Follow Us :              

Sofa Sampah Ini Dibuat Khusus untuk Ganjar

  11 October 2019  |   16:00:00  |   dibaca : 1311 
Kategori :
Bagikan :


Sofa Sampah Ini Dibuat Khusus untuk Ganjar

11 October 2019 | 16:00:00 | dibaca : 1311
Kategori :
Bagikan :

Foto : Slam (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Slam (Humas Jateng)

KABUPATEN SEMARANG - Lima ibu-ibu, Jumat (11/10/2019) sore masih berkutat dengan tumpukan bungkus kopi sachet. Beberapa sedang menggunting sachet jadi beberapa bagian, yang lain nampak melipat dan mengayam. Kostum, topi, bunga-bunga dari plastik berjajar di samping mereka, sementara di depannya ada sebuah sofa berhias layaknya kursi raja.

Sofa tersebut seluruh bagiannya tertutup anyaman sachet bungkus kopi warna putih. Di bagian atasnya berhias bunga-bunga plastik yang tegak layaknya sandaran di kursi-kursi raja. Sofa hias tersebut diinisiasi oleh Tri Martini, warga Sejambu, Kesongo, Tuntang, Kabupaten Semarang. Dia dibantu sekitar 20 ibu-ibu tetangganya yang datang bergantian. 

"Sudah 2.300 sachet kopi instan untuk menyusun anyaman di sofa ini. Sudah dua bulan terakhir kami susun sehingga jadi seperti itu. Tapi ini masih kurang sedikit. Paling sekitar 500 bungkus lagi untuk menutup bagian belakang bawah sofa," kata Martini.

Ibu-ibu di Desa Kesongo memang tidak asing lagi dengan kerajinan yang memanfaatkan sampah plastik. Hampir dua tahun terakhir mereka berkutat dengan di dunia itu. Karyanya pun bermacam-macam, dari kostum, bunga-bunga, topi, alas lantai sampai mainan anak-anak. Sofa yang tengah mereka kebut penyelesaiannya itu, nantinya bakal jadi tempat duduk Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di acara Kongres Sampah yang digelar di desa tersebut, 12-13 Oktober 2019. 

"Makanya ini kami kerjakan di depan rumah biar siapapun bisa langsung melihat dan memberi masukan," katanya. 

Meski sebagai pemilik Sekar Samudra, kelompok pembuat kerajinan berbahan sampah plastik, Martini memang sangat membuka masukan dari siapapun termasuk ibu-ibu yang membantu. Karena di lingkaran Sekar Samudra tidak ada imbalan apapun yang diberikan. Bukan hanya ibu-ibu, para remaja putri pun banyak yang terlibat.

"Imbalannya hanya saling membantu kalau ada yang pengin dibuatkan kostum. Plastik-plastik ini juga hasil sumbangan dari tetangga. Semua kerajinan ini biasa digunakan saat ada karnaval. Kalau yang memakai tetangga tidak bayar, tapi kalau yang minjam dari daerah lain memberi sumbangan seikhlasnya untuk beli lem, gunting dan lain-lain," katanya. 

Sumbangan plastik tersebut merupakan salah satu hasil dari kebiasaan masyarakat desa Kesongo yang memilah sampah sejak dalam rumah. Bahkan di halaman rumah warga Kesongo terdapat dua jenis keranjang tempat sampah, yakni keranjang Iso Bosok dan keranjang Ora Iso Bosok. 

"Warung-warung juga begitu. Sachet minuman instan, makanan ringan sampai bumbu masak mereka kumpulkan dan disumbangkan ke sini. Sekarang yang membuat seperti bukan hanya saya, ada banyak sekarang," katanya. 

Kelompok Jelita Karya, misalnya, yang lebih fokus pada pembuatan kostum unik berbahan plastik. Pemilik Jelita Karya, Tri Dwi Purwanto mengatakan mengikuti pola yang sama dengan apa yang dilakukan oleh Martini. Yakni menerima suplai sampah plastik dari para tetangga dan warung-warung. 

"Sebagian besar kostum karya Jelita Karya nanti juga bakal diikutkan di Festival Rawa Pening, yang bagian dari Kongres Sampah," katanya.


Bagikan :

KABUPATEN SEMARANG - Lima ibu-ibu, Jumat (11/10/2019) sore masih berkutat dengan tumpukan bungkus kopi sachet. Beberapa sedang menggunting sachet jadi beberapa bagian, yang lain nampak melipat dan mengayam. Kostum, topi, bunga-bunga dari plastik berjajar di samping mereka, sementara di depannya ada sebuah sofa berhias layaknya kursi raja.

Sofa tersebut seluruh bagiannya tertutup anyaman sachet bungkus kopi warna putih. Di bagian atasnya berhias bunga-bunga plastik yang tegak layaknya sandaran di kursi-kursi raja. Sofa hias tersebut diinisiasi oleh Tri Martini, warga Sejambu, Kesongo, Tuntang, Kabupaten Semarang. Dia dibantu sekitar 20 ibu-ibu tetangganya yang datang bergantian. 

"Sudah 2.300 sachet kopi instan untuk menyusun anyaman di sofa ini. Sudah dua bulan terakhir kami susun sehingga jadi seperti itu. Tapi ini masih kurang sedikit. Paling sekitar 500 bungkus lagi untuk menutup bagian belakang bawah sofa," kata Martini.

Ibu-ibu di Desa Kesongo memang tidak asing lagi dengan kerajinan yang memanfaatkan sampah plastik. Hampir dua tahun terakhir mereka berkutat dengan di dunia itu. Karyanya pun bermacam-macam, dari kostum, bunga-bunga, topi, alas lantai sampai mainan anak-anak. Sofa yang tengah mereka kebut penyelesaiannya itu, nantinya bakal jadi tempat duduk Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di acara Kongres Sampah yang digelar di desa tersebut, 12-13 Oktober 2019. 

"Makanya ini kami kerjakan di depan rumah biar siapapun bisa langsung melihat dan memberi masukan," katanya. 

Meski sebagai pemilik Sekar Samudra, kelompok pembuat kerajinan berbahan sampah plastik, Martini memang sangat membuka masukan dari siapapun termasuk ibu-ibu yang membantu. Karena di lingkaran Sekar Samudra tidak ada imbalan apapun yang diberikan. Bukan hanya ibu-ibu, para remaja putri pun banyak yang terlibat.

"Imbalannya hanya saling membantu kalau ada yang pengin dibuatkan kostum. Plastik-plastik ini juga hasil sumbangan dari tetangga. Semua kerajinan ini biasa digunakan saat ada karnaval. Kalau yang memakai tetangga tidak bayar, tapi kalau yang minjam dari daerah lain memberi sumbangan seikhlasnya untuk beli lem, gunting dan lain-lain," katanya. 

Sumbangan plastik tersebut merupakan salah satu hasil dari kebiasaan masyarakat desa Kesongo yang memilah sampah sejak dalam rumah. Bahkan di halaman rumah warga Kesongo terdapat dua jenis keranjang tempat sampah, yakni keranjang Iso Bosok dan keranjang Ora Iso Bosok. 

"Warung-warung juga begitu. Sachet minuman instan, makanan ringan sampai bumbu masak mereka kumpulkan dan disumbangkan ke sini. Sekarang yang membuat seperti bukan hanya saya, ada banyak sekarang," katanya. 

Kelompok Jelita Karya, misalnya, yang lebih fokus pada pembuatan kostum unik berbahan plastik. Pemilik Jelita Karya, Tri Dwi Purwanto mengatakan mengikuti pola yang sama dengan apa yang dilakukan oleh Martini. Yakni menerima suplai sampah plastik dari para tetangga dan warung-warung. 

"Sebagian besar kostum karya Jelita Karya nanti juga bakal diikutkan di Festival Rawa Pening, yang bagian dari Kongres Sampah," katanya.


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu