Follow Us :              

Sekda : Potensi Konflik Sosial Harus Tuntas Diselesaikan

  01 August 2019  |   09:00:00  |   dibaca : 4664 
Kategori :
Bagikan :


Sekda : Potensi Konflik Sosial Harus Tuntas Diselesaikan

01 August 2019 | 09:00:00 | dibaca : 4664
Kategori :
Bagikan :

Foto : Rinto (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Rinto (Humas Jateng)

SEMARANG – Stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat menjadi salah satu faktor penting dalam pembangunan. Pemerintah akan lancar melaksanakan pembangunan, jika tidak ada gejolak di masyarakat. Pun, pembangunan akan terganggu apabila ada konflik sosial.

Sekretaris Daerah Jateng Sri Puryono mengatakan, setiap daerah memiliki tantangan masing-masing dalam mencegah terjadinya konflik sosial. Semakin beragam suku yang menempati suatu wilayah, akan semakin beraneka ragam pula persoalan kehidupan bermasyarakat di dalamnya.

Jawa Tengah ditinggali berbagai suku. Sebanyak 74,3 persen merupakan suku Jawa, 5,9 persen suku Madura, 5,6 persen suku Sunda, 5,6 persen suku Batak dan 4,5 persennya, lain-lain.
Mereka menganut agama yang berbeda-beda. Kondisi tersebut tentu sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat karena keanekaragaman tingkat ekonomi, sosial, agama, suku, budaya dan lainnya.
"Keanekaragaman tersebut juga menjadi PR kita bersama dalam menjaga keamanan dan kondusivitas Jawa Tengah," kata Sekda saat memberikan sambutan Rapat Koordinasi Membahas Penanganan Penyelesaian Konflik Sosial Terkait Proyek Strategis Nasional, Konflik Berlatarbelakang Lahan dan Kehutanan serta SARA dan Hubungan Industrial di Jateng, Kamis (1/8) di Hotel Ciputra.

Secara umum, kondisi Jateng memang kondusif. Namun, Sekda menyampaikan, masih ada beberapa konflik sosial berlatarbelakang SARA dan industrial. Antara lain kasus pencabutan izin gereja Dermolo di Jepara, dan penolakan kajian majelis tafsir Al-Qur’an di Kabupaten Kebumen.
Sementara konflik antarkelompok yang sempat terjadi yakni antara Gerakan Pemuda Kakbah Kota Magelang dengan Pemuda Pancasila dan penolakan warga atas kegiatan HUT Aliansi Mahasiswa Papua di Semarang. 
Menyikapi konflik-konflik yang terjadi, Pemprov Jateng dan aparat terkait sudah melakukan langkah-langkah penanganan dan mediasi agar dapat diredam. Selain itu, berbagai upaya pencegahan dilakukan agar tidak terjadi konflik sosial di masyarat.
"Upaya yang kami lakukan untuk proses penanganan konflik sosial dan pencegahannya antara lain melalui rapat tim terpadu. Selain itu melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat, organisasi keagamaan, dan organisasi kemasyarakatan. Seperti MUI, NU, Muhammadiyah, FKUB, dan FPBI," jelas Sekda.

Peningkatan kesadaran bela negara sesuai empat konsensus dasar kebangsaan (Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI) juga terus dilakukan. Upaya lainnya adalah meningkatkan kapasitas masyarakat dalam bidang kewaspadaan dan deteksi dini serta penanganan konflik sosial, meningkatkan kesadaran hukum masyarakat oleh Polda Jateng, Kajati Jateng dan Kanwil Kemenkumham RI, dan berbagai program kamtibmas lainnya yang mendukung terpeliharanya kondusifitas Jateng
.
"Kami juga terus berusaha menguatkan dan meningkatkan nilai-nilai toleransi kehidupan beragama, kerukunan antaraumat, pembauran kebangsaan melalui berbagai kegiatan kemasyarakatan. Pemprov melakukan koordinasi pula dengan aparat keamanan dan memantau setiap perkembangan berbagai konflik di Jateng, termasuk bahaya laten terorisme, radikalisme dan tindakan-tindakan intoleransi lainnya," paparnya.

 

Baca juga : Kearifan Lokal Jadi Filter Budaya Lokal


Bagikan :

SEMARANG – Stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat menjadi salah satu faktor penting dalam pembangunan. Pemerintah akan lancar melaksanakan pembangunan, jika tidak ada gejolak di masyarakat. Pun, pembangunan akan terganggu apabila ada konflik sosial.

Sekretaris Daerah Jateng Sri Puryono mengatakan, setiap daerah memiliki tantangan masing-masing dalam mencegah terjadinya konflik sosial. Semakin beragam suku yang menempati suatu wilayah, akan semakin beraneka ragam pula persoalan kehidupan bermasyarakat di dalamnya.

Jawa Tengah ditinggali berbagai suku. Sebanyak 74,3 persen merupakan suku Jawa, 5,9 persen suku Madura, 5,6 persen suku Sunda, 5,6 persen suku Batak dan 4,5 persennya, lain-lain.
Mereka menganut agama yang berbeda-beda. Kondisi tersebut tentu sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat karena keanekaragaman tingkat ekonomi, sosial, agama, suku, budaya dan lainnya.
"Keanekaragaman tersebut juga menjadi PR kita bersama dalam menjaga keamanan dan kondusivitas Jawa Tengah," kata Sekda saat memberikan sambutan Rapat Koordinasi Membahas Penanganan Penyelesaian Konflik Sosial Terkait Proyek Strategis Nasional, Konflik Berlatarbelakang Lahan dan Kehutanan serta SARA dan Hubungan Industrial di Jateng, Kamis (1/8) di Hotel Ciputra.

Secara umum, kondisi Jateng memang kondusif. Namun, Sekda menyampaikan, masih ada beberapa konflik sosial berlatarbelakang SARA dan industrial. Antara lain kasus pencabutan izin gereja Dermolo di Jepara, dan penolakan kajian majelis tafsir Al-Qur’an di Kabupaten Kebumen.
Sementara konflik antarkelompok yang sempat terjadi yakni antara Gerakan Pemuda Kakbah Kota Magelang dengan Pemuda Pancasila dan penolakan warga atas kegiatan HUT Aliansi Mahasiswa Papua di Semarang. 
Menyikapi konflik-konflik yang terjadi, Pemprov Jateng dan aparat terkait sudah melakukan langkah-langkah penanganan dan mediasi agar dapat diredam. Selain itu, berbagai upaya pencegahan dilakukan agar tidak terjadi konflik sosial di masyarat.
"Upaya yang kami lakukan untuk proses penanganan konflik sosial dan pencegahannya antara lain melalui rapat tim terpadu. Selain itu melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat, organisasi keagamaan, dan organisasi kemasyarakatan. Seperti MUI, NU, Muhammadiyah, FKUB, dan FPBI," jelas Sekda.

Peningkatan kesadaran bela negara sesuai empat konsensus dasar kebangsaan (Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI) juga terus dilakukan. Upaya lainnya adalah meningkatkan kapasitas masyarakat dalam bidang kewaspadaan dan deteksi dini serta penanganan konflik sosial, meningkatkan kesadaran hukum masyarakat oleh Polda Jateng, Kajati Jateng dan Kanwil Kemenkumham RI, dan berbagai program kamtibmas lainnya yang mendukung terpeliharanya kondusifitas Jateng
.
"Kami juga terus berusaha menguatkan dan meningkatkan nilai-nilai toleransi kehidupan beragama, kerukunan antaraumat, pembauran kebangsaan melalui berbagai kegiatan kemasyarakatan. Pemprov melakukan koordinasi pula dengan aparat keamanan dan memantau setiap perkembangan berbagai konflik di Jateng, termasuk bahaya laten terorisme, radikalisme dan tindakan-tindakan intoleransi lainnya," paparnya.

 

Baca juga : Kearifan Lokal Jadi Filter Budaya Lokal


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu