Foto : Fajar (Humas Jateng)
Foto : Fajar (Humas Jateng)
JAKARTA - Gubernur Jawa Tengah, Komjen Pol (P) Drs. Ahmad Luthfi, S.St.M.K., menginisiasi pembangunan zonasi tempat pengelolaan sampah terpadu (TPST) regional di Jateng. Sebab, sejumlah kebupaten/kota mulai kesulitan menentukan tempat pembuangan akhir (TPA) di daerahnya masing-masing.
Guna merealisasikan ide tersebut, Gubernur sudah berkonsultasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup.
"Setelah mendapat arahan dari Pak Menteri, maka akan membuat zonasi sampah regional, karena alau kabupaten/kota berdiri sendiri (memuat TPST), koyoke abot (sepertinya berat). Maka, harus dipikul bareng," ucapnya usai bertemu Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, di Jakarta pada Selasa, 15 April 2025.
Ide pembangunan TPST regional ini sejalan dengan arahan Presiden, Prabowo Subianto, yang dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025, bahwa pengelolaan sampah wajib terselesaikan 100% pada tahun 2029. Sementara pada tahun ini, pengelolaan sampah ditargetkan sebesar 50%.
Sesuai dengan aturan tersebut, pengelolaan sampah di kota-kota besar dengan timbunan sampah lebih dari 1.000 ton perhari, akan diselesaikan dengan program waste to energy atau mengubah limbah menjadi energi.
Nantinya, pengelolaan yang dilakukan dengan sistem lintas kabupaten/kota akan menjadi ranah gubernur untuk mengoordinasikannya. Gubernur menyampaikan, persoalan sampah ini harus dikeroyok bersama oleh 35 Kabupaten/Kota di Jateng, karena sejumlah daerah sudah mulai kekurangan lahan yang akan dijadikan sebagai lokasi TPA dan pengelolaannya.
Tak hanya itu, persentase pengelolaan sampah juga harus ditingkatkan agar bisa mencapai target 50% pada tahun 2025. Sebagai langkah awal, Gubernur akan mengumpulkan 35 bupati dan wali kota. Nantinya, mereka akan mendapatkan arahan langsung dari Menteri Lingkungan Hidup terkait dengan penanganan sampah dari hulu ke hilir.
"Segera koordinasi dengan bupati dan wali kota," kata Gubernur.
Saat ini, ada sejumlah inovasi pengelolaan sampah yang sudah berjalan di Jateng, seperti pengelolaan sampah menjadi Refuse Derived Fuel (RDF) atau bahan bakar yang berasal dari sampah di TPST Jeruk Legi, Kabupaten Cilacap dengan kapasitas 150 ton sampah/hari. Selain itu, TPST Berbasis Lingkungan dan Edukasi (BLE), Kabupaten Banyumas mengolah sampah menjadi RDF, paving/genteng, kompos, dan magot.
Selanjutnya, ada pengolahan sampah menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di TPA Putri Cempo, Solo dengan kapasitas 450 ton/hari yang menghasilkan listrik 5 megawatt/hari. Kemudian, mendorong pengelolaan sampah di sisi hulu melalui pemberian apresiasi kepada Desa Mandiri Sampah sebanyak 48 desa (2023) dan 40 desa (2024), sehingga totalnya ada sebanyak 88 desa.
Terobosan lain yang dilakukan dalam mengatasi masalah sampah, di antaranya pengolahan sampah menjadi RDF dengan dukungan AIIB (Asian Infrastructure Investment Bank) di TPST Regional Magelang dengan kapasitas 200 ton/hari, termasuk di TPA Kabupaten Rembang, Temanggung, dan Jepara yang memiliki kapasitas 100 ton/hari.
Menanggapi persoalan sampah, Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menyatakan sepakat dengan Gubernur Jateng untuk mengumpulkan 35 bupati dan wali kota, guna menangani persoalan sampah sampai tuntas.
"Beberapa intervensi nanti akan kami sampaikan di sana (pertemuan 35 bupati/wali kota) dengan Bapak Gubernur," ujarnya.
Beberapa intervensi yang akan dilakukan, antara lain pelaksanaan program waste to energy hingga pengolahan sampah di tataran hilir.
Pada kesempatan itu, Menteri Lingkungan Hidup meminta Gubernur untuk mengawasi, melakukan kontrol, dan memberikan pengarahan terhadap pengelolaan sampah di kabupaten dan kota. Sebab, ada sejumlah wilayah di Jateng yang sudah diminta untuk segera menyelesaikan persoalan sampah di daerahnya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Jawa Tengah, Widi Hartanto, mengatakan, hingga kini Jateng memiliki 46 tempat pembuangan akhir (TPA) yang tersebar di 35 kabupaten/kota.
JAKARTA - Gubernur Jawa Tengah, Komjen Pol (P) Drs. Ahmad Luthfi, S.St.M.K., menginisiasi pembangunan zonasi tempat pengelolaan sampah terpadu (TPST) regional di Jateng. Sebab, sejumlah kebupaten/kota mulai kesulitan menentukan tempat pembuangan akhir (TPA) di daerahnya masing-masing.
Guna merealisasikan ide tersebut, Gubernur sudah berkonsultasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup.
"Setelah mendapat arahan dari Pak Menteri, maka akan membuat zonasi sampah regional, karena alau kabupaten/kota berdiri sendiri (memuat TPST), koyoke abot (sepertinya berat). Maka, harus dipikul bareng," ucapnya usai bertemu Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, di Jakarta pada Selasa, 15 April 2025.
Ide pembangunan TPST regional ini sejalan dengan arahan Presiden, Prabowo Subianto, yang dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025, bahwa pengelolaan sampah wajib terselesaikan 100% pada tahun 2029. Sementara pada tahun ini, pengelolaan sampah ditargetkan sebesar 50%.
Sesuai dengan aturan tersebut, pengelolaan sampah di kota-kota besar dengan timbunan sampah lebih dari 1.000 ton perhari, akan diselesaikan dengan program waste to energy atau mengubah limbah menjadi energi.
Nantinya, pengelolaan yang dilakukan dengan sistem lintas kabupaten/kota akan menjadi ranah gubernur untuk mengoordinasikannya. Gubernur menyampaikan, persoalan sampah ini harus dikeroyok bersama oleh 35 Kabupaten/Kota di Jateng, karena sejumlah daerah sudah mulai kekurangan lahan yang akan dijadikan sebagai lokasi TPA dan pengelolaannya.
Tak hanya itu, persentase pengelolaan sampah juga harus ditingkatkan agar bisa mencapai target 50% pada tahun 2025. Sebagai langkah awal, Gubernur akan mengumpulkan 35 bupati dan wali kota. Nantinya, mereka akan mendapatkan arahan langsung dari Menteri Lingkungan Hidup terkait dengan penanganan sampah dari hulu ke hilir.
"Segera koordinasi dengan bupati dan wali kota," kata Gubernur.
Saat ini, ada sejumlah inovasi pengelolaan sampah yang sudah berjalan di Jateng, seperti pengelolaan sampah menjadi Refuse Derived Fuel (RDF) atau bahan bakar yang berasal dari sampah di TPST Jeruk Legi, Kabupaten Cilacap dengan kapasitas 150 ton sampah/hari. Selain itu, TPST Berbasis Lingkungan dan Edukasi (BLE), Kabupaten Banyumas mengolah sampah menjadi RDF, paving/genteng, kompos, dan magot.
Selanjutnya, ada pengolahan sampah menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di TPA Putri Cempo, Solo dengan kapasitas 450 ton/hari yang menghasilkan listrik 5 megawatt/hari. Kemudian, mendorong pengelolaan sampah di sisi hulu melalui pemberian apresiasi kepada Desa Mandiri Sampah sebanyak 48 desa (2023) dan 40 desa (2024), sehingga totalnya ada sebanyak 88 desa.
Terobosan lain yang dilakukan dalam mengatasi masalah sampah, di antaranya pengolahan sampah menjadi RDF dengan dukungan AIIB (Asian Infrastructure Investment Bank) di TPST Regional Magelang dengan kapasitas 200 ton/hari, termasuk di TPA Kabupaten Rembang, Temanggung, dan Jepara yang memiliki kapasitas 100 ton/hari.
Menanggapi persoalan sampah, Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menyatakan sepakat dengan Gubernur Jateng untuk mengumpulkan 35 bupati dan wali kota, guna menangani persoalan sampah sampai tuntas.
"Beberapa intervensi nanti akan kami sampaikan di sana (pertemuan 35 bupati/wali kota) dengan Bapak Gubernur," ujarnya.
Beberapa intervensi yang akan dilakukan, antara lain pelaksanaan program waste to energy hingga pengolahan sampah di tataran hilir.
Pada kesempatan itu, Menteri Lingkungan Hidup meminta Gubernur untuk mengawasi, melakukan kontrol, dan memberikan pengarahan terhadap pengelolaan sampah di kabupaten dan kota. Sebab, ada sejumlah wilayah di Jateng yang sudah diminta untuk segera menyelesaikan persoalan sampah di daerahnya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Jawa Tengah, Widi Hartanto, mengatakan, hingga kini Jateng memiliki 46 tempat pembuangan akhir (TPA) yang tersebar di 35 kabupaten/kota.
Berita Terbaru