Follow Us :              

Innalillahi wa Inna Ilaihi Roojiun, Mbah Moen Meninggal Dunia

  06 August 2019  |   08:00:00  |   dibaca : 1402 
Kategori :
Bagikan :


Innalillahi wa Inna Ilaihi Roojiun, Mbah Moen Meninggal Dunia

06 August 2019 | 08:00:00 | dibaca : 1402
Kategori :
Bagikan :

Foto : Rinto (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Rinto (Humas Jateng)

SEMARANG - Kabar duka menyelimuti Tanah Air. Serbuan pesan di sosial media juga belum berhenti untuk mengabarkan ulama kharismatik yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Al Anwar, Sarang, Rembang, KH Maimoen Zubair atau yang akrab disapa Mbah Moen, meninggal dunia.
Ayahanda Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin yang lahir pada 28 Oktober 1928 itu wafat pada Selasa (6/8/2019) pukul 04.17 saat menunaikan ibadah haji dan sempat dirawat di RS An Noor Alfatihah Mekkah. 

Gus Yasin, sapaan akrab Taj Yasin melalui pesan singkat mengonfirmasi meninggalnya ayahanda. "Njih leres (iya benar). Abah tilar dunyo."
Sementara itu, hasil musyawarah keluarga, menurut putra Mbah Moen, Majid Kamil atau yang akrab disapa Gus Kamil, jenazah Mbah Moen akan dimakamkan Ma'la, dekat dengan makam Sayyidah Khodijah Al Kubro, guru beliau Sayyid Alawi Al Maliki dan Abuya Sayyid Muhammad Alawi Al Maliki serta Habib Salim As Syathiry. Putra Mbah Moen, Abdullah Ubab atau Gus Ubab dan Gus Kamil akan berangkat ke Mekkah siang ini. "Setelah dishalatkan di Masjidil Haram, Abah dimakamkan di Ma'la," katanya.

Sekda Jateng, Sri Puryono selain menyampaikan rasa duka yang mendalam juga meminta seluruh karyawan Pemprov Jateng mengikuti shalat ghaib setelah shalat dhuhur berjamaah di masjid At Taqwa komplek Kantor Gubernur Jateng.
Dikutip dari situs Nahdlatul Ulama, Mbah Moen merupakan putra dari Kiai Zubair, Sarang, seorang alim dan faqih. Dia juga murid dari Syaikh Sad al-Yamani serta Syaikh Hasan al-Yamani al-Makky.
Beliau mengaji di Pesantren Lirboyo, Kediri, di bawah bimbingan Kiai Abdul Karim. Selain itu, selama di Lirboyo, ia juga mengaji kepada Kiai Mahrus Ali dan Kiai Marzuki.

Pada umur 21 tahun, Maimoen Zubair melanjutkan belajar ke Mekkah Al Mukarromah. Perjalanan ini, didampingi oleh kakeknya sendiri, yakni Kiai Ahmad bin Syuib. Di Mekkah, Mbah Moen mengaji kepada Sayyid Alawi bin Abbas al-Maliki, Syekh al-Imam Hasan al-Masysyath, Sayyid Amin al-Quthbi, Syekh Yasin Isa al-Fadani, Syekh Abdul Qodir al-Mandaly dan beberapa ulama lainnya.

Mbah Moen juga meluangkan waktunya untuk mengaji ke beberapa ulama di Jawa, di antaranya Kiai Baidhowi, Kiai Ma'shum Lasem, Kiai Bisri Musthofa (Rembang), Kiai Wahab Chasbullah, Kiai Muslih Mranggen (Demak), Kiai Abdullah Abbas Buntet (Cirebon), Syekh Abul Fadhol Senori (Tuban), dan beberapa kiai lain. Mbah Moen juga menulis kitab-kitab yang menjadi rujukan santri. Di antaranya, kitab berjudul Al-Ulama Al-Mujaddidun.

Selepas kembali dari tanah Hijaz dan mengaji dengan beberapa kiai, Mbah Moen kemudian mengabdikan diri untuk mengajar di Sarang, di tanah kelahirannya. Pada 1965, Mbah Moen kemudian istiqomah mengembangkan Pondok Pesantren Al Anwar Sarang, Rembang. Pesantren ini, kemudian menjadi rujukan santri untuk belajar kitab kuning dan mempelajari turats secara komprehensif.

Selama hidupnya, Mbah Moen memiliki kiprah sebagai penggerak. Ia pernah menjadi anggota DPRD Rembang selama 7 tahun. Selain itu, beliau juga pernah menjadi anggota MPR RI utusan Jawa Tengah. Karena kedalaman ilmu dan kharismanya, Mbah Moen diangkat sebagai Ketua Dewan Syuro Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Politik dalam diri Mbah Moen bukan tentang kepentingan sesaat, akan tetapi sebagai kontribusi untuk mendialogkan Islam dan kebangsaan. Demikianlah, Mbah Moen merupakan seorang faqih sekaligus muharrik, pakar fiqh sekaligus penggerak. Allahummagfirlahu warhamhu wa'afihi wa'fu anhu...


Bagikan :

SEMARANG - Kabar duka menyelimuti Tanah Air. Serbuan pesan di sosial media juga belum berhenti untuk mengabarkan ulama kharismatik yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Al Anwar, Sarang, Rembang, KH Maimoen Zubair atau yang akrab disapa Mbah Moen, meninggal dunia.
Ayahanda Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin yang lahir pada 28 Oktober 1928 itu wafat pada Selasa (6/8/2019) pukul 04.17 saat menunaikan ibadah haji dan sempat dirawat di RS An Noor Alfatihah Mekkah. 

Gus Yasin, sapaan akrab Taj Yasin melalui pesan singkat mengonfirmasi meninggalnya ayahanda. "Njih leres (iya benar). Abah tilar dunyo."
Sementara itu, hasil musyawarah keluarga, menurut putra Mbah Moen, Majid Kamil atau yang akrab disapa Gus Kamil, jenazah Mbah Moen akan dimakamkan Ma'la, dekat dengan makam Sayyidah Khodijah Al Kubro, guru beliau Sayyid Alawi Al Maliki dan Abuya Sayyid Muhammad Alawi Al Maliki serta Habib Salim As Syathiry. Putra Mbah Moen, Abdullah Ubab atau Gus Ubab dan Gus Kamil akan berangkat ke Mekkah siang ini. "Setelah dishalatkan di Masjidil Haram, Abah dimakamkan di Ma'la," katanya.

Sekda Jateng, Sri Puryono selain menyampaikan rasa duka yang mendalam juga meminta seluruh karyawan Pemprov Jateng mengikuti shalat ghaib setelah shalat dhuhur berjamaah di masjid At Taqwa komplek Kantor Gubernur Jateng.
Dikutip dari situs Nahdlatul Ulama, Mbah Moen merupakan putra dari Kiai Zubair, Sarang, seorang alim dan faqih. Dia juga murid dari Syaikh Sad al-Yamani serta Syaikh Hasan al-Yamani al-Makky.
Beliau mengaji di Pesantren Lirboyo, Kediri, di bawah bimbingan Kiai Abdul Karim. Selain itu, selama di Lirboyo, ia juga mengaji kepada Kiai Mahrus Ali dan Kiai Marzuki.

Pada umur 21 tahun, Maimoen Zubair melanjutkan belajar ke Mekkah Al Mukarromah. Perjalanan ini, didampingi oleh kakeknya sendiri, yakni Kiai Ahmad bin Syuib. Di Mekkah, Mbah Moen mengaji kepada Sayyid Alawi bin Abbas al-Maliki, Syekh al-Imam Hasan al-Masysyath, Sayyid Amin al-Quthbi, Syekh Yasin Isa al-Fadani, Syekh Abdul Qodir al-Mandaly dan beberapa ulama lainnya.

Mbah Moen juga meluangkan waktunya untuk mengaji ke beberapa ulama di Jawa, di antaranya Kiai Baidhowi, Kiai Ma'shum Lasem, Kiai Bisri Musthofa (Rembang), Kiai Wahab Chasbullah, Kiai Muslih Mranggen (Demak), Kiai Abdullah Abbas Buntet (Cirebon), Syekh Abul Fadhol Senori (Tuban), dan beberapa kiai lain. Mbah Moen juga menulis kitab-kitab yang menjadi rujukan santri. Di antaranya, kitab berjudul Al-Ulama Al-Mujaddidun.

Selepas kembali dari tanah Hijaz dan mengaji dengan beberapa kiai, Mbah Moen kemudian mengabdikan diri untuk mengajar di Sarang, di tanah kelahirannya. Pada 1965, Mbah Moen kemudian istiqomah mengembangkan Pondok Pesantren Al Anwar Sarang, Rembang. Pesantren ini, kemudian menjadi rujukan santri untuk belajar kitab kuning dan mempelajari turats secara komprehensif.

Selama hidupnya, Mbah Moen memiliki kiprah sebagai penggerak. Ia pernah menjadi anggota DPRD Rembang selama 7 tahun. Selain itu, beliau juga pernah menjadi anggota MPR RI utusan Jawa Tengah. Karena kedalaman ilmu dan kharismanya, Mbah Moen diangkat sebagai Ketua Dewan Syuro Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Politik dalam diri Mbah Moen bukan tentang kepentingan sesaat, akan tetapi sebagai kontribusi untuk mendialogkan Islam dan kebangsaan. Demikianlah, Mbah Moen merupakan seorang faqih sekaligus muharrik, pakar fiqh sekaligus penggerak. Allahummagfirlahu warhamhu wa'afihi wa'fu anhu...


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu