Follow Us :              

Cegah Perkawinan Anak, Ganjar Tunjuk Duta Jo Kawin Bocah dan Buka Luas Ruang Pengaduan

  09 June 2021  |   09:00:00  |   dibaca : 1062 
Kategori :
Bagikan :


Cegah Perkawinan Anak, Ganjar Tunjuk Duta Jo Kawin Bocah dan Buka Luas Ruang Pengaduan

09 June 2021 | 09:00:00 | dibaca : 1062
Kategori :
Bagikan :

Foto : Handy (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Handy (Humas Jateng)

SEMARANG - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo meminta agar ruang laporan dan aduan masyarakat terkait pernikahan anak dibuka sebanyak-banyaknya. Hal itu disampaikan Ganjar usai mendengar cerita dari orang tua anak penyintas pernikahan anak (kawin bocah) dalam acara "Talkshow Gelar Expo Jo Kawin Bocah" di Gedung Gradhika Bhakti Praja, Rabu (9/6/2021). 

Awalnya seorang ibu bercerita mengenai anak perempuannya yang terpaksa menikah pada usia sekitar 16 atau 17 tahun. Pernikahan terpaksa dilakukan, karena si anak sudah hamil oleh kekasihnya yang juga masih di bawah umur dan belum bekerja.  

"Saya ibu dari anak yang terpaksa melakukan perkawinan bocah. (Awalnya) Saya mendapat KDRT  (kekerasan dalam rumah tangga) dari suami sampai akhirnya berpisah. Anak saya diculik setelah pulang sekolah, dan dikoskan di tempat mewah," ujar ibu itu mengawali cerita. 

Sang ibu berusaha mencari keberadaan anak gadisnya, sampai akhirnya anak itu pulang dalam keadaan hamil. 

"Waktu pulang sudah hamil. Saya tanya, anak saya mengaku dihamili pacar. Memang pacarnya mau tanggung jawab untuk menikahi, tetapi kondisinya saat itu tidak ada modal dan tidak bekerja," katanya terbata-bata. 
Setelah menikah dan melahirkan, anak perempuan itu tidak kuat menerima tekanan sosial, sehingga meninggalkan suami dan anaknya. Terakhir, pasangan ini bercerai. 

"Anak saya waktu menikah umur 16 atau 17 tahun. (Karena itu) Saya berpesan jangan kawin bocah. Walaupun terpaksa mengawinkan, itu buntutnya tidak enak, terutama bagi orang tua pihak perempuan. Risikonya sampai bertahun-tahun," ungkapnya. 

Ganjar menyampaikan simpati pada cerita ibu tersebut. Ia membenarkan, dari banyak kasus kawin bocah, yang menjadi korban adalah perempuan. 

Cerita dari ibu itu juga mengonfirmasi, mengapa dari sisi usia pernikahan anak itu sangat berisiko. Meskipun pemerintah telah membuat regulasi, tetapi orang tua tetap mempunyai peran terpenting dalam pendidikan di rumah. Ganjar menegaskan, kasus kawin bocah menjadi tanggungjawab banyak pihak. 

"(Kawin bocah) Bukan hanya karena kenakalan remaja saja, tetapi juga kenakalan orang tua. Kalau kemudian banyak kawin bocah, yang salah itu Gubernurnya karena kurang memberikan pemahaman, guru dan orang tua juga punya peran untuk memberi penjelasan dan pembelajaran," kata Ganjar. 

Cerita ibu dari anak penyintas kawin bocah itu juga memberikan informasi bahwa beban anak akibat konflik orang tua cukup dan kurangnya pemahaman anak. Maka dari itu ruang-ruang pengaduan atau bercerita perlu dibuka seluas-luasnya agar anak bisa mendapatkan perlindungan dan mempunyai ruang untuk berkeluh kesah. 

Tunjuk Duta Jo Kawin Bocah

Selain mengkampanyekan gerakan Jo Kawin Bocah, di acara itu ditampilkan juga para duta Jo Kawin Bocah. Mereka yang terpilih adalah Maya dari Forum OSIS, Atalia dari Forum GenRe, Ivan dari Forum Anak, dan Aril yang mewakili komunitas difabel. 

Para duta ini telah menjalani pelatihan untuk dapat mengkampayekan pencegahan perkawinan anak, Jo Kawin Bocah dengan bahasa dan media yang dekat dengan anak-anak. 

"Nah sekarang ini ada duta Jo Kawin Bocah. Duta dari anak-anak ini yang akan terus mengkampanyekan Jo Kawin Bocah. Lalu menyampaikan bagaimana (agar) berprestasi, apa itu pernikahan, dan apa itu (kesehatan) reproduksi," katanya.


Bagikan :

SEMARANG - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo meminta agar ruang laporan dan aduan masyarakat terkait pernikahan anak dibuka sebanyak-banyaknya. Hal itu disampaikan Ganjar usai mendengar cerita dari orang tua anak penyintas pernikahan anak (kawin bocah) dalam acara "Talkshow Gelar Expo Jo Kawin Bocah" di Gedung Gradhika Bhakti Praja, Rabu (9/6/2021). 

Awalnya seorang ibu bercerita mengenai anak perempuannya yang terpaksa menikah pada usia sekitar 16 atau 17 tahun. Pernikahan terpaksa dilakukan, karena si anak sudah hamil oleh kekasihnya yang juga masih di bawah umur dan belum bekerja.  

"Saya ibu dari anak yang terpaksa melakukan perkawinan bocah. (Awalnya) Saya mendapat KDRT  (kekerasan dalam rumah tangga) dari suami sampai akhirnya berpisah. Anak saya diculik setelah pulang sekolah, dan dikoskan di tempat mewah," ujar ibu itu mengawali cerita. 

Sang ibu berusaha mencari keberadaan anak gadisnya, sampai akhirnya anak itu pulang dalam keadaan hamil. 

"Waktu pulang sudah hamil. Saya tanya, anak saya mengaku dihamili pacar. Memang pacarnya mau tanggung jawab untuk menikahi, tetapi kondisinya saat itu tidak ada modal dan tidak bekerja," katanya terbata-bata. 
Setelah menikah dan melahirkan, anak perempuan itu tidak kuat menerima tekanan sosial, sehingga meninggalkan suami dan anaknya. Terakhir, pasangan ini bercerai. 

"Anak saya waktu menikah umur 16 atau 17 tahun. (Karena itu) Saya berpesan jangan kawin bocah. Walaupun terpaksa mengawinkan, itu buntutnya tidak enak, terutama bagi orang tua pihak perempuan. Risikonya sampai bertahun-tahun," ungkapnya. 

Ganjar menyampaikan simpati pada cerita ibu tersebut. Ia membenarkan, dari banyak kasus kawin bocah, yang menjadi korban adalah perempuan. 

Cerita dari ibu itu juga mengonfirmasi, mengapa dari sisi usia pernikahan anak itu sangat berisiko. Meskipun pemerintah telah membuat regulasi, tetapi orang tua tetap mempunyai peran terpenting dalam pendidikan di rumah. Ganjar menegaskan, kasus kawin bocah menjadi tanggungjawab banyak pihak. 

"(Kawin bocah) Bukan hanya karena kenakalan remaja saja, tetapi juga kenakalan orang tua. Kalau kemudian banyak kawin bocah, yang salah itu Gubernurnya karena kurang memberikan pemahaman, guru dan orang tua juga punya peran untuk memberi penjelasan dan pembelajaran," kata Ganjar. 

Cerita ibu dari anak penyintas kawin bocah itu juga memberikan informasi bahwa beban anak akibat konflik orang tua cukup dan kurangnya pemahaman anak. Maka dari itu ruang-ruang pengaduan atau bercerita perlu dibuka seluas-luasnya agar anak bisa mendapatkan perlindungan dan mempunyai ruang untuk berkeluh kesah. 

Tunjuk Duta Jo Kawin Bocah

Selain mengkampanyekan gerakan Jo Kawin Bocah, di acara itu ditampilkan juga para duta Jo Kawin Bocah. Mereka yang terpilih adalah Maya dari Forum OSIS, Atalia dari Forum GenRe, Ivan dari Forum Anak, dan Aril yang mewakili komunitas difabel. 

Para duta ini telah menjalani pelatihan untuk dapat mengkampayekan pencegahan perkawinan anak, Jo Kawin Bocah dengan bahasa dan media yang dekat dengan anak-anak. 

"Nah sekarang ini ada duta Jo Kawin Bocah. Duta dari anak-anak ini yang akan terus mengkampanyekan Jo Kawin Bocah. Lalu menyampaikan bagaimana (agar) berprestasi, apa itu pernikahan, dan apa itu (kesehatan) reproduksi," katanya.


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu