Follow Us :              

Rakor PMK, Gubernur Jateng Usulkan Penanganan Berbasis Zona

  27 June 2022  |   19:00:00  |   dibaca : 438 
Kategori :
Bagikan :


Rakor PMK, Gubernur Jateng Usulkan Penanganan Berbasis Zona

27 June 2022 | 19:00:00 | dibaca : 438
Kategori :
Bagikan :

Foto : Slam (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Slam (Humas Jateng)

SEMARANG - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan dalam penanganan maupun karantina penyakit mulut dan kuku (PMK) lebih baik berbasis zona bukan wilayah pemerintahan. Hal itu untuk mengantisipasi pergerakan hewan ternak dan elemen lain pembawa virus di sekitar wilayah terdekat. 

"Tadi ada yang usul basis desa atau kecamatan. Kalau menurut saya zona, apakah desa dan beberapa desa atau kecamatan dan beberapa kecamatan, sehingga tidak terbatas hanya di wilayah satu pemerintahan. Kadang-kadang kan sapinya juga "piknik-piknik", (pindah). Dan ini tidak hanya sapi saja, ada kerbau, babi, kambing, (semua) hewan yang kuku belah," katanya usai mengikuti rapat koordinasi secara daring bersama Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan terkait penanganan PMK, Senin (27/6/2022). 

Gubernur memberikan contoh, dari beberapa kasus yang dilacak, ditemukan hewan ternak di satu lokasi, tidak pernah keluar kandang tetapi tetap terinfeksi PMK. Kuat dugaan penularan terjadi karena ada hewan ternak lain seperti kambing yang berkeliaran di sekitar kandang. Maka dari itu diperlukan karantina untuk hewan ternak kuku belah. 

"Ini yang penting dilakukan, dan SOP-nya harus kita siapkan, karena penularan virusnya airborne, jadi dibawa udara dan jauh lebih berbahaya. Sejauh ini belum ada masker untuk sapi jadi agak riskan memang penularannya," katanya. 

Gubernur menjelaskan, PMK telah menjadi PR bersama karena penularan kasusnya cukup eksponensial. Meski demikian ia optimis penyakit ini dapat dikendalikan karena masyarakat sudah memiliki pengalaman dalam menghadapi pandemi Covid-19. Menurut Ganjar, satu hal penting untuk penanganan kasus ini adalah data. 

"Yang mendata, sementara ini ada penyuluh. Kita mempercayakan kepada kawan-kawan yang sering berhubungan dengan ternak, kelompok ternak, dan seterusnya. Teman-teman yang bekerja sebagai inseminator (pemijahan) biasanya juga sangat "akrab" (tahu) sama sapi, ini juga bisa digunakan. Kampus dan mahasiswa bisa digunakan, konsepnya sudah ada," jelas Ganjar. 

Selain itu di Jawa Tengah juga ada gerakan Jogo Ternak dan Bolo Ternak yang harus dimaksimalkan untuk melakukan pengecekan agar tidak hanya menjadi jargon semata. Pada dinas terkait, Gubernur juga memberi arahan, diantaranya tentang percepatan vaksinasi hewan. 

"Beberapa item tadi kita sampaikan kepada kawan-kawan dinas setelah rapat dengan Menko Marves agar dilakukan percepatan karena faktanya memang kebutuhan vaksin kita masih jauh (lebih banyak) dari yang ada," ungkapnya. 

Sejauh ini jumlah vaksin yang sudah diperoleh Jawa Tengah baru 75.500 dosis. Padahal jumlah hewan ternak, baik sapi maupun kerbau, yang ada di Jawa Tengah sekitar 2,1 juta ekor. Agar semua dapat divaksinasi maka membutukan sekitar 6 juta vaksin. 

"Kita butuh kira-kira 6 jutaan vaksin karena akan ada tiga kali (suntik). Minimal kalau enam bulan ke depan ini bisa disuntik vaksin pertama, itu bisa cepat (teratasi). Maka saya minta carikan vaksinnya. Tadi keputusannya Kementan sudah ada ahli untuk membuat vaksin sendiri. Tadi diperintahkan oleh Menko Marves untuk dicari produk yang dalam negeri," katanya. 

Dalam rapat bersama Menko Marves, Gubernur juga menyampaikan temuan di lapangan, terkait penularan ternyata bukan hanya lewat perantara hewan, terapi juga manusia. Hewan ternak sudah dikarantina di kandang dan tidak pergi ke mana-mana, tetapi justru pedagang bergerak dari kandang ke kandang. Hal itu menjadi salah satu yang harus diwaspadai. 

"Ketika blantik-nya, orang yang jual-beli ternaknya keliling, hati-hati karena itu juga bisa membawa virus. Jadi maunya hanya melihat-lihat terus kemudian ternyata ia membawa dari satu kandang ke kandang yang lain. Itu juga perhatian musti dilakukan," ujar Ganjar. 

Selain kebutuhan vaksin, ia mengaku pihaknya saat ini juga sedang menghitung kebutuhan PCR, laboratorium, dan peralatan, serta obat-obatan yang dibutuhkan dalam penanggulangan PMK ini. Jumlah total kebutuhan itu akan menjadi acuan dalam pendanaanya. Terkait pendanaan, setiap kabupaten/kota dan provinsi saat ini juga sedang menyiapkan anggaran untuk penanganan PMK. 

"Terakhir tentu kita bicara soal sumber dana dan dampaknya. Sumber dana dari pusat akan ada PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) yang akan dikeluarkan kurang lebih Rp4,6 triliun dan sedang dibicarakan dengan Menteri Keuangan. Daerah juga menyiapkan, baik di level kabupaten/kota maupun provinsi. Setelah ada hitungan ekonominya tentu kita akan menghitung dampak sosial ekonominya. Yang paling bagus, sebelum vaksinnya lebih masif, upayakan semua ternaknya tidak bergerak," pungkas Ganjar.


Bagikan :

SEMARANG - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan dalam penanganan maupun karantina penyakit mulut dan kuku (PMK) lebih baik berbasis zona bukan wilayah pemerintahan. Hal itu untuk mengantisipasi pergerakan hewan ternak dan elemen lain pembawa virus di sekitar wilayah terdekat. 

"Tadi ada yang usul basis desa atau kecamatan. Kalau menurut saya zona, apakah desa dan beberapa desa atau kecamatan dan beberapa kecamatan, sehingga tidak terbatas hanya di wilayah satu pemerintahan. Kadang-kadang kan sapinya juga "piknik-piknik", (pindah). Dan ini tidak hanya sapi saja, ada kerbau, babi, kambing, (semua) hewan yang kuku belah," katanya usai mengikuti rapat koordinasi secara daring bersama Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan terkait penanganan PMK, Senin (27/6/2022). 

Gubernur memberikan contoh, dari beberapa kasus yang dilacak, ditemukan hewan ternak di satu lokasi, tidak pernah keluar kandang tetapi tetap terinfeksi PMK. Kuat dugaan penularan terjadi karena ada hewan ternak lain seperti kambing yang berkeliaran di sekitar kandang. Maka dari itu diperlukan karantina untuk hewan ternak kuku belah. 

"Ini yang penting dilakukan, dan SOP-nya harus kita siapkan, karena penularan virusnya airborne, jadi dibawa udara dan jauh lebih berbahaya. Sejauh ini belum ada masker untuk sapi jadi agak riskan memang penularannya," katanya. 

Gubernur menjelaskan, PMK telah menjadi PR bersama karena penularan kasusnya cukup eksponensial. Meski demikian ia optimis penyakit ini dapat dikendalikan karena masyarakat sudah memiliki pengalaman dalam menghadapi pandemi Covid-19. Menurut Ganjar, satu hal penting untuk penanganan kasus ini adalah data. 

"Yang mendata, sementara ini ada penyuluh. Kita mempercayakan kepada kawan-kawan yang sering berhubungan dengan ternak, kelompok ternak, dan seterusnya. Teman-teman yang bekerja sebagai inseminator (pemijahan) biasanya juga sangat "akrab" (tahu) sama sapi, ini juga bisa digunakan. Kampus dan mahasiswa bisa digunakan, konsepnya sudah ada," jelas Ganjar. 

Selain itu di Jawa Tengah juga ada gerakan Jogo Ternak dan Bolo Ternak yang harus dimaksimalkan untuk melakukan pengecekan agar tidak hanya menjadi jargon semata. Pada dinas terkait, Gubernur juga memberi arahan, diantaranya tentang percepatan vaksinasi hewan. 

"Beberapa item tadi kita sampaikan kepada kawan-kawan dinas setelah rapat dengan Menko Marves agar dilakukan percepatan karena faktanya memang kebutuhan vaksin kita masih jauh (lebih banyak) dari yang ada," ungkapnya. 

Sejauh ini jumlah vaksin yang sudah diperoleh Jawa Tengah baru 75.500 dosis. Padahal jumlah hewan ternak, baik sapi maupun kerbau, yang ada di Jawa Tengah sekitar 2,1 juta ekor. Agar semua dapat divaksinasi maka membutukan sekitar 6 juta vaksin. 

"Kita butuh kira-kira 6 jutaan vaksin karena akan ada tiga kali (suntik). Minimal kalau enam bulan ke depan ini bisa disuntik vaksin pertama, itu bisa cepat (teratasi). Maka saya minta carikan vaksinnya. Tadi keputusannya Kementan sudah ada ahli untuk membuat vaksin sendiri. Tadi diperintahkan oleh Menko Marves untuk dicari produk yang dalam negeri," katanya. 

Dalam rapat bersama Menko Marves, Gubernur juga menyampaikan temuan di lapangan, terkait penularan ternyata bukan hanya lewat perantara hewan, terapi juga manusia. Hewan ternak sudah dikarantina di kandang dan tidak pergi ke mana-mana, tetapi justru pedagang bergerak dari kandang ke kandang. Hal itu menjadi salah satu yang harus diwaspadai. 

"Ketika blantik-nya, orang yang jual-beli ternaknya keliling, hati-hati karena itu juga bisa membawa virus. Jadi maunya hanya melihat-lihat terus kemudian ternyata ia membawa dari satu kandang ke kandang yang lain. Itu juga perhatian musti dilakukan," ujar Ganjar. 

Selain kebutuhan vaksin, ia mengaku pihaknya saat ini juga sedang menghitung kebutuhan PCR, laboratorium, dan peralatan, serta obat-obatan yang dibutuhkan dalam penanggulangan PMK ini. Jumlah total kebutuhan itu akan menjadi acuan dalam pendanaanya. Terkait pendanaan, setiap kabupaten/kota dan provinsi saat ini juga sedang menyiapkan anggaran untuk penanganan PMK. 

"Terakhir tentu kita bicara soal sumber dana dan dampaknya. Sumber dana dari pusat akan ada PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) yang akan dikeluarkan kurang lebih Rp4,6 triliun dan sedang dibicarakan dengan Menteri Keuangan. Daerah juga menyiapkan, baik di level kabupaten/kota maupun provinsi. Setelah ada hitungan ekonominya tentu kita akan menghitung dampak sosial ekonominya. Yang paling bagus, sebelum vaksinnya lebih masif, upayakan semua ternaknya tidak bergerak," pungkas Ganjar.


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu