Follow Us :              

Terima Gamelan Bangub, Warga Malangsari Gelar Seni Sandul Sebagai Wujud Syukur

  26 February 2019  |   16:00:00  |   dibaca : 1468 
Kategori :
Bagikan :


Terima Gamelan Bangub, Warga Malangsari Gelar Seni Sandul Sebagai Wujud Syukur

26 February 2019 | 16:00:00 | dibaca : 1468
Kategori :
Bagikan :

Foto : istimewa (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : istimewa (Humas Jateng)

TEMANGGUNG – Warga di Desa Malangsari Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung menggelar sebuah ritual adat berupa pementasan kesenian Sandul yang disakralkan, Selasa (26/2/2019) sore. Pentas itu digelar sebagai wujud syukur atas seperangkat piranti gamelan yang diterima melalui Bantuan Gubernur (Bangub) Jateng Tahun 2018 senilai Rp100 juta.

Menariknya, gamelan tersebut diberi nama khusus, yakni “Ganjar Wahyu Wijoyo” yang memiliki makna mendalam untuk mendoakan Gubernur Ganjar Pranowo agar selalu dinaungi lindungan Tuhan Yang Maha Esa.

Kepala Desa Malangsari Kirwiyono mengungkapkan, pementasan kesenian Sandul sendiri dipilih lantaran memiliki makna yang cukup mendalam. Berkat bantuan uang tunai yang diwujudkan dalam pembelian seperangkat gamelan, kesenian yang sudah mendarah daging di masyarakat sejak ratusan tahun silam itu, sampai saat ini masih dapat dipelihara.

“Banyak kesenian di desa kami, termasuk kuda lumping. Namun di luar itu, kami juga memiliki seni tarian Sandul yang eksistensinya nyaris punah. Akan tetapi, berkat datangnya bantuan dari Pak Ganjar yang kami wujudkan dalam pembelian seperangkat gamelan, seni warisan nenek moyang kami ini dapat terus lestari sampai sekarang. Di sinilah kami ingin menyampaikan rasa syukur dan terima kasih yang mendalam,” jelasnya.

Sebelum pementasan tersebut digelar, warga melaksanakan sebuah prosesi doa terlebih dahulu. Kemudian membakar kemenyan di dekat wadah sesajen (nampan) yang berisi beragam uborampe mulai bunga tujuh rupa, jajanan pasar, buah pisang, bubur merah putih, nasi ayam, dan lembaran uang kertas sebagai saksi. 

Dia menjelaskan, seni Sandul sendiri bisa dikategorikan sebagai salah satu seni yang hampir punah karena dalam kenyataannya mayoritas pemain Sandul dan pemusiknya saat ini didominasi yang sudah berusia senja. Untuk durasi pementasan Sandul sendiri bisa dikatakan cukup lama. Pada zaman dahulu, dalam sekali pentas bisa mencapai 24 jam. Namun saat ini, waktunya mulai dipersingkat.

Dia menambahkan, Sandul dianggap sebagai ritual sakral karena masih banyak masyarakat yang percaya, bahwa barang siapa yang pernah berhajat untuk mengadakan Sandul, dia harus dan wajib melaksanakan apa yang pernah dia ucapkan. Menurut keyakinan sebagian masyarakat setempat, bagi yang nantinya tidak melaksanakan hajatnya, biasanya akan ada hal buruk yang menimpa.

“Mungkin dari sini bisa kita tafsirkan juga bahwa nilai positifnya kita harus menjadi orang yang wajib menepati janji. Seperti Pak Ganjar yang tak pernah ingkar janji. Yang unik lagi dari Sandul ini adalah pemain memainkan peran tanpa teks. Jadi semua perkataan tergantung dari kelihaian para pemain yang berjalan dengan interaksi dengan pemain musik,” urainya.

 

Baca juga : Pembangunan Jalan Bangub, Petani Temanggung Ini Gelar Selamatan


Bagikan :

TEMANGGUNG – Warga di Desa Malangsari Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung menggelar sebuah ritual adat berupa pementasan kesenian Sandul yang disakralkan, Selasa (26/2/2019) sore. Pentas itu digelar sebagai wujud syukur atas seperangkat piranti gamelan yang diterima melalui Bantuan Gubernur (Bangub) Jateng Tahun 2018 senilai Rp100 juta.

Menariknya, gamelan tersebut diberi nama khusus, yakni “Ganjar Wahyu Wijoyo” yang memiliki makna mendalam untuk mendoakan Gubernur Ganjar Pranowo agar selalu dinaungi lindungan Tuhan Yang Maha Esa.

Kepala Desa Malangsari Kirwiyono mengungkapkan, pementasan kesenian Sandul sendiri dipilih lantaran memiliki makna yang cukup mendalam. Berkat bantuan uang tunai yang diwujudkan dalam pembelian seperangkat gamelan, kesenian yang sudah mendarah daging di masyarakat sejak ratusan tahun silam itu, sampai saat ini masih dapat dipelihara.

“Banyak kesenian di desa kami, termasuk kuda lumping. Namun di luar itu, kami juga memiliki seni tarian Sandul yang eksistensinya nyaris punah. Akan tetapi, berkat datangnya bantuan dari Pak Ganjar yang kami wujudkan dalam pembelian seperangkat gamelan, seni warisan nenek moyang kami ini dapat terus lestari sampai sekarang. Di sinilah kami ingin menyampaikan rasa syukur dan terima kasih yang mendalam,” jelasnya.

Sebelum pementasan tersebut digelar, warga melaksanakan sebuah prosesi doa terlebih dahulu. Kemudian membakar kemenyan di dekat wadah sesajen (nampan) yang berisi beragam uborampe mulai bunga tujuh rupa, jajanan pasar, buah pisang, bubur merah putih, nasi ayam, dan lembaran uang kertas sebagai saksi. 

Dia menjelaskan, seni Sandul sendiri bisa dikategorikan sebagai salah satu seni yang hampir punah karena dalam kenyataannya mayoritas pemain Sandul dan pemusiknya saat ini didominasi yang sudah berusia senja. Untuk durasi pementasan Sandul sendiri bisa dikatakan cukup lama. Pada zaman dahulu, dalam sekali pentas bisa mencapai 24 jam. Namun saat ini, waktunya mulai dipersingkat.

Dia menambahkan, Sandul dianggap sebagai ritual sakral karena masih banyak masyarakat yang percaya, bahwa barang siapa yang pernah berhajat untuk mengadakan Sandul, dia harus dan wajib melaksanakan apa yang pernah dia ucapkan. Menurut keyakinan sebagian masyarakat setempat, bagi yang nantinya tidak melaksanakan hajatnya, biasanya akan ada hal buruk yang menimpa.

“Mungkin dari sini bisa kita tafsirkan juga bahwa nilai positifnya kita harus menjadi orang yang wajib menepati janji. Seperti Pak Ganjar yang tak pernah ingkar janji. Yang unik lagi dari Sandul ini adalah pemain memainkan peran tanpa teks. Jadi semua perkataan tergantung dari kelihaian para pemain yang berjalan dengan interaksi dengan pemain musik,” urainya.

 

Baca juga : Pembangunan Jalan Bangub, Petani Temanggung Ini Gelar Selamatan


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu