Follow Us :              

Ganjar : Toleransi Beragama Sudah Ada Sejak Zaman Nabi dan Wali

  24 January 2020  |   08:30:00  |   dibaca : 1632 
Kategori :
Bagikan :


Ganjar : Toleransi Beragama Sudah Ada Sejak Zaman Nabi dan Wali

24 January 2020 | 08:30:00 | dibaca : 1632
Kategori :
Bagikan :

Foto : Slam (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Slam (Humas Jateng)

SEMARANG - Toleransi beragama bukan hal yang baru bagi warga Nusantara. Sikap saling menghormati dan menghargai perbedaan bahkan sudah dicontohkan sejak zaman nabi dan wali.

Hal itu disampaikan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo saat memimpin Kirab Kebangsaan Merah Putih di Lapangan Pancasila Simpanglima Semarang, Jumat (24/1/2020). Hadir pula dalam acara itu, ulama Habib Luthfi bin Yahya, Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin Maimoen, jajaran Forkompimda dan masyarakat dari berbagai suku, agama, ras dan golongan.

"Keberagaman itu sudah menjadi sunnatullah. Kebhinekaan di Tanah Air kita sudah termaktub di lauhul makhfudz. Maka para ulama telah mewanti-wanti, dahulukanlah adabmu sebelum kau junjung ilmumu," kata Ganjar di hadapan ribuan peserta kirab.

Ganjar menambahkan, banyak kisah yang mengajarkan sikap toleransi. Bahkan saking luar biasanya sisi kemanusiaan Rasulullah, beliau seminggu tiga kali menyuapi seorang nenek Yahudi, dengan suapan yang sangat lembut.

"Padahal nenek Yahudi tersebut tidak henti-hentinya menjelek-jelekkan Rasulullah," imbuh Ganjar.

Sikap toleransi juga ditunjukkan para wali di Nusantara, seperti Sunan Kudus, yang demi menghormati pemeluk agama Hindu, ia melarang muridnya untuk menyembelih sapi. Ganjar menegaskan, laku untuk menghargai dan menghormati siapapun, termasuk yang berbeda keyakinan, telah dicontohkan sejak agama ini dikibarkan di bumi Nusantara. Untuk itu, saat ini tidak ada alasan bagi siapapun untuk tidak menerapkan kemuliaan akhlak tersebut.

"Maka lewat kirab ini, kami berharap akulturasi agama dan budaya dijadikan spirit untuk memperkokoh kebangsaan. Mudah-mudahan pawai ini mengingatkan kita tentang pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Kirab dengan peserta yang berbeda-beda suku, agama, ras dan golongan ini semakin menyadarkan bahwa bangsa ini beragam, namun tetap satu," harap Ganjar.

Senada dengan Ganjar, Habib Luthfi bin Yahya mengatakan, tujuan Kirab Kebangsaan Merah Putih tiada lain untuk menyatukan masyarakat. Dengan kirab budaya itu, diharapkan masyarakat dapat meningkatkan rasa memiliki Merah Putih sebagai simbol negara.

"Ada tiga hal yang ditekankan dalam merah putih, tidak hanya simbol tanpa makna. Di dalamnya ada kehormatan bangsa, harga diri bangsa dan jati diri bangsa," kata Luthfi.

Luthfi mengatakan, masyarakat sudah tidak boleh lagi meributkan isu perbedaan. Menurutnya, dunia saat ini sudah memikirkan tentang kemajuan, bukan lagi memperdebatkan perbedaan.

"Bangsa Indonesia terdahulu sudah pandai dan berpikiran ke depan. Mereka bisa membuat Candi Borobudur, Prambanan, Masjid Agung dan lainnya dengan hebat. Kenapa sekarang kita justru ketinggalan dan masih meributkan perbedaan. Untuk itu, dengan kirab budaya ini, mari kita sadar tentang pentingnya menjaga persatuan bangsa," tandas Luthfi.

Kirab Kebangsaan Merah Putih diikuti oleh ribuan warga Jawa Tengah. Mengenakan beragam pakaian adat, mereka berbaur dari berbagai suku, agama, ras dan golongan, dan mengikuti kirab dari Jalan Depok Semarang menuju Lapangan Pancasila Simpanglima. Peserta kirab juga membawa bendera merah putih sepanjang 500 meter.

Selain kirab budaya, dalam acara itu juga dibacakan deklarasi bersama. Ada empat poin deklarasi yang dibacakan dalam acara itu. Yakni, setia pada Pancasila dan UUD 45, setia pada NKRI dan Bhineka Tunggal Ika, setia kepada pemerintahan dan menolak setiap upaya provokasi yang ingin menjatuhkan pemerintahan serta menghormati perbedaan dan menolak segala bentuk faham radikalisme, terorisme, anti pancasila, intoleransi pun gerakan apapun yang dapat menimbulkan perpecahan.


Bagikan :

SEMARANG - Toleransi beragama bukan hal yang baru bagi warga Nusantara. Sikap saling menghormati dan menghargai perbedaan bahkan sudah dicontohkan sejak zaman nabi dan wali.

Hal itu disampaikan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo saat memimpin Kirab Kebangsaan Merah Putih di Lapangan Pancasila Simpanglima Semarang, Jumat (24/1/2020). Hadir pula dalam acara itu, ulama Habib Luthfi bin Yahya, Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin Maimoen, jajaran Forkompimda dan masyarakat dari berbagai suku, agama, ras dan golongan.

"Keberagaman itu sudah menjadi sunnatullah. Kebhinekaan di Tanah Air kita sudah termaktub di lauhul makhfudz. Maka para ulama telah mewanti-wanti, dahulukanlah adabmu sebelum kau junjung ilmumu," kata Ganjar di hadapan ribuan peserta kirab.

Ganjar menambahkan, banyak kisah yang mengajarkan sikap toleransi. Bahkan saking luar biasanya sisi kemanusiaan Rasulullah, beliau seminggu tiga kali menyuapi seorang nenek Yahudi, dengan suapan yang sangat lembut.

"Padahal nenek Yahudi tersebut tidak henti-hentinya menjelek-jelekkan Rasulullah," imbuh Ganjar.

Sikap toleransi juga ditunjukkan para wali di Nusantara, seperti Sunan Kudus, yang demi menghormati pemeluk agama Hindu, ia melarang muridnya untuk menyembelih sapi. Ganjar menegaskan, laku untuk menghargai dan menghormati siapapun, termasuk yang berbeda keyakinan, telah dicontohkan sejak agama ini dikibarkan di bumi Nusantara. Untuk itu, saat ini tidak ada alasan bagi siapapun untuk tidak menerapkan kemuliaan akhlak tersebut.

"Maka lewat kirab ini, kami berharap akulturasi agama dan budaya dijadikan spirit untuk memperkokoh kebangsaan. Mudah-mudahan pawai ini mengingatkan kita tentang pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Kirab dengan peserta yang berbeda-beda suku, agama, ras dan golongan ini semakin menyadarkan bahwa bangsa ini beragam, namun tetap satu," harap Ganjar.

Senada dengan Ganjar, Habib Luthfi bin Yahya mengatakan, tujuan Kirab Kebangsaan Merah Putih tiada lain untuk menyatukan masyarakat. Dengan kirab budaya itu, diharapkan masyarakat dapat meningkatkan rasa memiliki Merah Putih sebagai simbol negara.

"Ada tiga hal yang ditekankan dalam merah putih, tidak hanya simbol tanpa makna. Di dalamnya ada kehormatan bangsa, harga diri bangsa dan jati diri bangsa," kata Luthfi.

Luthfi mengatakan, masyarakat sudah tidak boleh lagi meributkan isu perbedaan. Menurutnya, dunia saat ini sudah memikirkan tentang kemajuan, bukan lagi memperdebatkan perbedaan.

"Bangsa Indonesia terdahulu sudah pandai dan berpikiran ke depan. Mereka bisa membuat Candi Borobudur, Prambanan, Masjid Agung dan lainnya dengan hebat. Kenapa sekarang kita justru ketinggalan dan masih meributkan perbedaan. Untuk itu, dengan kirab budaya ini, mari kita sadar tentang pentingnya menjaga persatuan bangsa," tandas Luthfi.

Kirab Kebangsaan Merah Putih diikuti oleh ribuan warga Jawa Tengah. Mengenakan beragam pakaian adat, mereka berbaur dari berbagai suku, agama, ras dan golongan, dan mengikuti kirab dari Jalan Depok Semarang menuju Lapangan Pancasila Simpanglima. Peserta kirab juga membawa bendera merah putih sepanjang 500 meter.

Selain kirab budaya, dalam acara itu juga dibacakan deklarasi bersama. Ada empat poin deklarasi yang dibacakan dalam acara itu. Yakni, setia pada Pancasila dan UUD 45, setia pada NKRI dan Bhineka Tunggal Ika, setia kepada pemerintahan dan menolak setiap upaya provokasi yang ingin menjatuhkan pemerintahan serta menghormati perbedaan dan menolak segala bentuk faham radikalisme, terorisme, anti pancasila, intoleransi pun gerakan apapun yang dapat menimbulkan perpecahan.


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu