Follow Us :              

Sejahterakan Masyarakat Pesisir, Sekda Ajak Lestarikan Kawasan Mangrove

  10 August 2019  |   08:00:00  |   dibaca : 599 
Kategori :
Bagikan :


Sejahterakan Masyarakat Pesisir, Sekda Ajak Lestarikan Kawasan Mangrove

10 August 2019 | 08:00:00 | dibaca : 599
Kategori :
Bagikan :

Foto : Bintoro (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Bintoro (Humas Jateng)

SEMARANG - Persoalan sampah plastik yang mengancam ekosistem pesisir dan kesejahteraan masyarakat menjadi kegelisahan pengamat lingkungan dan ekonomi di Jawa Tengah. Kekhawatiran tersebut didasarkan pada fakta, Indonesia saat ini menjadi penyumbang sampah plastik nomor dua terbesar setelah Cina.  

"Pesisir dan laut adalah resources ketika daratan sudah mulai berkurang, orientasinya pun ke laut. Dengan sumber resources yang sangat potensial, kawasan pesisir rentan terhadap perubahan lingkungan, seperti abrasi maupun pencemaran sampah. Kita tahu bahwa sampah plastik kita kedua setelah Cina," kata pengamat lingkungan Prof Sudharto P Hadi.

Hal itu ia sampaikan saat memandu Focus Group Discussion "Pembangunan Kelautan dan Perikanan yang Berkelanjutan untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Jawa Tengah" di Grand Candi Hotel, Sabtu (10/8/2019).

Akademisi Fakultas Teknik Unidip Prof Hadiyanto menegaskan, pencemaran sampah plastik, terutama yang berukuran mikro (microplastic) yaitu 0,5-1 mm, tidak hanya berbahaya bagi biota laut, namun juga manusia.

Tanpa disadari, ketika manusia mengonsumsi ikan dari laut yang tercemar sampah plastik, microplastic dapat masuk dan mengendap di dalam tubuh mereka sehingga berbahaya bagi kesehatan.

"Keberadaan microplastic dalam perairan laut menjadi ancaman bagi populasi. Microplastic itu biasa dikonsumsi oleh kerang, ikan, dan ujungnya dikonsumsi oleh manusia. Bahkan ada penelitian yang menyatakan bahwa konsumsi manusia terhadap microplastic bisa mencapai 50 ribu microplastic per tahun. Efek kesehatannya bisa menjadi ancaman tumor, mengganggu pencernaan, dan masuk dalam peredaran darah," paparnya.

Disamping kegelisahan terhadap persoalan sampah plastik, pengamat ekonomi menilai upaya untuk menyejahterakan masyarakat pesisir mesti ditempuh dengan meningkatkan keterampilan wirausaha mereka, sehingga dapat turut mendongkrak pendapatan keluarga. Keindahan kawasan pesisir dapat dikembangkan sebagai eco-wisata dengan mengedepankan aspek edukasi dan konservasi mangrove serta pemberdayaan masyarakat. Masyarakat pun perlu dibekali keterampilan mengelola destinasi wisata pesisir.

"Kalau skills masyarakat pesisir tidak kita improve, mereka akan selamanya seperti itu.  Kami merekomendasikan eco-wisata dengan tiga konsep yang harus dikembangkan, yaitu aspek edukasi, konservasi, dan pemberdayaan masyarakat. Kalau eco-wisata dikembangkan, masyarakat di sepanjang pesisir akan mendapatkan imbasnya," jelas akademisi Fakultas Sains dan Matematika Unidip Prof Tri Retnaningsih.

Lebih lanjut, pengamat ekonomi dari Unika Soegijapranata Prof Andreas Lako memaparkan, PDRB Jawa Tengah tumbuh dari Rp 629 triliun menuju Rp 941 triliun, di mana kontribusi dari aspek pertanian, kehutanan, dan perikanan secara umum pun tumbuh dari Rp 99,6 triliun menjadi  Rp 121,4 triliun pada 2018.

Khusus kontribusi sektor perikanan nilainya tegolong kecil, namun masih lebih baik daripada kontribusi sektor kehutanan. Nilainya Rp 6,2 triliun pada 2010, kemudian naik Rp 7,3 triliun, dan pada 2018 menjadi Rp 8,6 triliun. 

"Namun yang perlu menjadi catatan bahwa pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan ini sangat fluktuatif selama lima tahun terakhir. Maka pemerintah perlu memahami hakikat green economy atau tujuan pembangunan berkelanjutan karena peran pemerintah adalah mewujudkan tata kelola yang baik untuk menyinergikan aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial," lanjutnya.

Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Sri Puryono yang menjadi narasumber pada FGD tersebut pun mengungkapkan kegelisahannya terhadap persoalan sampah plastik yang rentan mengancam ekosistem pesisir dan kesejahteraan masyarakat setempat.

"Kegelisahan saya bagaimana menyejahterakan masyarakat pesisir dan persoalan sampah. Insya Allah 23 September nanti kami akan mengadakan Kongres Sampah Nasional. Kita ingin konsensus bersama bagaimana mengatasi persoalan sampah. Sehingga Jawa Tengah menjadi perintis penanganan sampah," jelasnya.

Mantan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah itu membeberkan, jumlah ekosistem mangrove di provinsi terus bertambah selama beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2009, kawasan mangrove tertutup baru sekitar 4,6 persen, kemudian naik menjadi 18 persen pada 2013, dan 22 persen pada 2017.

"Degradasi mangrove mulai menurun dan ini tentu membahagiakan. Program yang telah kita lakukan adalah fokus bagaimana kita membantu nelayan, petani tambak kita sejahtera, tetapi kawasan mangrovenya tetap lestari," lanjutnya.

Pihaknya juga ingin mengentaskan kemiskinan masyarakat pesisir. Pemberdayaan masyarakat pesisir pun terus dilakukan, termasuk memberikan pelatihan keterampilan maupun bantuan peralatan, sehingga mereka dapat merintis usaha sampingan, di luar mata pencaharian utama sebagai nelayan.

"Kita juga berupaya meningkatkan pendapatan nelayan. Khusus untuk ibu-ibu nelayan di pesisir kondisinya memprihatinkan kalau kita tidak berikan stimulasi. Alhamdulillah PKK masuk ke sana, memberikan pendampingan dan pelatihan keterampilan," pungkasnya.

 

Baca juga : Desember 2019, Jateng Target Miliki BUMD Migas


Bagikan :

SEMARANG - Persoalan sampah plastik yang mengancam ekosistem pesisir dan kesejahteraan masyarakat menjadi kegelisahan pengamat lingkungan dan ekonomi di Jawa Tengah. Kekhawatiran tersebut didasarkan pada fakta, Indonesia saat ini menjadi penyumbang sampah plastik nomor dua terbesar setelah Cina.  

"Pesisir dan laut adalah resources ketika daratan sudah mulai berkurang, orientasinya pun ke laut. Dengan sumber resources yang sangat potensial, kawasan pesisir rentan terhadap perubahan lingkungan, seperti abrasi maupun pencemaran sampah. Kita tahu bahwa sampah plastik kita kedua setelah Cina," kata pengamat lingkungan Prof Sudharto P Hadi.

Hal itu ia sampaikan saat memandu Focus Group Discussion "Pembangunan Kelautan dan Perikanan yang Berkelanjutan untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Jawa Tengah" di Grand Candi Hotel, Sabtu (10/8/2019).

Akademisi Fakultas Teknik Unidip Prof Hadiyanto menegaskan, pencemaran sampah plastik, terutama yang berukuran mikro (microplastic) yaitu 0,5-1 mm, tidak hanya berbahaya bagi biota laut, namun juga manusia.

Tanpa disadari, ketika manusia mengonsumsi ikan dari laut yang tercemar sampah plastik, microplastic dapat masuk dan mengendap di dalam tubuh mereka sehingga berbahaya bagi kesehatan.

"Keberadaan microplastic dalam perairan laut menjadi ancaman bagi populasi. Microplastic itu biasa dikonsumsi oleh kerang, ikan, dan ujungnya dikonsumsi oleh manusia. Bahkan ada penelitian yang menyatakan bahwa konsumsi manusia terhadap microplastic bisa mencapai 50 ribu microplastic per tahun. Efek kesehatannya bisa menjadi ancaman tumor, mengganggu pencernaan, dan masuk dalam peredaran darah," paparnya.

Disamping kegelisahan terhadap persoalan sampah plastik, pengamat ekonomi menilai upaya untuk menyejahterakan masyarakat pesisir mesti ditempuh dengan meningkatkan keterampilan wirausaha mereka, sehingga dapat turut mendongkrak pendapatan keluarga. Keindahan kawasan pesisir dapat dikembangkan sebagai eco-wisata dengan mengedepankan aspek edukasi dan konservasi mangrove serta pemberdayaan masyarakat. Masyarakat pun perlu dibekali keterampilan mengelola destinasi wisata pesisir.

"Kalau skills masyarakat pesisir tidak kita improve, mereka akan selamanya seperti itu.  Kami merekomendasikan eco-wisata dengan tiga konsep yang harus dikembangkan, yaitu aspek edukasi, konservasi, dan pemberdayaan masyarakat. Kalau eco-wisata dikembangkan, masyarakat di sepanjang pesisir akan mendapatkan imbasnya," jelas akademisi Fakultas Sains dan Matematika Unidip Prof Tri Retnaningsih.

Lebih lanjut, pengamat ekonomi dari Unika Soegijapranata Prof Andreas Lako memaparkan, PDRB Jawa Tengah tumbuh dari Rp 629 triliun menuju Rp 941 triliun, di mana kontribusi dari aspek pertanian, kehutanan, dan perikanan secara umum pun tumbuh dari Rp 99,6 triliun menjadi  Rp 121,4 triliun pada 2018.

Khusus kontribusi sektor perikanan nilainya tegolong kecil, namun masih lebih baik daripada kontribusi sektor kehutanan. Nilainya Rp 6,2 triliun pada 2010, kemudian naik Rp 7,3 triliun, dan pada 2018 menjadi Rp 8,6 triliun. 

"Namun yang perlu menjadi catatan bahwa pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan ini sangat fluktuatif selama lima tahun terakhir. Maka pemerintah perlu memahami hakikat green economy atau tujuan pembangunan berkelanjutan karena peran pemerintah adalah mewujudkan tata kelola yang baik untuk menyinergikan aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial," lanjutnya.

Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Sri Puryono yang menjadi narasumber pada FGD tersebut pun mengungkapkan kegelisahannya terhadap persoalan sampah plastik yang rentan mengancam ekosistem pesisir dan kesejahteraan masyarakat setempat.

"Kegelisahan saya bagaimana menyejahterakan masyarakat pesisir dan persoalan sampah. Insya Allah 23 September nanti kami akan mengadakan Kongres Sampah Nasional. Kita ingin konsensus bersama bagaimana mengatasi persoalan sampah. Sehingga Jawa Tengah menjadi perintis penanganan sampah," jelasnya.

Mantan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah itu membeberkan, jumlah ekosistem mangrove di provinsi terus bertambah selama beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2009, kawasan mangrove tertutup baru sekitar 4,6 persen, kemudian naik menjadi 18 persen pada 2013, dan 22 persen pada 2017.

"Degradasi mangrove mulai menurun dan ini tentu membahagiakan. Program yang telah kita lakukan adalah fokus bagaimana kita membantu nelayan, petani tambak kita sejahtera, tetapi kawasan mangrovenya tetap lestari," lanjutnya.

Pihaknya juga ingin mengentaskan kemiskinan masyarakat pesisir. Pemberdayaan masyarakat pesisir pun terus dilakukan, termasuk memberikan pelatihan keterampilan maupun bantuan peralatan, sehingga mereka dapat merintis usaha sampingan, di luar mata pencaharian utama sebagai nelayan.

"Kita juga berupaya meningkatkan pendapatan nelayan. Khusus untuk ibu-ibu nelayan di pesisir kondisinya memprihatinkan kalau kita tidak berikan stimulasi. Alhamdulillah PKK masuk ke sana, memberikan pendampingan dan pelatihan keterampilan," pungkasnya.

 

Baca juga : Desember 2019, Jateng Target Miliki BUMD Migas


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu