Follow Us :              

Kerajinan Pahat Batu Wiyono Pikat Wisatawan Mancanegara

  04 April 2019  |   08:00:00  |   dibaca : 26080 
Kategori :
Bagikan :


Kerajinan Pahat Batu Wiyono Pikat Wisatawan Mancanegara

04 April 2019 | 08:00:00 | dibaca : 26080
Kategori :
Bagikan :

Foto : istimewa (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : istimewa (Humas Jateng)

MAGELANG – Di Jalan Raya Magelang-Yogyakarta, tepatnya ruas Jalan Muntilan-Salam, seolah menjadi etalase aneka kerajinan pahat batu yang unik. Kesan itu muncul ketika melihat deretan kios yang berjajar di sisi kanan dan kiri jalan memamerkan patung-patung kokoh bergaya Eropa, Tiongkok, dan Nusantara. Ada pula relief dengan beragam desain, lampu hias berbentuk pagoda, meja hias, gentong air, miniatur arca, hingga alat dapur cobek.

Semua dapat dijumpai dengan mudah di sana. Ya, Muntilan memang tersohor sebagai surganya kerajinan pahat batu di Jawa Tengah. Salah satu kios yang menjual aneka kerajinan pahat batu adalah Kios Seni Pahat Batu Setia Budi.

Kios milik Wiyono itu sudah melayani pembeli sejak tahun 1980-an. Di halaman depan rumah, pengunjung dapat melihat bahwa 90 persen kerajinan yang diproduksi oleh kios itu murni berbahan baku batu, sedangkan sisanya adalah kerajinan cetak semen.

Usaha kerajinan pahat kayu yang ditekuni Wiyono terus berkembang. Semula, dia hanya membuka satu kios di halaman rumahnya. Seiring banyaknya pesanan, terutama pada tahun 2000-an, kiosnya pun bertambah. Di seberang rumahnya kini sudah ada dua kios. Sementara di belakang rumahnya digunakan sebagai tempat produksi.

Wiyono menjelaskan, kerajinan pahat batu di kiosnya saat ini diproduksi oleh 12 pekerja dan beberapa pengrajin rumahan. Dari 12 pekerja itu, dia mempekerjakan empat orang pemahat batu. Sementara sisanya adalah pekerja yang fokus pada finishing, pengemasan, dan pengiriman produk.

Meski belum memasarkan melalui media sosial, kerajinan pahat batunya telah menembus pasar dunia. Sebut saja, negara tetangga Malaysia yang sudah beberapa kali memesan kerajinan pahat batu di kiosnya. Belum lagi Amerika, Jerman, Belgia, dan beberapa negara lain yang ternyata terpikat dengan patung dan ornamen dekorasi bergaya Nusantara produksinya.

Pesanan mancanegara itu biasa mereka peroleh ketika ada wisatawan asing yang melancong ke Candi Borobudur. Melintasi ruas Jalan Muntilan-Salam, turis mancanegara itu tertarik dan singgah ke kiosnya. Mereka betah berlama-lama cuci mata untuk melihat-lihat aneka kerajinan pahat batu yang dipamerkan di sana. Patung dan ornamen bergaya Nusantara biasanya menjadi incaran mereka. 

"Kalau orang luar (turis) itu datang ke sini, melihat-lihat apa yang ada di sini, langsung pesan misalnya 20 buah. Jarang yang membawa gambar desain," ujar Robi Farma, pegawai yang sudah menjadi tangan kanan Wiyono dalam menjalankan usaha kerajinan pahat batu.

Sembari berkeliling menunjukkan beberapa kerajinan produksi Kios Setia Budi, Robi menceritakan, beberapa turis mancanegara yang semula hanya sekali membeli kerajinan pahat batu di kios ini, justru menjadi pelanggan setia. Pada lain waktu, mereka memesan kembali kerajinan pahat batu yang diproduksinya.

Robi membeberkan, proses produksi bergantung pada jenis kerajinan pahat batu yang dipesan dan tingkat kerumitan pengerjaanya. Pria berambut ikal itu kemudian menunjuk dua buah patung bergaya Tiongkok yang telah dipesan oleh konsumen asal Jerman. Patung setinggi kurang lebih dua meter itu diproduksi selama satu bulan. 

Karena patung tersebut cukup tinggi, pekerja di Kios Setia Budi perlu membeli batu Merapi berukuran besar dari pengepul. Robi menjelaskan, ada tiga jenis batu Merapi yang biasa digunakan sebagai bahan baku dalam usaha kerajinan pahat batu ini. Yaitu batu Merapi yang berwarna kemerahan, hitam, dan putih. Kini sulitnya memeroleh bahan baku batu menjadi tantangan tersendiri bagi mereka.

"Ini semua dari batu Merapi. Yang (batu) hitam itu sekarang sudah susah carinya, jadi lebih mahal. Makin besar batunya juga makin mahal. Ada batu setinggi dua meter yang harganya sampai Rp20 juta. Itu biasanya buat patung," bebernya sambil menunjuk beberapa pekerja yang melakukan proses produksi. 

Bertepatan hari Jumat, biasanya pekerja hanya beraktivitas setengah hari. Namun, karena harus segera mengemas produk pesanan yang akan dikirim ke luar negeri, mereka datang ke kios untuk bekerja. Ada yang memahat batu. Ada yang mengamplas. Ada pula yang wrapping produk jadi dengan potongan-potongan kardus, lalu memasukkanya ke dalam kotak kayu yang didesain khusus supaya produk tidak pecah selama proses pengiriman.

Selain sulitnya memeroleh bahan baku, menjamurnya kios-kios yang menjual kerajinan cetak semen di ruas Jalan Muntilan-Salam juga menjadi tantangan lainnya. Robi menuturkan, saat ini jumlah pesanan kerajinan pahat batu, baik pesanan domestik maupun mancanegara, tidak seramai tahun awal 2000-an.

"Sekitar tahun 2002-2003 itu ramai-ramainya pesanan. Sekarang pesanan luar negeri itu nggak terlalu ramai. Kalau dulu satu minggu paling nggak kita bisa kirim satu kontainer. Sekarang sekitar tiga bulan sekali kita baru kirim ke luar," lanjutnya.

Dengan berbagai tantangan tersebut, Robi tetap optimistis usaha kerajinan pahat batu dapat terus eksis karena memiliki peminat tersendiri. Dirinya berharap, makin banyak wisatawan domestik maupun mancanegara yang melintas di ruas Jalan Muntilan-Salam dan singgah di kiosnya.

 

Baca juga : 35 Tahun Tekuni Usaha Tenun Ikat Troso, Mukharrom: Semua Harus Dikerjakan dengan Teliti


Bagikan :

MAGELANG – Di Jalan Raya Magelang-Yogyakarta, tepatnya ruas Jalan Muntilan-Salam, seolah menjadi etalase aneka kerajinan pahat batu yang unik. Kesan itu muncul ketika melihat deretan kios yang berjajar di sisi kanan dan kiri jalan memamerkan patung-patung kokoh bergaya Eropa, Tiongkok, dan Nusantara. Ada pula relief dengan beragam desain, lampu hias berbentuk pagoda, meja hias, gentong air, miniatur arca, hingga alat dapur cobek.

Semua dapat dijumpai dengan mudah di sana. Ya, Muntilan memang tersohor sebagai surganya kerajinan pahat batu di Jawa Tengah. Salah satu kios yang menjual aneka kerajinan pahat batu adalah Kios Seni Pahat Batu Setia Budi.

Kios milik Wiyono itu sudah melayani pembeli sejak tahun 1980-an. Di halaman depan rumah, pengunjung dapat melihat bahwa 90 persen kerajinan yang diproduksi oleh kios itu murni berbahan baku batu, sedangkan sisanya adalah kerajinan cetak semen.

Usaha kerajinan pahat kayu yang ditekuni Wiyono terus berkembang. Semula, dia hanya membuka satu kios di halaman rumahnya. Seiring banyaknya pesanan, terutama pada tahun 2000-an, kiosnya pun bertambah. Di seberang rumahnya kini sudah ada dua kios. Sementara di belakang rumahnya digunakan sebagai tempat produksi.

Wiyono menjelaskan, kerajinan pahat batu di kiosnya saat ini diproduksi oleh 12 pekerja dan beberapa pengrajin rumahan. Dari 12 pekerja itu, dia mempekerjakan empat orang pemahat batu. Sementara sisanya adalah pekerja yang fokus pada finishing, pengemasan, dan pengiriman produk.

Meski belum memasarkan melalui media sosial, kerajinan pahat batunya telah menembus pasar dunia. Sebut saja, negara tetangga Malaysia yang sudah beberapa kali memesan kerajinan pahat batu di kiosnya. Belum lagi Amerika, Jerman, Belgia, dan beberapa negara lain yang ternyata terpikat dengan patung dan ornamen dekorasi bergaya Nusantara produksinya.

Pesanan mancanegara itu biasa mereka peroleh ketika ada wisatawan asing yang melancong ke Candi Borobudur. Melintasi ruas Jalan Muntilan-Salam, turis mancanegara itu tertarik dan singgah ke kiosnya. Mereka betah berlama-lama cuci mata untuk melihat-lihat aneka kerajinan pahat batu yang dipamerkan di sana. Patung dan ornamen bergaya Nusantara biasanya menjadi incaran mereka. 

"Kalau orang luar (turis) itu datang ke sini, melihat-lihat apa yang ada di sini, langsung pesan misalnya 20 buah. Jarang yang membawa gambar desain," ujar Robi Farma, pegawai yang sudah menjadi tangan kanan Wiyono dalam menjalankan usaha kerajinan pahat batu.

Sembari berkeliling menunjukkan beberapa kerajinan produksi Kios Setia Budi, Robi menceritakan, beberapa turis mancanegara yang semula hanya sekali membeli kerajinan pahat batu di kios ini, justru menjadi pelanggan setia. Pada lain waktu, mereka memesan kembali kerajinan pahat batu yang diproduksinya.

Robi membeberkan, proses produksi bergantung pada jenis kerajinan pahat batu yang dipesan dan tingkat kerumitan pengerjaanya. Pria berambut ikal itu kemudian menunjuk dua buah patung bergaya Tiongkok yang telah dipesan oleh konsumen asal Jerman. Patung setinggi kurang lebih dua meter itu diproduksi selama satu bulan. 

Karena patung tersebut cukup tinggi, pekerja di Kios Setia Budi perlu membeli batu Merapi berukuran besar dari pengepul. Robi menjelaskan, ada tiga jenis batu Merapi yang biasa digunakan sebagai bahan baku dalam usaha kerajinan pahat batu ini. Yaitu batu Merapi yang berwarna kemerahan, hitam, dan putih. Kini sulitnya memeroleh bahan baku batu menjadi tantangan tersendiri bagi mereka.

"Ini semua dari batu Merapi. Yang (batu) hitam itu sekarang sudah susah carinya, jadi lebih mahal. Makin besar batunya juga makin mahal. Ada batu setinggi dua meter yang harganya sampai Rp20 juta. Itu biasanya buat patung," bebernya sambil menunjuk beberapa pekerja yang melakukan proses produksi. 

Bertepatan hari Jumat, biasanya pekerja hanya beraktivitas setengah hari. Namun, karena harus segera mengemas produk pesanan yang akan dikirim ke luar negeri, mereka datang ke kios untuk bekerja. Ada yang memahat batu. Ada yang mengamplas. Ada pula yang wrapping produk jadi dengan potongan-potongan kardus, lalu memasukkanya ke dalam kotak kayu yang didesain khusus supaya produk tidak pecah selama proses pengiriman.

Selain sulitnya memeroleh bahan baku, menjamurnya kios-kios yang menjual kerajinan cetak semen di ruas Jalan Muntilan-Salam juga menjadi tantangan lainnya. Robi menuturkan, saat ini jumlah pesanan kerajinan pahat batu, baik pesanan domestik maupun mancanegara, tidak seramai tahun awal 2000-an.

"Sekitar tahun 2002-2003 itu ramai-ramainya pesanan. Sekarang pesanan luar negeri itu nggak terlalu ramai. Kalau dulu satu minggu paling nggak kita bisa kirim satu kontainer. Sekarang sekitar tiga bulan sekali kita baru kirim ke luar," lanjutnya.

Dengan berbagai tantangan tersebut, Robi tetap optimistis usaha kerajinan pahat batu dapat terus eksis karena memiliki peminat tersendiri. Dirinya berharap, makin banyak wisatawan domestik maupun mancanegara yang melintas di ruas Jalan Muntilan-Salam dan singgah di kiosnya.

 

Baca juga : 35 Tahun Tekuni Usaha Tenun Ikat Troso, Mukharrom: Semua Harus Dikerjakan dengan Teliti


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu