Follow Us :              

Hasil Riset, Remaja Rentan Terpapar Virus Intoleransi dan Radikalisme

  10 March 2020  |   16:00:00  |   dibaca : 2912 
Kategori :
Bagikan :


Hasil Riset, Remaja Rentan Terpapar Virus Intoleransi dan Radikalisme

10 March 2020 | 16:00:00 | dibaca : 2912
Kategori :
Bagikan :

Foto : Handy (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Handy (Humas Jateng)

PEMALANG - Berdasarkan hasil riset mengenai intoleransi di kalangan remaja dari The Wahid Institute pada 2015 dan Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP), menunjukkan bahwa remaja rentan terpapar virus intoleransi dan radikalisme.

Saat menjadi keynote speaker dalam Halaqah Ulama Moderasi Beragama dan Wawasan Kebangsaan di Kalangan Siswa, yang berlangsung di Hotel Regina Pemalang, Selasa (10/03/2020) Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin Maimoen mengatakan, pada 2015, dari 306 siswa, sebanyak 27 persen menyatakan tidak setuju mengucapkan hari raya kepada umat agama lain, 28 persen ragu-ragu, dan sisanya setuju. Saat ditanya soal membalas tindakan perusakan rumah ibadah agama lain, sebanyak 15 persen setuju dan 27 persen ragu-ragu.

"Riset LaKIP menunjukkan pandangan intoleransi menguat di lingkungan guru Pendidikan Agama Islam dan pelajar. Ini dibuktikan antara lain dengan dukungan mereka terhadap tindakan pengrusakan dan penyegelan rumah ibadah," katanya.

Menurut Wagub, banyak ulama yang memberikan contoh yang baik. Itu karena apa? Karena moderasi. Jadi kata moderasi tidak bermakna agama yang dikembangkan. Tetapi, agama itu dipraktikkan.

"Kita harus mengembalikan agama. Artinya, memahamkan diri kepada agama secara utuh dan dipraktikkan, dijalankan," tandasnya.

Apabila menemui kendala, kata dia, bisa menilik kembali mazhab yang diajarkan. Wagub pun menyampaikan terima kasih kepada pengasuh pondok pesantren, yang meskipun di Indonesia umat Islam banyak yang menganut mazhab imam syafi'i, tetapi diajarkan pula mengenal mazhab lain.

"Dalam Islam kita kenal bahwa fanatik terhadap sebuah pendapat itu dilarang agama, kecuali fanatik pada akidah. Dan dalam akidah, Rasulullah pun sudah diperintahkan Allah SWT untuk menyampaikan kepada kita, lakum diinikum waliyadin," jelasnya.

Apabila hal tersebut sudah berjalan, lanjutnya, kejadian intoleransi di sebuah sekolah di Sragen, dan perundungan di Purworejo, tidak akan terjadi.

Ditambahkan, guru-guru Pendidikan Agama Islam perlu dibimbing dan diarahkan para ulama, agar tidak menjadi contoh bagi muridnya untuk melakukan intoleransi yang berujung pada radikalisme.


Bagikan :

PEMALANG - Berdasarkan hasil riset mengenai intoleransi di kalangan remaja dari The Wahid Institute pada 2015 dan Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP), menunjukkan bahwa remaja rentan terpapar virus intoleransi dan radikalisme.

Saat menjadi keynote speaker dalam Halaqah Ulama Moderasi Beragama dan Wawasan Kebangsaan di Kalangan Siswa, yang berlangsung di Hotel Regina Pemalang, Selasa (10/03/2020) Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin Maimoen mengatakan, pada 2015, dari 306 siswa, sebanyak 27 persen menyatakan tidak setuju mengucapkan hari raya kepada umat agama lain, 28 persen ragu-ragu, dan sisanya setuju. Saat ditanya soal membalas tindakan perusakan rumah ibadah agama lain, sebanyak 15 persen setuju dan 27 persen ragu-ragu.

"Riset LaKIP menunjukkan pandangan intoleransi menguat di lingkungan guru Pendidikan Agama Islam dan pelajar. Ini dibuktikan antara lain dengan dukungan mereka terhadap tindakan pengrusakan dan penyegelan rumah ibadah," katanya.

Menurut Wagub, banyak ulama yang memberikan contoh yang baik. Itu karena apa? Karena moderasi. Jadi kata moderasi tidak bermakna agama yang dikembangkan. Tetapi, agama itu dipraktikkan.

"Kita harus mengembalikan agama. Artinya, memahamkan diri kepada agama secara utuh dan dipraktikkan, dijalankan," tandasnya.

Apabila menemui kendala, kata dia, bisa menilik kembali mazhab yang diajarkan. Wagub pun menyampaikan terima kasih kepada pengasuh pondok pesantren, yang meskipun di Indonesia umat Islam banyak yang menganut mazhab imam syafi'i, tetapi diajarkan pula mengenal mazhab lain.

"Dalam Islam kita kenal bahwa fanatik terhadap sebuah pendapat itu dilarang agama, kecuali fanatik pada akidah. Dan dalam akidah, Rasulullah pun sudah diperintahkan Allah SWT untuk menyampaikan kepada kita, lakum diinikum waliyadin," jelasnya.

Apabila hal tersebut sudah berjalan, lanjutnya, kejadian intoleransi di sebuah sekolah di Sragen, dan perundungan di Purworejo, tidak akan terjadi.

Ditambahkan, guru-guru Pendidikan Agama Islam perlu dibimbing dan diarahkan para ulama, agar tidak menjadi contoh bagi muridnya untuk melakukan intoleransi yang berujung pada radikalisme.


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu