Follow Us :              

Desa Saudara Jadi Solusi Warga Lereng Merapi Saat Hadapi Erupsi

  08 July 2020  |   15:00:00  |   dibaca : 1974 
Kategori :
Bagikan :


Desa Saudara Jadi Solusi Warga Lereng Merapi Saat Hadapi Erupsi

08 July 2020 | 15:00:00 | dibaca : 1974
Kategori :
Bagikan :

Foto : Slam (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Slam (Humas Jateng)

BOYOLALI - Pengalaman menghadapi letusan di tahun 2010 membuat Sumar Sabar (72) tidak gentar jika erupsi Gunung Merapi kembali terjadi. Terlebih desa tempatnya tinggal, Dusun Stabelan, Desa Tlogolele punya dua desa saudara.

Desa saudara atau sister village berfungsi jika salah satu desa tersebut mengalami bencana maka desa yang satu jadi tujuan pengungsian. Desa Tlogolele itu punya dua desa saudara, yakni Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, dan Desa Mertoyudan, Kota Magelang. 

Mbah Sumar, sapaan akrabnya, tidak ingat sudah berapa kali Gunung Merapi erupsi sepanjang Ia bermukim. Namun, baginya yang paling menakutkan adalah letusan di tahun 2010. Kala itu semua warga berlarian. Teriakan-teriakan ketakutan terdengar di mana-mana. Satu-satunya yang menenangkan adalah kesigapan perangkat desa serta relawan-relawan bencana. Mereka dengan sigap mengumpulkan warga kemudian mengevakuasi ke tempat aman.

"Dibawa ke Mertoyudan Magelang, ngungsi di sana 40 hari," kata Sumar, Rabu (8/7/2020). 

Selain pakaian secukupnya, Mbah Sumar mengaku hanya membawa surat-surat penting seperti KTP, KK, sertifikat tanah dan surat nikah. Hewan ternak yang Ia punya, meski tidak bisa dibawa tapi akhirnya masih tetap bernyawa sampai Ia kembali. Sepulang dari tempat pengungsian, Ia baru mengetahui bahwa Mertoyudan merupakan desa saudara yang dimiliki desanya. 

"Setelah itu kan ada letusan beberapa kali tapi tidak besar. Ya kami sudah tenang karena sudah dijelaskan harus bagaimana ketika meletus. Tetangga-tetangga juga sudah ngerti," katanya. 

Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo yang mengunjungi Desa Tlogolele mengapresiasi adanya desa saudara. Ganjar mengatakan secara mental masyarakat sudah siap menghadapi bencana. Terlebih, desa tertinggi di lereng Gunung Merapi yang berada di Kabupaten Boyolali itu memiliki pengalaman dan kebiasaan menghadapi Merapi dalam kondisi apapun. 

"Dan yang menarik di desa ini punya desa saudara dalam penanganan bencana, ini keren. Apalagi melibatkan dua kabupaten. Ini bisa dijadikan percontohan nasional. Jadi urusan bencana itu tidak ada urusan dengan suku agama ras golongan ataupun kesukuan," kata Ganjar. 

Kerja sama ini, lanjut Ganjar, merupakan khas rasa persatuan Indonesia. Nilai-nilai yang dipraktekkan masyarakat Tlogolele itu harus dijaga dan ditularkan. Langkah selanjutnya, Ganjar kini telah menyiapkan untuk membantu warga Tlogolele berlatih evakuasi sebagai cara pengurangan risiko bencana.

"Kalau di negara maju mereka latihan dua kali satu tahun, nah kita satu kali setahun saja sudah bagus. Ini kita siaga Merapi seperti ini masyarakat bisa sadar betul. Saya terima kasih perangkat desa dan kecamatannya bagus. Tadi juga tanya kepada warga bagaimana takut tidak, tidak pak. Sudah biasa," kata Ganjar.


Bagikan :

BOYOLALI - Pengalaman menghadapi letusan di tahun 2010 membuat Sumar Sabar (72) tidak gentar jika erupsi Gunung Merapi kembali terjadi. Terlebih desa tempatnya tinggal, Dusun Stabelan, Desa Tlogolele punya dua desa saudara.

Desa saudara atau sister village berfungsi jika salah satu desa tersebut mengalami bencana maka desa yang satu jadi tujuan pengungsian. Desa Tlogolele itu punya dua desa saudara, yakni Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, dan Desa Mertoyudan, Kota Magelang. 

Mbah Sumar, sapaan akrabnya, tidak ingat sudah berapa kali Gunung Merapi erupsi sepanjang Ia bermukim. Namun, baginya yang paling menakutkan adalah letusan di tahun 2010. Kala itu semua warga berlarian. Teriakan-teriakan ketakutan terdengar di mana-mana. Satu-satunya yang menenangkan adalah kesigapan perangkat desa serta relawan-relawan bencana. Mereka dengan sigap mengumpulkan warga kemudian mengevakuasi ke tempat aman.

"Dibawa ke Mertoyudan Magelang, ngungsi di sana 40 hari," kata Sumar, Rabu (8/7/2020). 

Selain pakaian secukupnya, Mbah Sumar mengaku hanya membawa surat-surat penting seperti KTP, KK, sertifikat tanah dan surat nikah. Hewan ternak yang Ia punya, meski tidak bisa dibawa tapi akhirnya masih tetap bernyawa sampai Ia kembali. Sepulang dari tempat pengungsian, Ia baru mengetahui bahwa Mertoyudan merupakan desa saudara yang dimiliki desanya. 

"Setelah itu kan ada letusan beberapa kali tapi tidak besar. Ya kami sudah tenang karena sudah dijelaskan harus bagaimana ketika meletus. Tetangga-tetangga juga sudah ngerti," katanya. 

Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo yang mengunjungi Desa Tlogolele mengapresiasi adanya desa saudara. Ganjar mengatakan secara mental masyarakat sudah siap menghadapi bencana. Terlebih, desa tertinggi di lereng Gunung Merapi yang berada di Kabupaten Boyolali itu memiliki pengalaman dan kebiasaan menghadapi Merapi dalam kondisi apapun. 

"Dan yang menarik di desa ini punya desa saudara dalam penanganan bencana, ini keren. Apalagi melibatkan dua kabupaten. Ini bisa dijadikan percontohan nasional. Jadi urusan bencana itu tidak ada urusan dengan suku agama ras golongan ataupun kesukuan," kata Ganjar. 

Kerja sama ini, lanjut Ganjar, merupakan khas rasa persatuan Indonesia. Nilai-nilai yang dipraktekkan masyarakat Tlogolele itu harus dijaga dan ditularkan. Langkah selanjutnya, Ganjar kini telah menyiapkan untuk membantu warga Tlogolele berlatih evakuasi sebagai cara pengurangan risiko bencana.

"Kalau di negara maju mereka latihan dua kali satu tahun, nah kita satu kali setahun saja sudah bagus. Ini kita siaga Merapi seperti ini masyarakat bisa sadar betul. Saya terima kasih perangkat desa dan kecamatannya bagus. Tadi juga tanya kepada warga bagaimana takut tidak, tidak pak. Sudah biasa," kata Ganjar.


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu