Foto : Bintoro (Humas Jateng)
Foto : Bintoro (Humas Jateng)
SEMARANG – Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mendorong para petani di daerah untuk memproduksi beras rendah karbon. Hal ini dapat dilakukan dengan menerapkan pertanian organik serta menggunakan bahan bakar yang ramah lingkungan bagi mesin pertanian.
Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah, Sumarno mengatakan, tingginya emisi karbon yang disumbangkan oleh sektor pertanian tidak lepas dari penggunaan pestisida, pupuk kimia, dan mesin penggiling padi berbahan bakar solar.
Sebagai informasi, emisi karbon adalah gas yang dikeluarkan dari hasil pembakaran senyawa yang mengandung karbon, seperti penggunaan bahan bakar fosil untuk memenuhi kebutuhan manusia, yakni transportasi, pabrik, dan sebagainya yang dianggap membahayakan lingkungan.
"Konversi dari energi berbahan fosil ke energi listrik harus kita dorong. Semua harus terlibat untuk berkontribusi mencegah emisi karbon, salah satunya (dengan bantuan) dari panjenengan (petani)," ucap Sekda saat membuka acara Temu Usaha dan Talkshow "Low Carbon Rice for Sustainable Food" di Wisma Perdamaian, Kota Semarang pada Rabu, 23 Oktober 2024.
Maka dari itu, produksi beras rendah karbon untuk pangan berkelanjutan harus diterapkan. Dengan begitu, para petani dan pelaku usaha pertanian dapat berkontribusi dalam menurunkan emisi karbon.
Sekda menyampaikan, penerapan produksi beras ini dapat dilakukan melalui pengembangan pertanian organik, revitalisasi penggilingan padi, dan perubahan penggunaan mesin berbahan bakar solar (diesel) menjadi listrik.
"Mohon bantuan dari semuanya, bahwa konversi dari bahan (bakar) fosil ke energi listrik menjadi tanggung jawab kita bersama. Kita harus bareng-bareng melakukan konversi ini," pintanya.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Jateng, Dyah Lukisari mengatakan, pihaknya akan terus menggenjot para petani untuk menanam padi organik. Selain itu, para pengusaha penggilingan gabah juga diminta untuk menggunakan mesin yang emisi karbonnya cukup rendah.
"Jadi hulunya kita dorong untuk memproduksi beras organik. Selain itu, mesin penggilingnya juga kita dorong untuk beralih dari solar ke energi listrik. Ini yang akan kita genjot terus," katanya.
Ia menambahkan, Dinas Ketahanan Pangan Jateng bersama stakeholder terkait, sudah melakukan uji coba produksi beras rendah karbon di sejumlah kabupaten yang ada di daerah Pantai Utara dan Solo Raya. Selain itu, pendampingan kepada kelompok tani yang sedang berproses menuju pertanian organik juga terus diupayakan.
Berdasarkan data dari Pendataan Industri Penggilingan Padi (PIPA) Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021, ada sebanyak 23.543 unit penggilingan gabah di Jateng. Rinciannya, jumlah penggilingan berskala kecil sebanyak 22.674 unit, skala menengah 804 unit, dan skala besar 65 unit.
Guna mengurangi emisi karbon, Pemprov Jawa Tengah bersama Preferred by Nature dan stakeholder terkait, telah mengupayakan proyek pembangunan pangan rendah karbon di Kabupaten Boyolali, Klaten, dan Sragen.
SEMARANG – Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mendorong para petani di daerah untuk memproduksi beras rendah karbon. Hal ini dapat dilakukan dengan menerapkan pertanian organik serta menggunakan bahan bakar yang ramah lingkungan bagi mesin pertanian.
Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah, Sumarno mengatakan, tingginya emisi karbon yang disumbangkan oleh sektor pertanian tidak lepas dari penggunaan pestisida, pupuk kimia, dan mesin penggiling padi berbahan bakar solar.
Sebagai informasi, emisi karbon adalah gas yang dikeluarkan dari hasil pembakaran senyawa yang mengandung karbon, seperti penggunaan bahan bakar fosil untuk memenuhi kebutuhan manusia, yakni transportasi, pabrik, dan sebagainya yang dianggap membahayakan lingkungan.
"Konversi dari energi berbahan fosil ke energi listrik harus kita dorong. Semua harus terlibat untuk berkontribusi mencegah emisi karbon, salah satunya (dengan bantuan) dari panjenengan (petani)," ucap Sekda saat membuka acara Temu Usaha dan Talkshow "Low Carbon Rice for Sustainable Food" di Wisma Perdamaian, Kota Semarang pada Rabu, 23 Oktober 2024.
Maka dari itu, produksi beras rendah karbon untuk pangan berkelanjutan harus diterapkan. Dengan begitu, para petani dan pelaku usaha pertanian dapat berkontribusi dalam menurunkan emisi karbon.
Sekda menyampaikan, penerapan produksi beras ini dapat dilakukan melalui pengembangan pertanian organik, revitalisasi penggilingan padi, dan perubahan penggunaan mesin berbahan bakar solar (diesel) menjadi listrik.
"Mohon bantuan dari semuanya, bahwa konversi dari bahan (bakar) fosil ke energi listrik menjadi tanggung jawab kita bersama. Kita harus bareng-bareng melakukan konversi ini," pintanya.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Jateng, Dyah Lukisari mengatakan, pihaknya akan terus menggenjot para petani untuk menanam padi organik. Selain itu, para pengusaha penggilingan gabah juga diminta untuk menggunakan mesin yang emisi karbonnya cukup rendah.
"Jadi hulunya kita dorong untuk memproduksi beras organik. Selain itu, mesin penggilingnya juga kita dorong untuk beralih dari solar ke energi listrik. Ini yang akan kita genjot terus," katanya.
Ia menambahkan, Dinas Ketahanan Pangan Jateng bersama stakeholder terkait, sudah melakukan uji coba produksi beras rendah karbon di sejumlah kabupaten yang ada di daerah Pantai Utara dan Solo Raya. Selain itu, pendampingan kepada kelompok tani yang sedang berproses menuju pertanian organik juga terus diupayakan.
Berdasarkan data dari Pendataan Industri Penggilingan Padi (PIPA) Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021, ada sebanyak 23.543 unit penggilingan gabah di Jateng. Rinciannya, jumlah penggilingan berskala kecil sebanyak 22.674 unit, skala menengah 804 unit, dan skala besar 65 unit.
Guna mengurangi emisi karbon, Pemprov Jawa Tengah bersama Preferred by Nature dan stakeholder terkait, telah mengupayakan proyek pembangunan pangan rendah karbon di Kabupaten Boyolali, Klaten, dan Sragen.
Berita Terbaru