.

Putera ulama kharismatik Alm KH Maimoen Zubair itu mengaku senang memperingati malam tahun baru Hijriah dengan berdoa bersama sebagaimana yang diajarkan Nabi Muhammad. Semua memanjatkan doa sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah atas segala nikmat dan rahmat yang dilimpahkan kepada umatnya.

Pada pengajian yang juga dihadiri KH Rojih Ubab Maimoen Zubair (Gus Rojih) dari Sarang-Rembang itu, Taj Yasin berharap umat muslim di Jawa Tengah khususnya, dan Indonesia pada umumnya dapat meneladani sifat Rosulullah dan melaksanakan apa yang dilakukan Nabi Muhammad. Antara lain taat menjalankan ibadah, selalu menjaga kerukunan, dan menghormati orang lain.  

Senada disampaikan Wakil Gubernur Taj Yasin Maimoen, Wakil Wali Kota Pekalongan Achmad Afzan Arslan mengatakan sebagai umat Islam sudah sepatutnya merayakan malam 1 Muharram dengan meriah seperti di Kramatsari dan beberapa daerah di Kota Pekalongan seperti pengajian, karnaval, dan berdoa bersama.

"Sekarang banyak orang muslim yang lebih mementingkan tahun baru nasional, dimana-mana merayakannya dengan ramai dan meriah. Alhamdulillah malam ini warga Kramatsari merayakan malam tahun baru 1 Muharram dengan tidak kalah meriah dengan perayaan tahun baru masehi. Ini patut kita syukuri," bebernya.

Pekalongan terkenal dengan masyarakatnya yang terdiri dari tiga etnis, yaitu pribumi, Cina, dan Arab. Tetapi warga daerah yang populer dengan produk batiknya tersebut selalu hidup damai dan kondusif. Pascareformasi, tidak ada gesekan yang menyangkut agama, suku maupun ras.

Selain itu, lanjut dia, Kota Pekalongan telah ada Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), yang terus bergerak dan bekerjasama dengan pemerintah untuk menjaga kondusivitas daerah. Terlebih pada akhir-akhir ini kerap terjadi gesekan terkair SARA akibat provokasi- provokasi. 

"Berawal adanya informasi yang belum jelas kebenarannya kemudian digoreng dan disebarluaskan melalui sosial media tanpa konfirmasi. Ini yang berbahaya seperti yang saat ini terjadi di tanah Papua. Terjadi gejolak akibat isu-isu atau pihak yang tidak bertanggung jawab," jelasnya.

Ia menyebutkan, di Pekalongan juga terdapat warga Papua. Sebanyak 11 pelajar dan 1 pemain bola yang bergabung di Persip Pekalongan berasal dari Bumi Cendrawasih. Selama berada di Pekalongan, warga setempat menerima dan memperlakukan warga Papua dengan baik dan tidak ada diskriminasi. Hal itu menandakan Kota Pekalongan menerima siapapun tanpa memandang suku, ras, maupun agama.


"Mudah-mudahan Pekalongan bisa menjadi contoh kota-kota lain, menjadi inspirasi kota lain tentang kerukunan antarumat beragama," harapnya.

 

Baca juga : Santri Art Performance, Bukti Santri Berinovasi


Bagikan :

PEKALONGAN - Merayakan malam tahun baru Hijriah tidak harus semeriah tahun baru Masehi yang dirayakan dengan berbagai acara semarak dan ramai. Umat muslim harus berbeda atau mempunyai cara sendiri dalam rangka merayakan malam 1 Muharram atau 1 Sura pada kalender Jawa, salah satunya dengan menggelar pengajian.

"Umat Islam mempunyai tahun baru sendiri. Wislah kita merayakan tahun baru seperti ini saja, tidak perlu menyalakan mercon atau kembang api di mana-mana, ramai-ramai bikin acara di alun-alun. Kita tetap merayakan tetapi dengan cara beda, yaitu dengan seperti ini (pengajian)," ujar Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen saat memberi sambutan pada acara Pengajian Menyambut Tahun Baru Islam 1 Muharram 1441 H di Majelis Ta’lim Sabilun Najah Kota Pekalongan, Sabtu (31/8/2019) malam.

Menurutnya, untuk memeriahkan malam tahun baru Islam dapat digelar pengajian dan serangkaian kegiatan keagamaan lainnya seperti yang diselenggarakan di Kramatsari. Seperti halnya di Kantor Pemprov Jawa Tengah, setiap malam tahun baru Hijriah digelar khataman Alquran, doa bersama, serta pengajian yang diikuti oleh pejabat dan staf di lingkungan Setda Jateng, tokoh masyarakat, tokoh agama, serta Forkopimda.

"Tahun baru hijriah tahun barunya umat Islam, tapi saya khawatir dengan banyak omongan tentang keinginan perayaan tahun baru Islam disamakan dengan tahun baru Maseh. Memang sama-sama bertujuan baik dalam rangka memeriahkan malam tahun baru, tapi menurut saya biarlah kita seperti ini. Apalagi dari dahulu di manapun malam Suronan juga ada pengajian, termasuk seperti yang diadakan di Kramatsari ini," bebernya.

Putera ulama kharismatik Alm KH Maimoen Zubair itu mengaku senang memperingati malam tahun baru Hijriah dengan berdoa bersama sebagaimana yang diajarkan Nabi Muhammad. Semua memanjatkan doa sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah atas segala nikmat dan rahmat yang dilimpahkan kepada umatnya.

Pada pengajian yang juga dihadiri KH Rojih Ubab Maimoen Zubair (Gus Rojih) dari Sarang-Rembang itu, Taj Yasin berharap umat muslim di Jawa Tengah khususnya, dan Indonesia pada umumnya dapat meneladani sifat Rosulullah dan melaksanakan apa yang dilakukan Nabi Muhammad. Antara lain taat menjalankan ibadah, selalu menjaga kerukunan, dan menghormati orang lain.  

Senada disampaikan Wakil Gubernur Taj Yasin Maimoen, Wakil Wali Kota Pekalongan Achmad Afzan Arslan mengatakan sebagai umat Islam sudah sepatutnya merayakan malam 1 Muharram dengan meriah seperti di Kramatsari dan beberapa daerah di Kota Pekalongan seperti pengajian, karnaval, dan berdoa bersama.

"Sekarang banyak orang muslim yang lebih mementingkan tahun baru nasional, dimana-mana merayakannya dengan ramai dan meriah. Alhamdulillah malam ini warga Kramatsari merayakan malam tahun baru 1 Muharram dengan tidak kalah meriah dengan perayaan tahun baru masehi. Ini patut kita syukuri," bebernya.

Pekalongan terkenal dengan masyarakatnya yang terdiri dari tiga etnis, yaitu pribumi, Cina, dan Arab. Tetapi warga daerah yang populer dengan produk batiknya tersebut selalu hidup damai dan kondusif. Pascareformasi, tidak ada gesekan yang menyangkut agama, suku maupun ras.

Selain itu, lanjut dia, Kota Pekalongan telah ada Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), yang terus bergerak dan bekerjasama dengan pemerintah untuk menjaga kondusivitas daerah. Terlebih pada akhir-akhir ini kerap terjadi gesekan terkair SARA akibat provokasi- provokasi. 

"Berawal adanya informasi yang belum jelas kebenarannya kemudian digoreng dan disebarluaskan melalui sosial media tanpa konfirmasi. Ini yang berbahaya seperti yang saat ini terjadi di tanah Papua. Terjadi gejolak akibat isu-isu atau pihak yang tidak bertanggung jawab," jelasnya.

Ia menyebutkan, di Pekalongan juga terdapat warga Papua. Sebanyak 11 pelajar dan 1 pemain bola yang bergabung di Persip Pekalongan berasal dari Bumi Cendrawasih. Selama berada di Pekalongan, warga setempat menerima dan memperlakukan warga Papua dengan baik dan tidak ada diskriminasi. Hal itu menandakan Kota Pekalongan menerima siapapun tanpa memandang suku, ras, maupun agama.


"Mudah-mudahan Pekalongan bisa menjadi contoh kota-kota lain, menjadi inspirasi kota lain tentang kerukunan antarumat beragama," harapnya.

 

Baca juga : Santri Art Performance, Bukti Santri Berinovasi


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu