Follow Us :              

Kisah Juragan Rongsok, Sediakan Tabungan Khusus Pemulung

  19 March 2019  |   14:00:00  |   dibaca : 37422 
Kategori :
Bagikan :


Kisah Juragan Rongsok, Sediakan Tabungan Khusus Pemulung

19 March 2019 | 14:00:00 | dibaca : 37422
Kategori :
Bagikan :

Foto : istimewa (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : istimewa (Humas Jateng)

SEMARANG - Panas dan pengap, dua kata yang tepat untuk menggambarkan suasana sebuah tempat mengepul rongsok atau barang bekas yang berada di pojok Jalan Kolonel Sugiyono Kota Semarang. Tumpukan kardus, plastik, besi dan kertas menghalangi pandangan mata jika hendak masuk ke sebuah bangunan berukuran sekitar 25x25 meter itu.

Seorang perempuan muda menyambut ramah di tengah aktivitasnya menimbang barang-barang bekas setoran dari ibu-ibu rumah tangga maupun pemulung. Dia lantas memencet tombol angka di kalkulatornya, begitu selesai dia segera menyerahkan uang pada penyetor.

Tak lama berselang, orang yang ditunggu-tunggu pun datang. Dengan jambul rambut dicat merah dan bertubuh gempal, sosoknya mudah dikenali. Dialah Samad, bos dari perempuan penimbang sampah itu. Sangat sederhana jika dilihat dari tampang, pakaian, maupun cara bertuturnya. Tapi jangan salah, dalam sebulan penghasilannya bisa mencapai Rp750 juta.

Begini pengakuannya, kurang lebih 250 pemulung yang rutin mendatangi tempat mengepul barang rongsok milik Samad. Tiap pemulung yang datang, biasanya menjual besi-besi bekas, plastik maupun kardus dengan harga bervariasi. Tiap kilo plastik misalnya, dijual seharga Rp6.500, Rp2.000 untuk satu kilo kardus dan mencapai Rp4.000 untuk per kilo besi.

"Setiap hari, saya bisa mengumpulkan 15 ton kardus, 2 ton plastik, 200 kuintal logam, serta 4 ton besi bekas. Setelah itu, baru dikirim memakai truk fuso ke pabrik-pabrik di Tangerang, Surabaya dan Solo untuk diolah lagi jadi barang-barang kebutuhan rumah tangga," ujar pria asli Kaligondang, Kabupaten Demak tersebut, Selasa (19/3/2019).

Dengan demikian, setiap hari dia memerlukan uang Rp13 juta untuk sampah plastik, Rp15 juta untuk sampah kardus dan Rp16 juta untuk besi bekas. Setiap hari dia menyiapkan sekitar Rp75 juta untuk belanja barang-barang bekas itu dari para pemulung yang mendatanginya. Dia bercerita, mengumpulkan barang-barang rongsokan tak lepas dari latar belakangnya sebagai pemulung sejak kecil.

Di Demak, dia dulu sering membantu ibunya memunguti barang bekas yang berserakan di jalanan. Dari Kota Wali itu, dia kemudian mengadu nasib sampai kawasan Kota Lama Semarang.

Berkutat di Kota Lama ternyata membuatnya berpikir untuk mengubah hidupnya. Dimulai dari meminjam modal usaha dari ibunya, Samad perlahan mulai membuka tempat jasa mengepul barang bekas. "Saya namai tempat saya ini Sumber Nikmat. Yang bermakna sumber dari segala kenikmatan para pemulung," paparnya.

Sembari berkeliling di gudang, Samad menunjukkan tumpukan besar kardus, bahkan di bagian belakang terdapat gunungan plastik. Sambil jalan sesekali dia membereskan tumpukan botol-botol bekas.

"Bapak mulai berani membuka jasa mengepul sejak lima tahun terakhir. Allhamdullilah kami punya 50 pekerja dan para pemulung rutin memberi masukan seperti apa seharusnya melangkah ke depan. Kritik dan saran selalu kami terima. Ketika acara ulang tahun pernikahan kami sekaligus memberi penghargaan bagi para pemulung," kata Nanik Wijiastuti, istri Samad.

Dia pun menyewa sebuah lahan kosong di sepanjang ruas Jalan Kolonel Sugiyono. Setiap lahan dia sewa seharga Rp25 juta-Rp75 juta per tahun. Di lokasi itulah dia bangun petak-petak gudang yang menyimpan aneka barang bekas.

"Saat ini, persaingan penjualan rongsokan semakin ketat. Dengan pendapatan kita setiap bulan berkisar Rp750 juta. Semoga dalam waktu dekat kita bisa membeli mesin press yang lebih besar lagi. Kalau mau bersaing dengan pemain-pemain lama, kita harus punya jembatan timbang seharga Rp1 miliar," terangnya.

Dia mengungkapkan tak akan pernah lupa terhadap perjuangannya dulu menjadi pemulung. Karenanya, Samad mengaku selama ini punya rasa empati yang tinggi terhadap sesama, khususnya dengan para pemulung yang kerap setor rongsok ke tempatnya.

Berawal dengan melihat nasib banyak pemulung yang terlunta-lunta, dia tergerak untuk mendirikan layanan tabungan khusus pemulung.

Dengan tabungan itu, pemulung bisa memanfaatkan untuk mengamankan uang hasil jerih payahnya sehingga tidak tercecer di jalanan ataupun habis tak bertuan.

"Kadang banyak pemulung mengeluh uangnya hilang dicopet, ketlingsut dan sebagainya, maka hati saya tergerak memberi fasilitas buku tabungan. Kita bawakam uangnya biar tidak hilang. Ada 150 pemulung yang memanfaatkan tabungan tersebut. Ada yang menabung Rp10 ribu setiap hari, Rp20 ribu setiap minggu bahkan bulanan juga ada per hari ada per minggu ada bulanan ada," tuturnya.

Fasilitas tabungan yang dia berikan disambut antusias oleh para pemulung. Tak jarang ada yang menggantungkan harapannya agar kelak bisa ikut ibadah umroh ke Tanah Suci Makkah. Seorang pemulung bahkan ada yang menabung sampai Rp50 juta.

Semua itu, dilakukannya untuk merubah pola pikir para pemulung yang tadinya gemar menumpuk hutang, menjadi senang menabung. "Tabungannya bisa diambil saat lebaran. Juga sudah ada yang bisa naik haji, ibu-ibu. Kami sudah punya angan-angan untuk memberangkatkan pemulung beribadah umroh. Kita sedang mencari waktu yang tepat buat mereka," bebernya.

Dengan omzet perbulan yang terbilang fantastis itu, bukan berarti usahanya tak menemui kendala. Dari pesaing yang kian ketat hingga peraturan atau kebijakan pemerintah yang menghambat.

"Mestinya pemerintah berterimakasih pada kami karena sangat membantu kebersihan kota. Dan kami tidak meminta bayaran ke pemerintah," katanya.

Dia berharap, kebijakan pemerintah yang membuka kran impor barang bekas, khususnya dari Cina dapat dihentikan. Sebab, kebijakan itu membuat harga jual barang bekas lokal terjun bebas.

"Untuk harga kertas atau kardus bekas dari Rp3.000 turun menjadi Rp2.400. hal itu juga berimbas pada pabrik pembeli barang kami yang banyak memilih barang impor karena lebih murah. Padahal barang bekas kita sudah mencukupi kebutuhan," paparnya.

 

Baca juga : Dari Tepian Demak, Tumbuh Ambisi Kuasai Pasar Kerajinan Perak Dunia


Bagikan :

SEMARANG - Panas dan pengap, dua kata yang tepat untuk menggambarkan suasana sebuah tempat mengepul rongsok atau barang bekas yang berada di pojok Jalan Kolonel Sugiyono Kota Semarang. Tumpukan kardus, plastik, besi dan kertas menghalangi pandangan mata jika hendak masuk ke sebuah bangunan berukuran sekitar 25x25 meter itu.

Seorang perempuan muda menyambut ramah di tengah aktivitasnya menimbang barang-barang bekas setoran dari ibu-ibu rumah tangga maupun pemulung. Dia lantas memencet tombol angka di kalkulatornya, begitu selesai dia segera menyerahkan uang pada penyetor.

Tak lama berselang, orang yang ditunggu-tunggu pun datang. Dengan jambul rambut dicat merah dan bertubuh gempal, sosoknya mudah dikenali. Dialah Samad, bos dari perempuan penimbang sampah itu. Sangat sederhana jika dilihat dari tampang, pakaian, maupun cara bertuturnya. Tapi jangan salah, dalam sebulan penghasilannya bisa mencapai Rp750 juta.

Begini pengakuannya, kurang lebih 250 pemulung yang rutin mendatangi tempat mengepul barang rongsok milik Samad. Tiap pemulung yang datang, biasanya menjual besi-besi bekas, plastik maupun kardus dengan harga bervariasi. Tiap kilo plastik misalnya, dijual seharga Rp6.500, Rp2.000 untuk satu kilo kardus dan mencapai Rp4.000 untuk per kilo besi.

"Setiap hari, saya bisa mengumpulkan 15 ton kardus, 2 ton plastik, 200 kuintal logam, serta 4 ton besi bekas. Setelah itu, baru dikirim memakai truk fuso ke pabrik-pabrik di Tangerang, Surabaya dan Solo untuk diolah lagi jadi barang-barang kebutuhan rumah tangga," ujar pria asli Kaligondang, Kabupaten Demak tersebut, Selasa (19/3/2019).

Dengan demikian, setiap hari dia memerlukan uang Rp13 juta untuk sampah plastik, Rp15 juta untuk sampah kardus dan Rp16 juta untuk besi bekas. Setiap hari dia menyiapkan sekitar Rp75 juta untuk belanja barang-barang bekas itu dari para pemulung yang mendatanginya. Dia bercerita, mengumpulkan barang-barang rongsokan tak lepas dari latar belakangnya sebagai pemulung sejak kecil.

Di Demak, dia dulu sering membantu ibunya memunguti barang bekas yang berserakan di jalanan. Dari Kota Wali itu, dia kemudian mengadu nasib sampai kawasan Kota Lama Semarang.

Berkutat di Kota Lama ternyata membuatnya berpikir untuk mengubah hidupnya. Dimulai dari meminjam modal usaha dari ibunya, Samad perlahan mulai membuka tempat jasa mengepul barang bekas. "Saya namai tempat saya ini Sumber Nikmat. Yang bermakna sumber dari segala kenikmatan para pemulung," paparnya.

Sembari berkeliling di gudang, Samad menunjukkan tumpukan besar kardus, bahkan di bagian belakang terdapat gunungan plastik. Sambil jalan sesekali dia membereskan tumpukan botol-botol bekas.

"Bapak mulai berani membuka jasa mengepul sejak lima tahun terakhir. Allhamdullilah kami punya 50 pekerja dan para pemulung rutin memberi masukan seperti apa seharusnya melangkah ke depan. Kritik dan saran selalu kami terima. Ketika acara ulang tahun pernikahan kami sekaligus memberi penghargaan bagi para pemulung," kata Nanik Wijiastuti, istri Samad.

Dia pun menyewa sebuah lahan kosong di sepanjang ruas Jalan Kolonel Sugiyono. Setiap lahan dia sewa seharga Rp25 juta-Rp75 juta per tahun. Di lokasi itulah dia bangun petak-petak gudang yang menyimpan aneka barang bekas.

"Saat ini, persaingan penjualan rongsokan semakin ketat. Dengan pendapatan kita setiap bulan berkisar Rp750 juta. Semoga dalam waktu dekat kita bisa membeli mesin press yang lebih besar lagi. Kalau mau bersaing dengan pemain-pemain lama, kita harus punya jembatan timbang seharga Rp1 miliar," terangnya.

Dia mengungkapkan tak akan pernah lupa terhadap perjuangannya dulu menjadi pemulung. Karenanya, Samad mengaku selama ini punya rasa empati yang tinggi terhadap sesama, khususnya dengan para pemulung yang kerap setor rongsok ke tempatnya.

Berawal dengan melihat nasib banyak pemulung yang terlunta-lunta, dia tergerak untuk mendirikan layanan tabungan khusus pemulung.

Dengan tabungan itu, pemulung bisa memanfaatkan untuk mengamankan uang hasil jerih payahnya sehingga tidak tercecer di jalanan ataupun habis tak bertuan.

"Kadang banyak pemulung mengeluh uangnya hilang dicopet, ketlingsut dan sebagainya, maka hati saya tergerak memberi fasilitas buku tabungan. Kita bawakam uangnya biar tidak hilang. Ada 150 pemulung yang memanfaatkan tabungan tersebut. Ada yang menabung Rp10 ribu setiap hari, Rp20 ribu setiap minggu bahkan bulanan juga ada per hari ada per minggu ada bulanan ada," tuturnya.

Fasilitas tabungan yang dia berikan disambut antusias oleh para pemulung. Tak jarang ada yang menggantungkan harapannya agar kelak bisa ikut ibadah umroh ke Tanah Suci Makkah. Seorang pemulung bahkan ada yang menabung sampai Rp50 juta.

Semua itu, dilakukannya untuk merubah pola pikir para pemulung yang tadinya gemar menumpuk hutang, menjadi senang menabung. "Tabungannya bisa diambil saat lebaran. Juga sudah ada yang bisa naik haji, ibu-ibu. Kami sudah punya angan-angan untuk memberangkatkan pemulung beribadah umroh. Kita sedang mencari waktu yang tepat buat mereka," bebernya.

Dengan omzet perbulan yang terbilang fantastis itu, bukan berarti usahanya tak menemui kendala. Dari pesaing yang kian ketat hingga peraturan atau kebijakan pemerintah yang menghambat.

"Mestinya pemerintah berterimakasih pada kami karena sangat membantu kebersihan kota. Dan kami tidak meminta bayaran ke pemerintah," katanya.

Dia berharap, kebijakan pemerintah yang membuka kran impor barang bekas, khususnya dari Cina dapat dihentikan. Sebab, kebijakan itu membuat harga jual barang bekas lokal terjun bebas.

"Untuk harga kertas atau kardus bekas dari Rp3.000 turun menjadi Rp2.400. hal itu juga berimbas pada pabrik pembeli barang kami yang banyak memilih barang impor karena lebih murah. Padahal barang bekas kita sudah mencukupi kebutuhan," paparnya.

 

Baca juga : Dari Tepian Demak, Tumbuh Ambisi Kuasai Pasar Kerajinan Perak Dunia


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu