Follow Us :              

Kemiskinan Jateng Turun 0,30%, Pj Gubernur Minta Semua Pihak Turun ke Lapangan

  01 July 2024  |   12:30:00  |   dibaca : 122 
Kategori :
Bagikan :


Kemiskinan Jateng Turun 0,30%, Pj Gubernur Minta Semua Pihak Turun ke Lapangan

01 July 2024 | 12:30:00 | dibaca : 122
Kategori :
Bagikan :

Foto : (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : (Humas Jateng)

SEMARANG – Pemerintah Provinsi Jawa Tengah berhasil menurunkan angka kemiskinan di daerahnya dalam setahun terakhir. Berdasarkan rilis dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jateng, persentase penduduk miskin pada Maret 2024 sebesar 10,47%, atau turun sebanyak 0,30% daripada Maret 2023 (10,77%).

"Meskipun (angka kemiskinan) sudah menurun. Kita harus tetap bekerja lebih keras. Saya mengapresiasi stakeholder dan instansi terkait, atas segala yang dilakukan dalam rangka penurunan angka kemiskinan ini," ucap Pj Gubernur Jawa Tengah, Komjen Pol (P) Drs. Nana Sudjana A.S., M.M., di Kantor BPS Jateng, Kota Semarang pada Senin, 1 Juli 2024.

Hingga Maret 2024, jumlah penduduk miskin di Jateng tercatat sebanyak 3,70 juta orang. Jumlah itu mengalami penurunan sebanyak 87,17 ribu orang dari Maret 2023 (3,79 juta orang).

Ditinjau dari tempat tinggalnya, jumlah penduduk miskin di perdesaan mengalami penurunan sebanyak 0,53% pada Maret 2024 (11,34%) terhadap Maret 2023 (11,87%). Sementara di perkotaan, pada Maret 2024 jumlahnya sebanyak 9,71%, atau turun 0,07% daripada Maret 2023 (9,78%).

Pj Gubernur menjelaskan, upaya penanganan kemiskinan tidak dapat dilakukan sendiri oleh pemerintah. Namun, diperlukan kolaborasi antara pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, swasta, lembaga sosial, serta instansi-instansi terkait, seperti BPS, Bank Indonesia, Badan Urusan Logistik (Bulog), dan lainnya.

"Saya minta agar terus mengupayakan program yang efektif, menurunkan kemiskinan dan menghasilkan terobosan baru," jelasnya.

Beberapa cara yang perlu ditingkatkan, antara lain menjaga stabilitas harga, mengupayakan pertumbuhan ekonomi yang positif, dan memberikan bantuan sosial kepada masyarakat miskin, terutama miskin ekstrem.

"Ini harus dilakukan dengan tepat sasaran, jangan sampai salah sasaran. Kita juga harus rajin ikuti perkembangan dan turun ke lapangan, serta mengantisipasi perubahan-perubahan ekstrem, yang berdampak pada kehidupan sosial kemasyarakatan," ucap Pj Gubernur.

Sementara itu, Kepala BPS Provinsi Jawa Tengah, Dadang Hardiwan mengatakan, selain persentase angka kemiskinan, indeks kedalaman kemiskinan juga mengalami penurunan.

"Ada fenomena sosial ekonomi yang mempengaruhi penurunan kemiskinan. Di antaranya penurunan tingkat pengangguran terbuka (TPT), nilai tukar petani (NTP) meningkat, perekonomian triwulan I/2024 tumbuh sebesar 4,97 persen (y-on-y), dan penurunan inflasi tahun ke tahun, (seperti) inflasi pada periode Maret 2024 terhadap Maret 2023 (3,40 persen)," katanya.

Dadang menyampaikan, penurunan persentase penduduk miskin juga dipengaruhi oleh intervensi kemiskinan ekstrem yang selama ini terus digalakkan oleh pemerintah dan pihak-pihak terkait.

Ia menjelaskan, persentase kemiskinan sebesar 10,47% merupakan capaian terendah dari tahun-tahun sebelumnya. Bahkan sebelum covid-19, persentasenya masih berada di atas angka tersebut.

"Dari catatan kami, memang 10,47 persen ini yang paling rendah," jelasnya.


Bagikan :

SEMARANG – Pemerintah Provinsi Jawa Tengah berhasil menurunkan angka kemiskinan di daerahnya dalam setahun terakhir. Berdasarkan rilis dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jateng, persentase penduduk miskin pada Maret 2024 sebesar 10,47%, atau turun sebanyak 0,30% daripada Maret 2023 (10,77%).

"Meskipun (angka kemiskinan) sudah menurun. Kita harus tetap bekerja lebih keras. Saya mengapresiasi stakeholder dan instansi terkait, atas segala yang dilakukan dalam rangka penurunan angka kemiskinan ini," ucap Pj Gubernur Jawa Tengah, Komjen Pol (P) Drs. Nana Sudjana A.S., M.M., di Kantor BPS Jateng, Kota Semarang pada Senin, 1 Juli 2024.

Hingga Maret 2024, jumlah penduduk miskin di Jateng tercatat sebanyak 3,70 juta orang. Jumlah itu mengalami penurunan sebanyak 87,17 ribu orang dari Maret 2023 (3,79 juta orang).

Ditinjau dari tempat tinggalnya, jumlah penduduk miskin di perdesaan mengalami penurunan sebanyak 0,53% pada Maret 2024 (11,34%) terhadap Maret 2023 (11,87%). Sementara di perkotaan, pada Maret 2024 jumlahnya sebanyak 9,71%, atau turun 0,07% daripada Maret 2023 (9,78%).

Pj Gubernur menjelaskan, upaya penanganan kemiskinan tidak dapat dilakukan sendiri oleh pemerintah. Namun, diperlukan kolaborasi antara pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, swasta, lembaga sosial, serta instansi-instansi terkait, seperti BPS, Bank Indonesia, Badan Urusan Logistik (Bulog), dan lainnya.

"Saya minta agar terus mengupayakan program yang efektif, menurunkan kemiskinan dan menghasilkan terobosan baru," jelasnya.

Beberapa cara yang perlu ditingkatkan, antara lain menjaga stabilitas harga, mengupayakan pertumbuhan ekonomi yang positif, dan memberikan bantuan sosial kepada masyarakat miskin, terutama miskin ekstrem.

"Ini harus dilakukan dengan tepat sasaran, jangan sampai salah sasaran. Kita juga harus rajin ikuti perkembangan dan turun ke lapangan, serta mengantisipasi perubahan-perubahan ekstrem, yang berdampak pada kehidupan sosial kemasyarakatan," ucap Pj Gubernur.

Sementara itu, Kepala BPS Provinsi Jawa Tengah, Dadang Hardiwan mengatakan, selain persentase angka kemiskinan, indeks kedalaman kemiskinan juga mengalami penurunan.

"Ada fenomena sosial ekonomi yang mempengaruhi penurunan kemiskinan. Di antaranya penurunan tingkat pengangguran terbuka (TPT), nilai tukar petani (NTP) meningkat, perekonomian triwulan I/2024 tumbuh sebesar 4,97 persen (y-on-y), dan penurunan inflasi tahun ke tahun, (seperti) inflasi pada periode Maret 2024 terhadap Maret 2023 (3,40 persen)," katanya.

Dadang menyampaikan, penurunan persentase penduduk miskin juga dipengaruhi oleh intervensi kemiskinan ekstrem yang selama ini terus digalakkan oleh pemerintah dan pihak-pihak terkait.

Ia menjelaskan, persentase kemiskinan sebesar 10,47% merupakan capaian terendah dari tahun-tahun sebelumnya. Bahkan sebelum covid-19, persentasenya masih berada di atas angka tersebut.

"Dari catatan kami, memang 10,47 persen ini yang paling rendah," jelasnya.


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu