Follow Us :              

Ganjar : Saya Gemas, Germas Belum Bisa Berantas Vektor Nyamuk

  22 August 2019  |   08:00:00  |   dibaca : 2373 
Kategori :
Bagikan :


Ganjar : Saya Gemas, Germas Belum Bisa Berantas Vektor Nyamuk

22 August 2019 | 08:00:00 | dibaca : 2373
Kategori :
Bagikan :

Foto : Fajar (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Fajar (Humas Jateng)

SEMARANG - Penyakit tular vektor, khususnya nyamuk masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan di Indonesia. Target Kementerian Kesehatan RI saat ini, di antaranya pada 2025 penyakit demam berdarah berkurang, dan 2030 penyakit malaria bisa tereliminasi. Bahkan, dalam 30 tahun terakhir ini, Indonesia mengalami transisi epidemiologi yaitu suatu kondisi berubahnya pola masalah kesehatan yang ditandai dengan beban ganda atau double burden dari pelayanan kesehatan.
Pada kondisi itu, di Indonesia, penyakit menular termasuk penyakit tular vektor masih merupakan masalah kesehatan, sedangkan morbiditas, mortalitas, dan disabilitas akibat penyakit tidak menular semakin meningkat. 

Dalam sambutannya, Menteri Kesehatan (Menkes) Nila Moeloek pada “Seminar Nasional Peringatan Hari Pengendalian Nyamuk 2019” yang dibacakan Dirjen Pencegahan dan Pengendali Penyakit Kemenkes RI Anung Sugihantono, di Hotel MG Setos Semarang, Kamis (22/8/2019) disampaikan, kondisi yang sama juga terjadi di banyak negara berkembang. 
Beberapa pakar menyebut kondisi itu sebagai triple burden karena mereka memisahkan penyakit menular dengan kecelakaan/ruda paksa atau injury.

"Dengan demikian beban masalah yang dihadapi adalah penyakit menular, penyakit tidak menular dan injury," katanya.
Mengingat potensi penyebaran penyakit tular vektor yang sangat banyak dan wilayahnya sangat luas, maka upaya melakukan pengendalian vektor tanpa menganggu ekosistem menjadi ujung tombak dalam rangka upaya pencegahan dan pengendalian penyakit tular vektor di Indonesia.

Pengendalian vektor tidak sederhana karena berkaitan dengan lingkungan sebagai tempat perkembangbiakan yang pada beberapa kesempatan ada hubungannya dengan sumber perekonomian masyarakat.
Selain itu juga berkaitan dengan perilaku masyarakat, yang dipengaruhi oleh berbagai determinan kehidupan sosial kemasyarakat atau kultural di masing-masing daerah.
Pengendalian vektor menjadi tanggungjawab bersama seluruh komponen bangsa, baik pemerintah, masyarakat, akademisi dan/ atau dunia usaha.

"Di Indonesia sudah ditemukan sebanyak 221 spesies nyamuk yang diketahui menjadi vektor penular penyakit infeksi seperti malaria, demam berdarah dengue (DBD), chikungunya, japanese enchepalitis, filariasis, zika dan lainnya," jelasnya.
Di negara tropis seperti Indonesia, nyamuk dengan mudah berkembang biak karena mempunyai habitat yang sesuai, seiring dengan meningkatkan mobilitas penduduk.

Kondisi menyebabkan transmisi penyakit tular nyamuk dapat terjadi di mana saja bukan hanya di kota, namun juga di desa bahkan di daerah pegunungan atau rawa, hutan bakau dan berbagai ekosistem lainnya.
Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo, menyatakan program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) mestinya bisa memberantas vektor nyamuk yang menyebabkan penyakit malaria, DBD, dan lainnya.

"Saya menjadi gemas, kalau program Germas ternyata belum bisa memberantas vektor nyamuk. Solusi pengendalian nyamuk selain Iptek, ya Germas. Germas ini korelasinya dengan pendidikan, ekonomi dan tingkat kesejahteraan," tandasnya.
Kenapa demikian, lanjut Ganjar, ketika pendidikan, ekonomi dan kesejahteraannya baik, nalar pun akan berubah. Tetapi, ketika pengetahuan rendah, ekonominya rendah, otomatis aksesnya juga rendah. 
"Di Jerman, untuk membangun masyarakat sehat, tertib butuh waktu 50 tahun prosesnya. Kita semua harus terlibat mendorong kuat-kuat," pesannya.

 

Baca juga : Tekan Kasus DBD, Ganjar Ajak Beternak Jentik


Bagikan :

SEMARANG - Penyakit tular vektor, khususnya nyamuk masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan di Indonesia. Target Kementerian Kesehatan RI saat ini, di antaranya pada 2025 penyakit demam berdarah berkurang, dan 2030 penyakit malaria bisa tereliminasi. Bahkan, dalam 30 tahun terakhir ini, Indonesia mengalami transisi epidemiologi yaitu suatu kondisi berubahnya pola masalah kesehatan yang ditandai dengan beban ganda atau double burden dari pelayanan kesehatan.
Pada kondisi itu, di Indonesia, penyakit menular termasuk penyakit tular vektor masih merupakan masalah kesehatan, sedangkan morbiditas, mortalitas, dan disabilitas akibat penyakit tidak menular semakin meningkat. 

Dalam sambutannya, Menteri Kesehatan (Menkes) Nila Moeloek pada “Seminar Nasional Peringatan Hari Pengendalian Nyamuk 2019” yang dibacakan Dirjen Pencegahan dan Pengendali Penyakit Kemenkes RI Anung Sugihantono, di Hotel MG Setos Semarang, Kamis (22/8/2019) disampaikan, kondisi yang sama juga terjadi di banyak negara berkembang. 
Beberapa pakar menyebut kondisi itu sebagai triple burden karena mereka memisahkan penyakit menular dengan kecelakaan/ruda paksa atau injury.

"Dengan demikian beban masalah yang dihadapi adalah penyakit menular, penyakit tidak menular dan injury," katanya.
Mengingat potensi penyebaran penyakit tular vektor yang sangat banyak dan wilayahnya sangat luas, maka upaya melakukan pengendalian vektor tanpa menganggu ekosistem menjadi ujung tombak dalam rangka upaya pencegahan dan pengendalian penyakit tular vektor di Indonesia.

Pengendalian vektor tidak sederhana karena berkaitan dengan lingkungan sebagai tempat perkembangbiakan yang pada beberapa kesempatan ada hubungannya dengan sumber perekonomian masyarakat.
Selain itu juga berkaitan dengan perilaku masyarakat, yang dipengaruhi oleh berbagai determinan kehidupan sosial kemasyarakat atau kultural di masing-masing daerah.
Pengendalian vektor menjadi tanggungjawab bersama seluruh komponen bangsa, baik pemerintah, masyarakat, akademisi dan/ atau dunia usaha.

"Di Indonesia sudah ditemukan sebanyak 221 spesies nyamuk yang diketahui menjadi vektor penular penyakit infeksi seperti malaria, demam berdarah dengue (DBD), chikungunya, japanese enchepalitis, filariasis, zika dan lainnya," jelasnya.
Di negara tropis seperti Indonesia, nyamuk dengan mudah berkembang biak karena mempunyai habitat yang sesuai, seiring dengan meningkatkan mobilitas penduduk.

Kondisi menyebabkan transmisi penyakit tular nyamuk dapat terjadi di mana saja bukan hanya di kota, namun juga di desa bahkan di daerah pegunungan atau rawa, hutan bakau dan berbagai ekosistem lainnya.
Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo, menyatakan program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) mestinya bisa memberantas vektor nyamuk yang menyebabkan penyakit malaria, DBD, dan lainnya.

"Saya menjadi gemas, kalau program Germas ternyata belum bisa memberantas vektor nyamuk. Solusi pengendalian nyamuk selain Iptek, ya Germas. Germas ini korelasinya dengan pendidikan, ekonomi dan tingkat kesejahteraan," tandasnya.
Kenapa demikian, lanjut Ganjar, ketika pendidikan, ekonomi dan kesejahteraannya baik, nalar pun akan berubah. Tetapi, ketika pengetahuan rendah, ekonominya rendah, otomatis aksesnya juga rendah. 
"Di Jerman, untuk membangun masyarakat sehat, tertib butuh waktu 50 tahun prosesnya. Kita semua harus terlibat mendorong kuat-kuat," pesannya.

 

Baca juga : Tekan Kasus DBD, Ganjar Ajak Beternak Jentik


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu