Follow Us :              

Kasmiran, Perajin Monel yang Masih Setia Ketika Perajin Lain Banting Setir

  21 March 2019  |   09:30:00  |   dibaca : 9484 
Kategori :
Bagikan :


Kasmiran, Perajin Monel yang Masih Setia Ketika Perajin Lain Banting Setir

21 March 2019 | 09:30:00 | dibaca : 9484
Kategori :
Bagikan :

Foto : Vivi (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Vivi (Humas Jateng)

JEPARA - Kasmiran beberapa kali membetulkan letak kacamatanya yang turun. Dengan telaten, pria separuh baya itu kembali menggosokkan gelang-gelang monel buatannya ke mesin selep agar semakin mengkilap. Ayah dari lima anak itu masih setia menekuni profesinya sebagai perajin monel di rumahnya, Desa Krasak RT 02 RW 04 Kecamatan Pecangaan, Kabupaten Jepara sejak 25 tahun lalu.

Di ruang produksinya yang tidak terlalu luas, Kasmiran biasa melakukan finishing untuk pesanan gelang monel  sebelum dikirim ke toko-toko suvenir di Kabupaten Jepara dan sekitarnya. Setiap harinya, dia bisa melakukan proses finishing 15-20 kodi gelang monel.

Kasmiran menjelaskan, proses produksi gelang monel terbilang kompleks. Diawali dari memotong gulungan monel sesuai diameter, membakar, mencetak menjadi bulatan, memasangkan monel bulat ke rangka gelang, menggerinda, mengamplas dan menggosok atau menyelep hingga benar-benar mengkilap. Kasmiran mengklaim, gelang monel perhiasannya tidak akan berkarat.

"Proses produksi paling tidak butuh lima orang dan memakan waktu sekitar dua minggu. Sekarang kalau ada pesanan, beberapa bahan itu tak dandakke (kerjakan jadi oleh orang lain), nanti tinggal pasang-pasang jadi satu," jelasnya.

Kasmiran menambahkan, bahan baku gulungan monel yang biasa dia gunakan adalah produksi dari Jepang dan Korea. Gulungan monel itu dibeli kiloan dari Kota Semarang.

Pria yang juga mengabdi sebagai guru mengaji di kampungnya itu membeberkan, saat ini jumlah perajin monel di Kabupaten Jepara tidak banyak. Terlebih, ketika perhiasan titanium produksi Tiongkok masuk ke pasar cinderamata di Kabupaten Jepara. Meskipun warnanya mudah kusam, model perhiasan titanium yang variatif dan harganya yang lebih terjangkau berhasil memikat hati konsumen. Hal itu berdampak pada beberapa perajin monel yang memilih beralih profesi, seperti menjadi buruh pabrik.

"Ketika ada perhiasan titanium dari Cina yang bentuknya lebih bagus dan harganya miring orang pada suka. Padahal, kalau dipakai itu bagus monel karena tahan lama, nggak kusam. Jadi orang sini itu banyak yang nggak kerja, seperti mereka yang di Desa Kriyan, Krasak, Robayan dan Margoyoso. Ada pabrik garmen dan sepatu di sini mereka memilih bekerja di sana karena UMK" bebernya.

Selain persoalan jumlah perajin yang berkurang, tantangan lain yang dihadapi perajin monel saat ini adalah harga jual perhiasan ke toko-toko suvenir yang cenderung murah. Kasmiran mencontohkan, gelang monel untuk anak-anak yang diproduksinya dijual Rp25 ribu per kodi, sedangkan gelang monel untuk dewasa harganya lebih beragam sesuai dengan modelnya, mulai dari Rp40-60 ribu per kodi.

Ketika dijual di toko suvenir, harga jual gelang monel ke konsumen bisa berkali lipat, misalnya Rp10 ribu per buah. Di samping itu, keterbatasan modal juga menjadi tantangan lain yang dihadapi perajin monel rumahan untuk mengembangkan usaha mereka.

"Orang-orang itu pada nggak punya modal. Jadi sedikit, kemudian dijual, kalau produksi banyak kadang nggak mampu," lanjutnya.

Dengan berbagai tantangan tersebut, Kasmiran tetap bersyukur karena hingga kini pesanan gelang monel buatannya terus mengalir. Gelang monel buatannya yang biasa dipesan toko suvenir bahkan diminati oleh konsumen dari luar Jawa.

 

Baca juga : 35 Tahun Tekuni Usaha Tenun Ikat Troso, Mukharrom: Semua Harus Dikerjakan dengan Teliti


Bagikan :

JEPARA - Kasmiran beberapa kali membetulkan letak kacamatanya yang turun. Dengan telaten, pria separuh baya itu kembali menggosokkan gelang-gelang monel buatannya ke mesin selep agar semakin mengkilap. Ayah dari lima anak itu masih setia menekuni profesinya sebagai perajin monel di rumahnya, Desa Krasak RT 02 RW 04 Kecamatan Pecangaan, Kabupaten Jepara sejak 25 tahun lalu.

Di ruang produksinya yang tidak terlalu luas, Kasmiran biasa melakukan finishing untuk pesanan gelang monel  sebelum dikirim ke toko-toko suvenir di Kabupaten Jepara dan sekitarnya. Setiap harinya, dia bisa melakukan proses finishing 15-20 kodi gelang monel.

Kasmiran menjelaskan, proses produksi gelang monel terbilang kompleks. Diawali dari memotong gulungan monel sesuai diameter, membakar, mencetak menjadi bulatan, memasangkan monel bulat ke rangka gelang, menggerinda, mengamplas dan menggosok atau menyelep hingga benar-benar mengkilap. Kasmiran mengklaim, gelang monel perhiasannya tidak akan berkarat.

"Proses produksi paling tidak butuh lima orang dan memakan waktu sekitar dua minggu. Sekarang kalau ada pesanan, beberapa bahan itu tak dandakke (kerjakan jadi oleh orang lain), nanti tinggal pasang-pasang jadi satu," jelasnya.

Kasmiran menambahkan, bahan baku gulungan monel yang biasa dia gunakan adalah produksi dari Jepang dan Korea. Gulungan monel itu dibeli kiloan dari Kota Semarang.

Pria yang juga mengabdi sebagai guru mengaji di kampungnya itu membeberkan, saat ini jumlah perajin monel di Kabupaten Jepara tidak banyak. Terlebih, ketika perhiasan titanium produksi Tiongkok masuk ke pasar cinderamata di Kabupaten Jepara. Meskipun warnanya mudah kusam, model perhiasan titanium yang variatif dan harganya yang lebih terjangkau berhasil memikat hati konsumen. Hal itu berdampak pada beberapa perajin monel yang memilih beralih profesi, seperti menjadi buruh pabrik.

"Ketika ada perhiasan titanium dari Cina yang bentuknya lebih bagus dan harganya miring orang pada suka. Padahal, kalau dipakai itu bagus monel karena tahan lama, nggak kusam. Jadi orang sini itu banyak yang nggak kerja, seperti mereka yang di Desa Kriyan, Krasak, Robayan dan Margoyoso. Ada pabrik garmen dan sepatu di sini mereka memilih bekerja di sana karena UMK" bebernya.

Selain persoalan jumlah perajin yang berkurang, tantangan lain yang dihadapi perajin monel saat ini adalah harga jual perhiasan ke toko-toko suvenir yang cenderung murah. Kasmiran mencontohkan, gelang monel untuk anak-anak yang diproduksinya dijual Rp25 ribu per kodi, sedangkan gelang monel untuk dewasa harganya lebih beragam sesuai dengan modelnya, mulai dari Rp40-60 ribu per kodi.

Ketika dijual di toko suvenir, harga jual gelang monel ke konsumen bisa berkali lipat, misalnya Rp10 ribu per buah. Di samping itu, keterbatasan modal juga menjadi tantangan lain yang dihadapi perajin monel rumahan untuk mengembangkan usaha mereka.

"Orang-orang itu pada nggak punya modal. Jadi sedikit, kemudian dijual, kalau produksi banyak kadang nggak mampu," lanjutnya.

Dengan berbagai tantangan tersebut, Kasmiran tetap bersyukur karena hingga kini pesanan gelang monel buatannya terus mengalir. Gelang monel buatannya yang biasa dipesan toko suvenir bahkan diminati oleh konsumen dari luar Jawa.

 

Baca juga : 35 Tahun Tekuni Usaha Tenun Ikat Troso, Mukharrom: Semua Harus Dikerjakan dengan Teliti


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu