Follow Us :              

Ganjar Minta Pemerintah Daerah Memberikan Perlindungan dan Intens Membuka Komunikasi dengan Pekerja Migran

  09 April 2021  |   09:00:00  |   dibaca : 685 
Kategori :
Bagikan :


Ganjar Minta Pemerintah Daerah Memberikan Perlindungan dan Intens Membuka Komunikasi dengan Pekerja Migran

09 April 2021 | 09:00:00 | dibaca : 685
Kategori :
Bagikan :

Foto : Vivi (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Vivi (Humas Jateng)

SEMARANG -Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo menerima Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI),  Benny Rhamdani di Gedung B lantai 5, Kantor Gubernur, Jumat (9/4/2021). Pertemuan itu dilakukan, sebagai upaya tindak lanjut aduan pekerja migran Indonesia, yang berasal dari kabupaten/kota di Jawa Tengah. 

Ganjar mengatakan, beragam upaya dilakukan untuk memudahkan pemantauan, pengawasan dan penyelesaian masalah yang dialami setiap pekerja migran Indonesia (PMI). Salah satunya dengan membuka komunikasi secara terbuka antara kepala daerah dan dinas tenaga kerja di masing-masing kabupaten/kota dengan pekerja migran. 

Menurut Ganjar, pemerintah daerah juga harus sigap menyikapi persoalan ini, karena tugas mereka adalah melatih, mengawasi, dan menyelesaikan persoalan terkait pekerja migran. 

"Intinya komunikasi publik yang terbuka, kasihlah nomor telepon atau WA, kasihlah medsosnya. Sekali-kali disapa, maka tadi saya usul kepada dinas maupun bupati dan wali kota live melalui medsos (media sosial) dengan PMI kita. Saya sering lakukan itu dan kadang kita bisa mendapatkan informasi tanpa rekayasa," kata Ganjar 

Dari kanal aduan yang ia buat, baik Whatsapp maupun sosial media, Ganjar menemukan banyak persoalan masyarakat, termasuk tentang PMI. Ganjar mencontohkan kejadian beberapa waktu lalu, saat Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Tengah mengawal pekerja migran Indonesia asal Jawa Tengah yang sakit kanker cukup parah, untuk berusaha dipulangkan ke tanah air. Kasus ini awalnya ditemukan dari kanal aduan. 

"Termasuk yang menjadi perhatian Kepala BP2MI, yaitu PMI kita yang kerja di kapal. Kami pernah lihat video ABK sakit sampai meninggal lalu dibuang ke laut, yang seperti ini kita (pemerintah) di daerah mempunyai kewajiban untuk memantau, mendidik, mengevaluasi, dan menyampaikan," lanjut Ganjar. 

Pertemuan itu juga membahas tentang pentingnya koordinasi antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat maupun BP2MI. Koordinasi ini dibutuhkan agar semua siap mengelola dengan baik. Persoalan yang belum bisa diselesaikan di daerah harus dikerjakan bersama dengan pemerintah pusat, kementerian tenaga kerja, maupun kementerian luar negeri. 

"Mudah-mudahan dari sosialisasi ini kita tidak lama akan punya check list di semua kabupaten/kota apa yang musti disampaikan (untuk membenahi persoalan PMI), begitu juga dengan provinsi," ungkapnya. 

Sementara itu, terkait peningkatan kualitas pekerjaan migran asal Jawa Tengah, Ganjar menyebutkan hanya ada satu hal penting yang harus dilakukan yaitu pelatihan. 

"Satu saja, edukasi atau training. Tidak ada yang lain. Jadi diberikan skill apa yang dibutuhkan pekerja migran, lalu (pelatihan) bahasa dan pemahaman kultur negara yang akan dituju," jelas Ganjar. 

Pada sambutan itu juga, Ganjar menanggapi apa yang disampaikan oleh Kepala BP2MI tentang pekerja migran ilegal yang dibawa oleh sindikat mafia atau calo. Menurut Ganjar, mereka yang tidak terdaftar secara resmi, itu juga harus diperjuangkan untuk mendapat perlindungan. 

"Bagaimanapun, mereka yang ilegal itu juga warga negara kita," katanya. 

Kepala BP2MI, Benny Rhamdani mengatakan, terkait pekerja migran Indonesia, saat ini pihaknya sedang berhadapan dengan sindikat mafia penempatan pekerja migran ilegal. Sindikat itu dikendalikan oleh segelintir orang dengan backing oleh oknum yang memiliki atribut kekuasaan. 

"Saya tidak menutupi, karena ini era transparansi. Konsekuensi penempatan ilegal ini (PMI berada) di luar radar perlindungan negara karena negara tidak tahu mereka berasal dari mana saja, bekerja di mana dan sebagai apa," katanya. 

Ia menyebutkan, Jawa Tengah merupakan provinsi dengan penempatan terbesar ketiga setelah Jawa Barat dan Jawa Timur. Secara resmi tercatat sekitar 205 ribu warga, namun tiga kali lipat dari jumlah itu bisa dipastikan menjadi korban sindikat mafia atau calo. 

"Maka butuh kerja bersama, sinergi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Daerah harus menertibkan setiap warganya yang akan berangkat ke luar negeri. Dilakukan verifikasi. Masyarakat harus diedukasi agar tidak menjadi korban calo atau sindikat itu," kata Benny.


Bagikan :

SEMARANG -Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo menerima Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI),  Benny Rhamdani di Gedung B lantai 5, Kantor Gubernur, Jumat (9/4/2021). Pertemuan itu dilakukan, sebagai upaya tindak lanjut aduan pekerja migran Indonesia, yang berasal dari kabupaten/kota di Jawa Tengah. 

Ganjar mengatakan, beragam upaya dilakukan untuk memudahkan pemantauan, pengawasan dan penyelesaian masalah yang dialami setiap pekerja migran Indonesia (PMI). Salah satunya dengan membuka komunikasi secara terbuka antara kepala daerah dan dinas tenaga kerja di masing-masing kabupaten/kota dengan pekerja migran. 

Menurut Ganjar, pemerintah daerah juga harus sigap menyikapi persoalan ini, karena tugas mereka adalah melatih, mengawasi, dan menyelesaikan persoalan terkait pekerja migran. 

"Intinya komunikasi publik yang terbuka, kasihlah nomor telepon atau WA, kasihlah medsosnya. Sekali-kali disapa, maka tadi saya usul kepada dinas maupun bupati dan wali kota live melalui medsos (media sosial) dengan PMI kita. Saya sering lakukan itu dan kadang kita bisa mendapatkan informasi tanpa rekayasa," kata Ganjar 

Dari kanal aduan yang ia buat, baik Whatsapp maupun sosial media, Ganjar menemukan banyak persoalan masyarakat, termasuk tentang PMI. Ganjar mencontohkan kejadian beberapa waktu lalu, saat Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Tengah mengawal pekerja migran Indonesia asal Jawa Tengah yang sakit kanker cukup parah, untuk berusaha dipulangkan ke tanah air. Kasus ini awalnya ditemukan dari kanal aduan. 

"Termasuk yang menjadi perhatian Kepala BP2MI, yaitu PMI kita yang kerja di kapal. Kami pernah lihat video ABK sakit sampai meninggal lalu dibuang ke laut, yang seperti ini kita (pemerintah) di daerah mempunyai kewajiban untuk memantau, mendidik, mengevaluasi, dan menyampaikan," lanjut Ganjar. 

Pertemuan itu juga membahas tentang pentingnya koordinasi antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat maupun BP2MI. Koordinasi ini dibutuhkan agar semua siap mengelola dengan baik. Persoalan yang belum bisa diselesaikan di daerah harus dikerjakan bersama dengan pemerintah pusat, kementerian tenaga kerja, maupun kementerian luar negeri. 

"Mudah-mudahan dari sosialisasi ini kita tidak lama akan punya check list di semua kabupaten/kota apa yang musti disampaikan (untuk membenahi persoalan PMI), begitu juga dengan provinsi," ungkapnya. 

Sementara itu, terkait peningkatan kualitas pekerjaan migran asal Jawa Tengah, Ganjar menyebutkan hanya ada satu hal penting yang harus dilakukan yaitu pelatihan. 

"Satu saja, edukasi atau training. Tidak ada yang lain. Jadi diberikan skill apa yang dibutuhkan pekerja migran, lalu (pelatihan) bahasa dan pemahaman kultur negara yang akan dituju," jelas Ganjar. 

Pada sambutan itu juga, Ganjar menanggapi apa yang disampaikan oleh Kepala BP2MI tentang pekerja migran ilegal yang dibawa oleh sindikat mafia atau calo. Menurut Ganjar, mereka yang tidak terdaftar secara resmi, itu juga harus diperjuangkan untuk mendapat perlindungan. 

"Bagaimanapun, mereka yang ilegal itu juga warga negara kita," katanya. 

Kepala BP2MI, Benny Rhamdani mengatakan, terkait pekerja migran Indonesia, saat ini pihaknya sedang berhadapan dengan sindikat mafia penempatan pekerja migran ilegal. Sindikat itu dikendalikan oleh segelintir orang dengan backing oleh oknum yang memiliki atribut kekuasaan. 

"Saya tidak menutupi, karena ini era transparansi. Konsekuensi penempatan ilegal ini (PMI berada) di luar radar perlindungan negara karena negara tidak tahu mereka berasal dari mana saja, bekerja di mana dan sebagai apa," katanya. 

Ia menyebutkan, Jawa Tengah merupakan provinsi dengan penempatan terbesar ketiga setelah Jawa Barat dan Jawa Timur. Secara resmi tercatat sekitar 205 ribu warga, namun tiga kali lipat dari jumlah itu bisa dipastikan menjadi korban sindikat mafia atau calo. 

"Maka butuh kerja bersama, sinergi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Daerah harus menertibkan setiap warganya yang akan berangkat ke luar negeri. Dilakukan verifikasi. Masyarakat harus diedukasi agar tidak menjadi korban calo atau sindikat itu," kata Benny.


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu