Follow Us :              

Ganjar: Tidak Ada Anak Bodoh, Dia Mungkin Berbakat yang Lain

  15 July 2019  |   09:00:00  |   dibaca : 523 
Kategori :
Bagikan :


Ganjar: Tidak Ada Anak Bodoh, Dia Mungkin Berbakat yang Lain

15 July 2019 | 09:00:00 | dibaca : 523
Kategori :
Bagikan :

Foto : Vivi (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Vivi (Humas Jateng)

SEMARANG - Tidak ada anak bodoh, tapi mungkin dia berbakat di bidang lain. Kalimat tersebut disampaikan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di hadapan ratusan wali murid dan guru SMAN 1 Semarang di hari pertama tahun ajar 2019/2020, Senin (15/7).

Ganjar mengatakan penerapan sistem zonasi dalam penerimaan siswa SMA kali ini sebagai upaya penyama-rataan penerimaan pendidikan bagi anak. Maka wali murid dan guru mesti berkolaborasi memoles potensi siswa. Nilai ulangan bukanlah acuan dasar untuk pelabelan kecerdasan siswa. 

"Tidak ada anak bodoh, tapi mungkin dia berbakat di bidang lain. Anak-anak mungkin tidak pintar di soal akademis, tapi dia pintar di seni olahraga dan sesuatu yang kreatif lainnya. Di SMAN 1 Semarang ini varian nilainya banyak," katanya. 

Ganjar memastikan bahwa semua murid yang lolos masuk di SMA negeri, SMAN 1 misalnya, hari ini masuk dengan perasaan gembira. Kemampuan mereka yang beragam, membuka kesempatan untuk belajar berkolaborasi. 

"SMAN 1 Semarang ini menarik karena ada yang nilainya 17 dan bisa masuk, mereka bergabung dengan teman-teman lain dan ada diskusi. Itu nanti guru akan jadi fasilitator, kita ajarkan mulai dari sekarang bahwa kelas itu menyenangkan. Kalian punya hak belajar yang sama dan kalian harus saling membantu," katanya. 

Di SMAN 1 Semarang, total yang diterima sebanyak 432 siswa. Zonasi seleksi jarak sebanyak 259 siswa. Yang masuk menggunakan zonasi seleksi prestasi sebanyak 86 siswa. Sementara yang menggunakan jalur prestasi sebanyak 78 dari kuota 65. Yang pindah tugas orangtua dari kuota 22, hanya terisi 9 siswa.  

Salah satu yang menggunakan jalur prestasi di luar zonasi adalah Jovan Fernando Putra Wiyono asal Lingkungan Kolang Kaling RT 2 RW 2, Wujil Bergas Kabupaten Semarang. Dia atlet Wushu yang telah meraih medali emas di tingkat nasional dan pernah berlaga di kejuaraan dunia di Brazil. 

"Dia telah berlatih sejak SD. Medali pertama yang dia raih saat kelas 1 SMP, meraih medali emas di tingkat provinsi," kata Joko Wiyono, orangtua Jovan.

Dia merasa bersyukur anaknya bisa masuk ke SMAN 1 Semarang. Padahal jika menilik Nilai Evaluasi Akhir (NEM), nilai putranya hanya 19. Diapun sadar, sistem zonasi ini merupakan yang terbaik untuk pemerataan pendidikan. 

"Kalau begini kan anak-anak bisa terpacu karena kemampuannya beragam. Kalau kumpul hanya satu kemampuan, yang bodoh semua, ya kapan anak-anak bisa pintar," katanya.

 

Baca juga : Ganjar: Orang Tua Harus Sedih Jika Anak Tak Memiliki Etika Antre


Bagikan :

SEMARANG - Tidak ada anak bodoh, tapi mungkin dia berbakat di bidang lain. Kalimat tersebut disampaikan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di hadapan ratusan wali murid dan guru SMAN 1 Semarang di hari pertama tahun ajar 2019/2020, Senin (15/7).

Ganjar mengatakan penerapan sistem zonasi dalam penerimaan siswa SMA kali ini sebagai upaya penyama-rataan penerimaan pendidikan bagi anak. Maka wali murid dan guru mesti berkolaborasi memoles potensi siswa. Nilai ulangan bukanlah acuan dasar untuk pelabelan kecerdasan siswa. 

"Tidak ada anak bodoh, tapi mungkin dia berbakat di bidang lain. Anak-anak mungkin tidak pintar di soal akademis, tapi dia pintar di seni olahraga dan sesuatu yang kreatif lainnya. Di SMAN 1 Semarang ini varian nilainya banyak," katanya. 

Ganjar memastikan bahwa semua murid yang lolos masuk di SMA negeri, SMAN 1 misalnya, hari ini masuk dengan perasaan gembira. Kemampuan mereka yang beragam, membuka kesempatan untuk belajar berkolaborasi. 

"SMAN 1 Semarang ini menarik karena ada yang nilainya 17 dan bisa masuk, mereka bergabung dengan teman-teman lain dan ada diskusi. Itu nanti guru akan jadi fasilitator, kita ajarkan mulai dari sekarang bahwa kelas itu menyenangkan. Kalian punya hak belajar yang sama dan kalian harus saling membantu," katanya. 

Di SMAN 1 Semarang, total yang diterima sebanyak 432 siswa. Zonasi seleksi jarak sebanyak 259 siswa. Yang masuk menggunakan zonasi seleksi prestasi sebanyak 86 siswa. Sementara yang menggunakan jalur prestasi sebanyak 78 dari kuota 65. Yang pindah tugas orangtua dari kuota 22, hanya terisi 9 siswa.  

Salah satu yang menggunakan jalur prestasi di luar zonasi adalah Jovan Fernando Putra Wiyono asal Lingkungan Kolang Kaling RT 2 RW 2, Wujil Bergas Kabupaten Semarang. Dia atlet Wushu yang telah meraih medali emas di tingkat nasional dan pernah berlaga di kejuaraan dunia di Brazil. 

"Dia telah berlatih sejak SD. Medali pertama yang dia raih saat kelas 1 SMP, meraih medali emas di tingkat provinsi," kata Joko Wiyono, orangtua Jovan.

Dia merasa bersyukur anaknya bisa masuk ke SMAN 1 Semarang. Padahal jika menilik Nilai Evaluasi Akhir (NEM), nilai putranya hanya 19. Diapun sadar, sistem zonasi ini merupakan yang terbaik untuk pemerataan pendidikan. 

"Kalau begini kan anak-anak bisa terpacu karena kemampuannya beragam. Kalau kumpul hanya satu kemampuan, yang bodoh semua, ya kapan anak-anak bisa pintar," katanya.

 

Baca juga : Ganjar: Orang Tua Harus Sedih Jika Anak Tak Memiliki Etika Antre


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu