Foto : Fajar (Humas Jateng)
Foto : Fajar (Humas Jateng)
WONOSOBO - Sebanyak 3.476.830 keluarga penerima manfaat (KPM) di Jawa Tengah bakal menerima bantuan sosial (bansos) dari pemerintah pusat pada tahun 2025. Total anggaran bantuan ini jumlahnya mencapai Rp12,396 triliun.
"Harapannya seperti arahan Presiden, kemiskinan ekstrem nol persen pada tahun 2026, dan tahun 2029 kemiskinan di bawah 5 persen," ucap Menteri Sosial, Saifullah Yusuf, dalam acara Pertemuan dengan Pilar-Pilar Kesejahteraan Sosial di Pendopo Kabupaten Wonosobo pada Minggu, 1 Juni 2025.
Guna mendukung hal tersebut, koordinasi bersama pilar-pilar kesejahteraan sosial perlu dilakukan agar ke depan semua pihak memiliki langkah yang sama. Sebab, Presiden telah memberikan instruksi kepada para menteri, gubernur, dan bupati/wali kota untuk memadukan seluruh program di lapangan agar hasilnya efektif.
"Untuk itu, harus dimulai dari awal, bahwa datanya harus sama lebih dulu. Setelah data beres, baru perencanaan. Setelah perencanaan beres, kemudian implementasinya. Setelah itu baru monev (monitoring dan evaluasi), kita harapkan nanti out come (hasil)-nya itu bisa dirasakan oleh masyarakat," katanya.
Adapun pilar kesejahteraan sosial di Jateng, antara lain Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) sebanyak 4.986 orang, Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) 543 orang, Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) 5.333 orang, Taruna Siaga Bencana (Tagana) 1.064 orang, Pelopor Perdamaian (Pordam) 28 orang, dan Pendamping Rehabilitasi Sosial 111 orang. Pilar-pilar ini yang menjadi ujung tombak dalam verifikasi data di masyarakat.
Pada kesempatan itu, Gubernur Jawa Tengah, Komjen Pol (P) Drs. Ahmad Luthfi, S.H., S.St.M.K., menekankan pentingnya kesamaan dan sinkronisasi data antara pemerintah pusat dan daerah. Hal ini bertujuan untuk memudahkan intervensi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi angka kemiskinan.
"Kolaborasi dengan pemerintah pusat terkait data itu sangat penting, sehingga intervensi pembangunan di wilayah kita, khususnya kemiskinan ekstrem bisa dilakukan bersama-sama," katanya.
Ia menjelaskan, angka kemiskinan di Jateng sesuai data dari Badan Pusat Statistik (BPS) per September 2024 sebesar 9,58%. Sementara itu, angka kemiskinan ekstrem tahun 2024 sebesar 0,89%.
Guna menangani persoalan kemiskinan ini, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah memiliki beberapa program yang terintegrasi dengan pemerintah pusat sampai kabupaten/kota dan desa/kelurahan. Salah satunya adalah bantuan sosial (bansos). Saat ini, pemerintah pusat dan provinsi sudah melakukan intervensi kepada desa yang masuk kategori miskin.
Intervensi yang dilakukan oleh Pemprov Jateng adalah penerapan 3 strategi, yakni pengurangan beban pengeluaran keluarga miskin, peningkatan pendapatan keluarga miskin, serta berupaya mengurangi wilayah-wilayah kantong kemiskinan.
Salah satu implementasi dari hal tersebut, yakni menggenjot pelaksanaan Program Satu OPD, Satu Desa Dampingan untuk mempercepat penuntasan kemiskinan ekstrem di 1.287 desa prioritas di 35 Kabupaten/Kota.
"Jadi desa miskin ini kita intervensi dari provinsi, dinas-dinas kita terjunkan. Kualifikasi desa miskin adalah desa yang bansosnya di atas 60 persen, pasti dinas kita akan intervensi," ucap Gubernur.
Selain itu, ada program bantuan perbaikan rumah tidak layak huni (RTLH) dan pendidikan. Pada tahun ini, Pemprov Jateng memberikan bantuan perbaikan rumah kepada 17.000 unit RTLH.
Sementara di bidang pendidikan, Pemprov sudah menjalin kemitraan dengan SMA dan SMK swasta di Jateng untuk memberikan beasiswa kepada 5.000-an anak dari keluarga kurang mampu.
"RTLH ini sudah kita hitung. Semua data dari Kemensos. Termasuk penyiapan sarana Sekolah Rakyat sebagaimana program pemerintah pusat," katanya.
WONOSOBO - Sebanyak 3.476.830 keluarga penerima manfaat (KPM) di Jawa Tengah bakal menerima bantuan sosial (bansos) dari pemerintah pusat pada tahun 2025. Total anggaran bantuan ini jumlahnya mencapai Rp12,396 triliun.
"Harapannya seperti arahan Presiden, kemiskinan ekstrem nol persen pada tahun 2026, dan tahun 2029 kemiskinan di bawah 5 persen," ucap Menteri Sosial, Saifullah Yusuf, dalam acara Pertemuan dengan Pilar-Pilar Kesejahteraan Sosial di Pendopo Kabupaten Wonosobo pada Minggu, 1 Juni 2025.
Guna mendukung hal tersebut, koordinasi bersama pilar-pilar kesejahteraan sosial perlu dilakukan agar ke depan semua pihak memiliki langkah yang sama. Sebab, Presiden telah memberikan instruksi kepada para menteri, gubernur, dan bupati/wali kota untuk memadukan seluruh program di lapangan agar hasilnya efektif.
"Untuk itu, harus dimulai dari awal, bahwa datanya harus sama lebih dulu. Setelah data beres, baru perencanaan. Setelah perencanaan beres, kemudian implementasinya. Setelah itu baru monev (monitoring dan evaluasi), kita harapkan nanti out come (hasil)-nya itu bisa dirasakan oleh masyarakat," katanya.
Adapun pilar kesejahteraan sosial di Jateng, antara lain Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) sebanyak 4.986 orang, Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) 543 orang, Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) 5.333 orang, Taruna Siaga Bencana (Tagana) 1.064 orang, Pelopor Perdamaian (Pordam) 28 orang, dan Pendamping Rehabilitasi Sosial 111 orang. Pilar-pilar ini yang menjadi ujung tombak dalam verifikasi data di masyarakat.
Pada kesempatan itu, Gubernur Jawa Tengah, Komjen Pol (P) Drs. Ahmad Luthfi, S.H., S.St.M.K., menekankan pentingnya kesamaan dan sinkronisasi data antara pemerintah pusat dan daerah. Hal ini bertujuan untuk memudahkan intervensi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi angka kemiskinan.
"Kolaborasi dengan pemerintah pusat terkait data itu sangat penting, sehingga intervensi pembangunan di wilayah kita, khususnya kemiskinan ekstrem bisa dilakukan bersama-sama," katanya.
Ia menjelaskan, angka kemiskinan di Jateng sesuai data dari Badan Pusat Statistik (BPS) per September 2024 sebesar 9,58%. Sementara itu, angka kemiskinan ekstrem tahun 2024 sebesar 0,89%.
Guna menangani persoalan kemiskinan ini, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah memiliki beberapa program yang terintegrasi dengan pemerintah pusat sampai kabupaten/kota dan desa/kelurahan. Salah satunya adalah bantuan sosial (bansos). Saat ini, pemerintah pusat dan provinsi sudah melakukan intervensi kepada desa yang masuk kategori miskin.
Intervensi yang dilakukan oleh Pemprov Jateng adalah penerapan 3 strategi, yakni pengurangan beban pengeluaran keluarga miskin, peningkatan pendapatan keluarga miskin, serta berupaya mengurangi wilayah-wilayah kantong kemiskinan.
Salah satu implementasi dari hal tersebut, yakni menggenjot pelaksanaan Program Satu OPD, Satu Desa Dampingan untuk mempercepat penuntasan kemiskinan ekstrem di 1.287 desa prioritas di 35 Kabupaten/Kota.
"Jadi desa miskin ini kita intervensi dari provinsi, dinas-dinas kita terjunkan. Kualifikasi desa miskin adalah desa yang bansosnya di atas 60 persen, pasti dinas kita akan intervensi," ucap Gubernur.
Selain itu, ada program bantuan perbaikan rumah tidak layak huni (RTLH) dan pendidikan. Pada tahun ini, Pemprov Jateng memberikan bantuan perbaikan rumah kepada 17.000 unit RTLH.
Sementara di bidang pendidikan, Pemprov sudah menjalin kemitraan dengan SMA dan SMK swasta di Jateng untuk memberikan beasiswa kepada 5.000-an anak dari keluarga kurang mampu.
"RTLH ini sudah kita hitung. Semua data dari Kemensos. Termasuk penyiapan sarana Sekolah Rakyat sebagaimana program pemerintah pusat," katanya.
Berita Terbaru