Follow Us :              

Tangkal Terorisme Pemprov Jateng Rangkul Eks Napiter

  19 February 2020  |   11:10:00  |   dibaca : 1153 
Kategori :
Bagikan :


Tangkal Terorisme Pemprov Jateng Rangkul Eks Napiter

19 February 2020 | 11:10:00 | dibaca : 1153
Kategori :
Bagikan :

Foto : Irfani (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Irfani (Humas Jateng)

SEMARANG - Penanggulangan radikalisme sebagai bibit dari terorisme mutlak membutuhkan sinergi dari seluruh pihak. Di Jawa Tengah, merangkul bekas narapidana teroris menjadi salah satu program strategis. 

Hal itu disampaikan oleh Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Jawa Tengah Haerudin. Menurutnya, paham radikal adalah sikap yang mendambakan perubahan total dan revolusioner dengan menjungkirbalikan nilai-nilai yang ada secara drastis, lewat cara-cara kekerasan. 

Ia mengatakan, orang berpaham radikal memiliki ciri tertentu, seperti tak mau menghargai pendapat dan keyakinan orang lain, bersifat eksklusif dan menganggap orang lain salah. Selain itu, radikalis cenderung menggunakan cara kekerasan untuk mencapai tujuan. 

"Memiliki sikap dan pemahaman radikal saja tak mesti menjadikan seseorang menjadi teroris. Ada faktor lain yang bisa menjerumuskannya dalam jaringan terorisme, di antaranya faktor kemiskinan, pendidikan, ketidakadilan, atau merasa kecewa dengan pemerintah. Adapula faktor kultural dengan pemahaman keagamaan yang dangkal, serta penafsiran kitab suci yang sempit dan leksikal," ujarnya Rabu (19/2/2020). 

Haerudin mengatakan, dari 10.925 narapidana yang kini ditahan di wilayah Jawa Tengah, sebanyak 223 diantaranya adalah napi teroris. Mereka tersebar di 45 lembaga pemasyarakatan. Jumlah napi teroris terbanyak berada di Lapas Kelas IIA Pasir Putih Nusakambangan, Cilacap. 

Di tahun 2019, ada 17 tersangka  teroris yang diciduk oleh aparat keamanan. Mereka diamankan dari tempat berbeda, karena disinyalir memunyai hubungan dengan kelompok teroris. 

"Ada yang ditangkap di Kota Semarang, Surakarta, Sragen, Jepara, Sukoharjo, Kudus, Grobogan dan Salatiga," urainya. 

Dikatakan Haerudin, strategi mencegah dan menangkal radikalisme tidak mungkin hanya mengandalkan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Teroris) semata. Perlu upaya strategis dan sinergis dari berbagai pihak. 

Saat ini Pemprov Jateng telah menggandeng Kemenag, Kemenkumham, MUI, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah dan Yayasan Prasasti Perdamaian serta Yayasan Gema Salam untuk menanggulangi terorisme. 

Pola merangkul kembali eks napi teroris, sempat pula dilakukan oleh Gubernur Jateng Ganjar Pranowo. Seperti pada momen silaturahmi Pemprov Jateng dengan bekas narapidana terorisme di Surakarta. 

Terakhir, upaya cegah tangkal juga dilakukan di kalangan anak muda. Hal itu penting, lantaran paparan radikalisme bisa menyasar lingkungan sekolah atau kampus.

"Di Jawa Tengah, ada 127 eks napi teroris, agar mereka tak kembali ke jaringan teror kita rangkul kembali mereka. Melalui penguatan wawasan kebangsaan dan nasionalisme, reintegrasi serta pemberdayaan bagi bekas napi teroris," ujarnya.


Bagikan :

SEMARANG - Penanggulangan radikalisme sebagai bibit dari terorisme mutlak membutuhkan sinergi dari seluruh pihak. Di Jawa Tengah, merangkul bekas narapidana teroris menjadi salah satu program strategis. 

Hal itu disampaikan oleh Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Jawa Tengah Haerudin. Menurutnya, paham radikal adalah sikap yang mendambakan perubahan total dan revolusioner dengan menjungkirbalikan nilai-nilai yang ada secara drastis, lewat cara-cara kekerasan. 

Ia mengatakan, orang berpaham radikal memiliki ciri tertentu, seperti tak mau menghargai pendapat dan keyakinan orang lain, bersifat eksklusif dan menganggap orang lain salah. Selain itu, radikalis cenderung menggunakan cara kekerasan untuk mencapai tujuan. 

"Memiliki sikap dan pemahaman radikal saja tak mesti menjadikan seseorang menjadi teroris. Ada faktor lain yang bisa menjerumuskannya dalam jaringan terorisme, di antaranya faktor kemiskinan, pendidikan, ketidakadilan, atau merasa kecewa dengan pemerintah. Adapula faktor kultural dengan pemahaman keagamaan yang dangkal, serta penafsiran kitab suci yang sempit dan leksikal," ujarnya Rabu (19/2/2020). 

Haerudin mengatakan, dari 10.925 narapidana yang kini ditahan di wilayah Jawa Tengah, sebanyak 223 diantaranya adalah napi teroris. Mereka tersebar di 45 lembaga pemasyarakatan. Jumlah napi teroris terbanyak berada di Lapas Kelas IIA Pasir Putih Nusakambangan, Cilacap. 

Di tahun 2019, ada 17 tersangka  teroris yang diciduk oleh aparat keamanan. Mereka diamankan dari tempat berbeda, karena disinyalir memunyai hubungan dengan kelompok teroris. 

"Ada yang ditangkap di Kota Semarang, Surakarta, Sragen, Jepara, Sukoharjo, Kudus, Grobogan dan Salatiga," urainya. 

Dikatakan Haerudin, strategi mencegah dan menangkal radikalisme tidak mungkin hanya mengandalkan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Teroris) semata. Perlu upaya strategis dan sinergis dari berbagai pihak. 

Saat ini Pemprov Jateng telah menggandeng Kemenag, Kemenkumham, MUI, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah dan Yayasan Prasasti Perdamaian serta Yayasan Gema Salam untuk menanggulangi terorisme. 

Pola merangkul kembali eks napi teroris, sempat pula dilakukan oleh Gubernur Jateng Ganjar Pranowo. Seperti pada momen silaturahmi Pemprov Jateng dengan bekas narapidana terorisme di Surakarta. 

Terakhir, upaya cegah tangkal juga dilakukan di kalangan anak muda. Hal itu penting, lantaran paparan radikalisme bisa menyasar lingkungan sekolah atau kampus.

"Di Jawa Tengah, ada 127 eks napi teroris, agar mereka tak kembali ke jaringan teror kita rangkul kembali mereka. Melalui penguatan wawasan kebangsaan dan nasionalisme, reintegrasi serta pemberdayaan bagi bekas napi teroris," ujarnya.


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu