Follow Us :              

Pancasilais Niku Rembugan

  26 January 2017  |   14:00:00  |   dibaca : 810 
Kategori :
Bagikan :


Pancasilais Niku Rembugan

26 January 2017 | 14:00:00 | dibaca : 810
Kategori :
Bagikan :

Foto : (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : (Humas Jateng)

Semarang - Sejak merdeka, Pancasila menjadi ideologi yang dianut bangsa Indonesia. Nilai-nilai Pancasila yang terkandung di dalamnya, bersifat dinamis terhadap perubahan zaman dan memiliki cakupan luas karena mencakup seluruh aspek kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Tapi, sudahkan kita memiliki karakter yang Pancasilais?

 

Pertanyaan itu mengemuka ketika Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP memberikan sambutan dalam acara Seminar Nasional bertema Eksistensi Program Doktor Ilmu Hukum dalam Membangun Sistem Hukum Nasional yang Berbasis Pancasila di Wisma Perdamaian, Kamis (26/1).

 

Ganjar berpendapat, saat ini banyak sendi kehidupan berbangsa dan bernegara yang tidak mencerminkan karakter Pancasilais. Dia menujukkan kasus operasi tangkap tangan terhadap Bupati Klaten karena dugaan kasus jual beli jabatan.

 

“Bibar dilantik, kula ajak rencang-rencang (bupati/ wali kota terpilih) dhateng KPK. Kula tunggoni. Traing of trainer (ToT) kagem mencegah tindakan korupsi di kabupaten/ kota, malah Kebumen kedadean, terus Klaten. Pelatihan ToT dadi OTT. Judule dodolan kursi, jabatan. Arep ngomong apa? Teng pundi Pancasilaise?," ungkap Ganjar.

 

Contoh lain sikap tidak Pancasilais adalah, pendirian usaha skala besar yang tidak memerhatikan kesejahteraan berkelanjutan masyarakat di sekitarnya. Ganjar berpandangan, jika upaya memerhatikan masyarakat secara berkelanjutan terbentur regulasi, regulasi bisa diubah. Sebab, yang terpenting adalah kemauan untuk menerobosnya.

 

"Nek usahane bisa untung puluhan miliar saben wulan, rakyat entuk apa? Mung digawekke embung, dalan, masjid? Ora cukup. Sebabe ra bisa nguripi masyarakat secara langsung," tuturnya.

 

Orang nomor satu di Jawa Tengah itu lantas menceritakan kesuksesan pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Ponggok di Klaten. Bumdes tersebut, penghasilannya semakin bertambah setiap tahun. Jika pada 2015 sudah mampu menghasilkan Rp 6 miliar/ tahun, pada 2016 semakin bertambah besar, yakni mencapai Rp 10 miliar/ tahun. Dengan penghasilan yang besar itu, perekonomian masyarakat meningkat secara nyata.

 

"Bumdes bisa dadi bisnis gedhe sing nguripi masyarakat desa. Contone Bumdes Ponggok. Tahun wingi penghasilane Rp 6 miliar, tahun iki Rp 10 miliar. Programe sak omah, sak sarjana. Pancasilais pol. Kadese juara. Iki Pancasilais di bidang ekonomi," jelasnya.

 

Untuk mencapai suatu tujuan tertentu, imbuhnya, pasti perlu ada proses, yang di dalamnya ada rembugan/ dialog. Menurut Ganjar, rembugan adalah sikap Pancasilais.

 

"Nek kula, Pancasilais niku rembugan. Mboten voting. Rembugan niku, teori modern niku, jarene ilmuwan politik demokrasi deliberatif. Angel? Pancen. Sing rembugan sapa? Kudu ana kelompok sing isa mewakili teori representasi. Sing arep rembugan sapa, kelompokke sapa," jelasnya.

 

Dalam proses dialog, sambungnya, jangan sampai ada kelompok masyarakat yang tidak terwakili. Mantan anggota DPR RI itu kemudian menuturkan pengalamannya ketika berkunjung di Klaten (25/1) dan berdiskusi dengan pendamping desa, kades, kelompok usaha kecil, dan penyandang cacat korban gempa Klaten-DIY. Saat itu, kelompok penyandang cacat mengadu bahwa mereka tidak pernah diundang untuk mengikuti musrenbangdes. Sehingga, mereka tidak bisa menyampaikan aspirasi untuk mendapat akses kebijakan yang bisa memandirikan kehidupan mereka.

 

"Penyandang cacat korban gempa Klaten Jateng-DIY iki gawe yayasan bareng-bareng. Eksis. Mandiri. Dahsyat. Kula takoni, masalahmu apa? Pak Gub, kula ajeng lapor, nek musrenbangdes, kelompok cacat mboten nate diundang. Dadi nek kula ajeng mandiri, mboten entuk akses. Kula pengen akses kebijakan, akses anggaran, mboten entuk. Niki representasi. Pancasilais napa mboten? Niku cerdas," tutupnya. (Humas Jateng)

 


Bagikan :

Semarang - Sejak merdeka, Pancasila menjadi ideologi yang dianut bangsa Indonesia. Nilai-nilai Pancasila yang terkandung di dalamnya, bersifat dinamis terhadap perubahan zaman dan memiliki cakupan luas karena mencakup seluruh aspek kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Tapi, sudahkan kita memiliki karakter yang Pancasilais?

 

Pertanyaan itu mengemuka ketika Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP memberikan sambutan dalam acara Seminar Nasional bertema Eksistensi Program Doktor Ilmu Hukum dalam Membangun Sistem Hukum Nasional yang Berbasis Pancasila di Wisma Perdamaian, Kamis (26/1).

 

Ganjar berpendapat, saat ini banyak sendi kehidupan berbangsa dan bernegara yang tidak mencerminkan karakter Pancasilais. Dia menujukkan kasus operasi tangkap tangan terhadap Bupati Klaten karena dugaan kasus jual beli jabatan.

 

“Bibar dilantik, kula ajak rencang-rencang (bupati/ wali kota terpilih) dhateng KPK. Kula tunggoni. Traing of trainer (ToT) kagem mencegah tindakan korupsi di kabupaten/ kota, malah Kebumen kedadean, terus Klaten. Pelatihan ToT dadi OTT. Judule dodolan kursi, jabatan. Arep ngomong apa? Teng pundi Pancasilaise?," ungkap Ganjar.

 

Contoh lain sikap tidak Pancasilais adalah, pendirian usaha skala besar yang tidak memerhatikan kesejahteraan berkelanjutan masyarakat di sekitarnya. Ganjar berpandangan, jika upaya memerhatikan masyarakat secara berkelanjutan terbentur regulasi, regulasi bisa diubah. Sebab, yang terpenting adalah kemauan untuk menerobosnya.

 

"Nek usahane bisa untung puluhan miliar saben wulan, rakyat entuk apa? Mung digawekke embung, dalan, masjid? Ora cukup. Sebabe ra bisa nguripi masyarakat secara langsung," tuturnya.

 

Orang nomor satu di Jawa Tengah itu lantas menceritakan kesuksesan pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Ponggok di Klaten. Bumdes tersebut, penghasilannya semakin bertambah setiap tahun. Jika pada 2015 sudah mampu menghasilkan Rp 6 miliar/ tahun, pada 2016 semakin bertambah besar, yakni mencapai Rp 10 miliar/ tahun. Dengan penghasilan yang besar itu, perekonomian masyarakat meningkat secara nyata.

 

"Bumdes bisa dadi bisnis gedhe sing nguripi masyarakat desa. Contone Bumdes Ponggok. Tahun wingi penghasilane Rp 6 miliar, tahun iki Rp 10 miliar. Programe sak omah, sak sarjana. Pancasilais pol. Kadese juara. Iki Pancasilais di bidang ekonomi," jelasnya.

 

Untuk mencapai suatu tujuan tertentu, imbuhnya, pasti perlu ada proses, yang di dalamnya ada rembugan/ dialog. Menurut Ganjar, rembugan adalah sikap Pancasilais.

 

"Nek kula, Pancasilais niku rembugan. Mboten voting. Rembugan niku, teori modern niku, jarene ilmuwan politik demokrasi deliberatif. Angel? Pancen. Sing rembugan sapa? Kudu ana kelompok sing isa mewakili teori representasi. Sing arep rembugan sapa, kelompokke sapa," jelasnya.

 

Dalam proses dialog, sambungnya, jangan sampai ada kelompok masyarakat yang tidak terwakili. Mantan anggota DPR RI itu kemudian menuturkan pengalamannya ketika berkunjung di Klaten (25/1) dan berdiskusi dengan pendamping desa, kades, kelompok usaha kecil, dan penyandang cacat korban gempa Klaten-DIY. Saat itu, kelompok penyandang cacat mengadu bahwa mereka tidak pernah diundang untuk mengikuti musrenbangdes. Sehingga, mereka tidak bisa menyampaikan aspirasi untuk mendapat akses kebijakan yang bisa memandirikan kehidupan mereka.

 

"Penyandang cacat korban gempa Klaten Jateng-DIY iki gawe yayasan bareng-bareng. Eksis. Mandiri. Dahsyat. Kula takoni, masalahmu apa? Pak Gub, kula ajeng lapor, nek musrenbangdes, kelompok cacat mboten nate diundang. Dadi nek kula ajeng mandiri, mboten entuk akses. Kula pengen akses kebijakan, akses anggaran, mboten entuk. Niki representasi. Pancasilais napa mboten? Niku cerdas," tutupnya. (Humas Jateng)

 


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu