Foto : Handy (Humas Jateng)
Foto : Handy (Humas Jateng)
SEMARANG - BPJS Kesehatan yang menunjukkan data kepesertaan BPJS Kesehatan masyarakat Jateng, per September 2022 masih di angka 85,89 persen. Terkait dengan masalah ini, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jateng, Sumarno mengatakan, pihaknya membutuhkan "peta" agar bisa mengidentifikasi kalangan masyarakat yang belum menjadi peserta BPJS Kesehatan. Dengan cara itu, maka Pemprov Jateng akan lebih akurat dalam memberikan intervensi.
"Misalnya pedagang pasar. Kita nanti sosialisasinya masuk pasar. Kita butuh peta secara lebih detil," tandasnya. Apabila yang belum menjadi peserta ditemukan banyak yang dari kalangan penerima upah, lanjut dia, maka pemerintah bisa mendesak para pemilik badan usaha untuk mengikutsertakan pekerjanya menjadi peserta BPJS Kesehatan.
Deputi Direksi BPJS Kesehatan wilayah Jawa Tengah (Jateng) DIY Dwi Martiningsih menyebut, kepesertaan BPJS Kesehatan masyarakat Jateng, per September 2022 masih lebih rendah dibandingkan angka kepesertaan nasional.
"Cakupan kepesertaan nasional, per September 2022 adalah 88,69%. Saat ini 243 juta penduduk Indonesia sudah mempunyai perlindungan terhadap jaminan kesehatan dari total penduduk 275 juta, baru saja disampaikan berdasarkan data semester I tahun 2022. Jadi ini data dari Dukcapil. Bagaimana untuk Jateng? Jadi per September, Jateng 85,89 persen atau masih sedikit di bawah angka nasional," terang Dwi pada Rapat Pencapaian Perluasan Kepesertaan JKN di Kantor Gubernur, Rabu (14/09/2022).
Meski cakupannya masih di bawah nasional, tapi per Agustus 2022, ada 7 kabupaten/ kota di Jateng yang cakupannya sudah dari 95 persen. Ke-7 kabupaten/ kota yang kepesertaannya sudah mencapai 95 persen, diresmikan sebagai Universal Health Coverage (UHC). Tujuh daerah itu adalah Kota Semarang, Kota Magelang, Kota Surakarta, Kota Salatiga, Kabupaten Klaten, Kabupaten Kudus dan Kabupaten Rembang.
"Namun ini masih ada 5 kabupaten/ kota yang cakupannya masih di bawah 80 persen. Kami terima kasih sekali Ibu Kadinkes (Jateng) ini mempunyai komitmen tinggi untuk mensupport, dari Dinsos juga, dan kami bersama-sama juga dengan Dukcapil, karena pendataan ini sangat penting untuk meningkatkan coverage dari cakupan semesta (UHC) ini," jelasnya.
Kelima kabupaten di Jateng yang cakupan kepesertaannya per Agustus 2022 masih di bawah 80 persen adalah Kabupaten Banjarnegara (79,58 persen), Kabupaten Cilacap (79,33 persen) dan Kabupaten Wonogiri (77,56 persen). Dia kabupaten berikutnya adalah Kabupaten Grobogan (77,53 persen) dan Kabupaten Blora (77,50 persen).
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jateng, Yunita Dyah Suminar menambahkan, untuk menarik kepesertaan masyarakat yang membayar iuran secara mandiri, perlu banyak dilakukan edukasi agar masyarakat paham manfaat memiliki jaminan kesehatan. Di samping itu, BPJS Kesehatan bisa menarik minat mereka dengan cara (misalnya) menyelenggarakan program deteksi dini.
"Contohnya adalah deteksi dini. Sebetulnya ini sangat bisa mendorong orang untuk bisa menjadi peserta mandiri, selain dari PNS, atau mungkin PBI (Penerima Bantuan Iuran). Hanya mungkin yang perlu (dilakukan),supaya kepesertaan mandiri ini lebih meningkat, mungkin prosedur (deteksi dini) jangan terlalu sulit," saran Kepala Dinkes Jateng.
SEMARANG - BPJS Kesehatan yang menunjukkan data kepesertaan BPJS Kesehatan masyarakat Jateng, per September 2022 masih di angka 85,89 persen. Terkait dengan masalah ini, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jateng, Sumarno mengatakan, pihaknya membutuhkan "peta" agar bisa mengidentifikasi kalangan masyarakat yang belum menjadi peserta BPJS Kesehatan. Dengan cara itu, maka Pemprov Jateng akan lebih akurat dalam memberikan intervensi.
"Misalnya pedagang pasar. Kita nanti sosialisasinya masuk pasar. Kita butuh peta secara lebih detil," tandasnya. Apabila yang belum menjadi peserta ditemukan banyak yang dari kalangan penerima upah, lanjut dia, maka pemerintah bisa mendesak para pemilik badan usaha untuk mengikutsertakan pekerjanya menjadi peserta BPJS Kesehatan.
Deputi Direksi BPJS Kesehatan wilayah Jawa Tengah (Jateng) DIY Dwi Martiningsih menyebut, kepesertaan BPJS Kesehatan masyarakat Jateng, per September 2022 masih lebih rendah dibandingkan angka kepesertaan nasional.
"Cakupan kepesertaan nasional, per September 2022 adalah 88,69%. Saat ini 243 juta penduduk Indonesia sudah mempunyai perlindungan terhadap jaminan kesehatan dari total penduduk 275 juta, baru saja disampaikan berdasarkan data semester I tahun 2022. Jadi ini data dari Dukcapil. Bagaimana untuk Jateng? Jadi per September, Jateng 85,89 persen atau masih sedikit di bawah angka nasional," terang Dwi pada Rapat Pencapaian Perluasan Kepesertaan JKN di Kantor Gubernur, Rabu (14/09/2022).
Meski cakupannya masih di bawah nasional, tapi per Agustus 2022, ada 7 kabupaten/ kota di Jateng yang cakupannya sudah dari 95 persen. Ke-7 kabupaten/ kota yang kepesertaannya sudah mencapai 95 persen, diresmikan sebagai Universal Health Coverage (UHC). Tujuh daerah itu adalah Kota Semarang, Kota Magelang, Kota Surakarta, Kota Salatiga, Kabupaten Klaten, Kabupaten Kudus dan Kabupaten Rembang.
"Namun ini masih ada 5 kabupaten/ kota yang cakupannya masih di bawah 80 persen. Kami terima kasih sekali Ibu Kadinkes (Jateng) ini mempunyai komitmen tinggi untuk mensupport, dari Dinsos juga, dan kami bersama-sama juga dengan Dukcapil, karena pendataan ini sangat penting untuk meningkatkan coverage dari cakupan semesta (UHC) ini," jelasnya.
Kelima kabupaten di Jateng yang cakupan kepesertaannya per Agustus 2022 masih di bawah 80 persen adalah Kabupaten Banjarnegara (79,58 persen), Kabupaten Cilacap (79,33 persen) dan Kabupaten Wonogiri (77,56 persen). Dia kabupaten berikutnya adalah Kabupaten Grobogan (77,53 persen) dan Kabupaten Blora (77,50 persen).
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jateng, Yunita Dyah Suminar menambahkan, untuk menarik kepesertaan masyarakat yang membayar iuran secara mandiri, perlu banyak dilakukan edukasi agar masyarakat paham manfaat memiliki jaminan kesehatan. Di samping itu, BPJS Kesehatan bisa menarik minat mereka dengan cara (misalnya) menyelenggarakan program deteksi dini.
"Contohnya adalah deteksi dini. Sebetulnya ini sangat bisa mendorong orang untuk bisa menjadi peserta mandiri, selain dari PNS, atau mungkin PBI (Penerima Bantuan Iuran). Hanya mungkin yang perlu (dilakukan),supaya kepesertaan mandiri ini lebih meningkat, mungkin prosedur (deteksi dini) jangan terlalu sulit," saran Kepala Dinkes Jateng.
Berita Terbaru