Follow Us :              

Komitmen Jateng Turunkan Stunting Tuai Apresiasi BKKBN

  13 December 2022  |   14:00:00  |   dibaca : 457 
Kategori :
Bagikan :


Komitmen Jateng Turunkan Stunting Tuai Apresiasi BKKBN

13 December 2022 | 14:00:00 | dibaca : 457
Kategori :
Bagikan :

Foto : Handy (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Handy (Humas Jateng)

SEMARANG - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) memberikan apresiasi pada Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang berhasil menurunkan angka stunting secara signifikan. Data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2019, prevalensi stunting Jawa Tengah masih di angka 27,68 persen. Di 2021 turun menjadi 20,9 persen. 

Saat membuka kegiatan Evaluasi Program Percepatan Penurunan Stunting, Selasa (13/12/2022) di Hotel Aruss, Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen menyampaikan terima kasih atas apresiasi yang diberikan. Wagub juga mengingatkan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) yang dipimpinnya, bahwa masih banyak persoalan yang perlu diperhatikan. 

Wagub membeberkan, beberapa persoalan tersebut adalah calon pengantin dan ibu hamil yang berisiko melahirkan generasi stunting karena memiliki penyakit penyerta. Selain itu, remaja putri penerima pemeriksaan status anemia masih tergolong rendah. 

"Perlu saya sampaikan juga, jumlah berisiko stunting di Jateng ada 57 rujukan calon pengantin, ada 891 rujukan ibu hamil, dan 716 anak baduta (bawah usia dua tahun) menjadi rujukan. Ini potensi yang paling berisiko," tuturnya. 

Wagub menambahkan, stunting terjadi tidak hanya dipengaruhi faktor kemiskinan. Tetapi juga perilaku hidup bersih masyarakat. Sebesar 25 persen stunting, disumbang dari masyarakat yang status sosialnya menengah ke atas. 

"Tadi disampaikan (BKKBN) 25 persen stunting ini penyumbangnya masyarakat menengah ke atas. Artinya di daerah-daerah yang notabenenya mungkin ekonominya sudah mapan, akan tetapi kebiasaan kesehatan, kebiasaan hidup sehat ini masih belum sesuai," ungkapnya. 

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah masih memiliki waktu kurang lebih dua tahun hingga 2024 nanti, untuk menurunkan prevalensi stunting sebesar 14 persen, sesuai target pemerintah pusat. Taj Yasin meminta agar waktu yang ada dimanfaatkan dengan baik. Anggota TPPS wajib bekerja kelompok, lintas sektoral. Sebab, persoalan stunting tidak bisa diatasi sendiri, per individu, ataupun per lembaga. 

Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Tengah Widwiono membeberkan, selama 2019 hingga 2021, Jateng berhasil menurunkan stunting lebih cepat dari pemerintah pusat. Di tahun 2019, angka stunting nasional sama dengan Jawa Tengah, yakni sebesar 27 persen 

"Tapi (2021) di Jateng bisa turun menjadi 20,9 persen, tapi angka nasional masih di angka 24 persen" urainya 

Widwiono-pun menyampaikan terima kasih atas kerja keras TPPS Jawa Tengah yang berhasil menurunkan angka stunting secara signifikan. Pihaknya optimis, dengan komitmen Jateng didukung semua stakeholder, target penurunannya di 2024 akan tercapai dengan baik.


Bagikan :

SEMARANG - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) memberikan apresiasi pada Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang berhasil menurunkan angka stunting secara signifikan. Data Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2019, prevalensi stunting Jawa Tengah masih di angka 27,68 persen. Di 2021 turun menjadi 20,9 persen. 

Saat membuka kegiatan Evaluasi Program Percepatan Penurunan Stunting, Selasa (13/12/2022) di Hotel Aruss, Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen menyampaikan terima kasih atas apresiasi yang diberikan. Wagub juga mengingatkan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) yang dipimpinnya, bahwa masih banyak persoalan yang perlu diperhatikan. 

Wagub membeberkan, beberapa persoalan tersebut adalah calon pengantin dan ibu hamil yang berisiko melahirkan generasi stunting karena memiliki penyakit penyerta. Selain itu, remaja putri penerima pemeriksaan status anemia masih tergolong rendah. 

"Perlu saya sampaikan juga, jumlah berisiko stunting di Jateng ada 57 rujukan calon pengantin, ada 891 rujukan ibu hamil, dan 716 anak baduta (bawah usia dua tahun) menjadi rujukan. Ini potensi yang paling berisiko," tuturnya. 

Wagub menambahkan, stunting terjadi tidak hanya dipengaruhi faktor kemiskinan. Tetapi juga perilaku hidup bersih masyarakat. Sebesar 25 persen stunting, disumbang dari masyarakat yang status sosialnya menengah ke atas. 

"Tadi disampaikan (BKKBN) 25 persen stunting ini penyumbangnya masyarakat menengah ke atas. Artinya di daerah-daerah yang notabenenya mungkin ekonominya sudah mapan, akan tetapi kebiasaan kesehatan, kebiasaan hidup sehat ini masih belum sesuai," ungkapnya. 

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah masih memiliki waktu kurang lebih dua tahun hingga 2024 nanti, untuk menurunkan prevalensi stunting sebesar 14 persen, sesuai target pemerintah pusat. Taj Yasin meminta agar waktu yang ada dimanfaatkan dengan baik. Anggota TPPS wajib bekerja kelompok, lintas sektoral. Sebab, persoalan stunting tidak bisa diatasi sendiri, per individu, ataupun per lembaga. 

Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Tengah Widwiono membeberkan, selama 2019 hingga 2021, Jateng berhasil menurunkan stunting lebih cepat dari pemerintah pusat. Di tahun 2019, angka stunting nasional sama dengan Jawa Tengah, yakni sebesar 27 persen 

"Tapi (2021) di Jateng bisa turun menjadi 20,9 persen, tapi angka nasional masih di angka 24 persen" urainya 

Widwiono-pun menyampaikan terima kasih atas kerja keras TPPS Jawa Tengah yang berhasil menurunkan angka stunting secara signifikan. Pihaknya optimis, dengan komitmen Jateng didukung semua stakeholder, target penurunannya di 2024 akan tercapai dengan baik.


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu