Follow Us :              

Predikat Jateng Bebas Rabies Terancam, Ganjar : Stop Makan Sengsu

  29 September 2019  |   07:00:00  |   dibaca : 2503 
Kategori :
Bagikan :


Predikat Jateng Bebas Rabies Terancam, Ganjar : Stop Makan Sengsu

29 September 2019 | 07:00:00 | dibaca : 2503
Kategori :
Bagikan :

Foto : Vivi (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Vivi (Humas Jateng)

SEMARANG - Predikat Jawa Tengah sebagai Provinsi bebas rabies semakin terancam dengan tingginya peredaran olahan daging anjing. Untuk itu Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo terus mendorong para bupati maupun walikota se Jateng untuk menelurkan peraturan pelarangan dan menaati perundang-undangan. 

Sejak tahun 1995 di Jawa Tengah sudah tidak ditemukan lagi kasus rabies. Melihat perkembangan tersebut akhirnya Kementerian Pertanian mengeluarkan surat keputusan Nomor 892/Kota/TN.560/9/1997 yang menyatakan Jateng bebas rabies. Sementara saat ini konsumsi Hewan Pembawa Rabies (HBR) di Jawa Tengah anjing salah satunya cukup tinggi. 

"Kita kampanyekan anjing itu bukan hewan konsumsi. Mari kita hentikan," kata Ganjar, Minggu (29/9/2019) di sela-sela acara World Rabies Day 2019 di Taman Indonesia Kaya, Semarang.

Tingginya peredaran olahan daging anjing di Jawa Tengah didominasi dari Solo Raya. Data dari Dog Meet Free Indonesia (DMFI) menyebutkan seratus lebih warung olahan anjing berada di sana. Di Kota Solo saja ada 82 warung. Sementara untuk memenuhi kebutuhan tersebut setiap bulan sebanyak 13.700 ekor anjing dibantai di Solo dengan pemasok utamanya adalah Jawa Barat yang notabene belum terbebas dari rabies. 

"Sebenarnya kita minta kepala daerah, tokoh agama dan tokoh masyarakat ayo kita dorong ajari masyarakat agar mengkonsumsi hewan yang layak dikonsumsi," kata Ganjar. 

Acuan pemerintah daerah, kabupaten maupun kota untuk menerbitkan peraturan pelarangan mengkonsumsi olahan daging anjing sebenarnya telah ada, yakni Undang-undang No 18 tahun 2012 tentang Pangan. Tepatnya Pasal (1) yang mengatakan bahwa anjing tidak termasuk dalam makanan konsumsi karena bukan merupakan sumber hayati produk peternakan, kehutanan atau jenis lainnya. 

Risiko konsumsi anjing bukan hanya mengancam yang mengkonsumsinya tapi juga yang mematikan. Dan kemungkinan penyakit yang ditimbulkannya adalah rabies, penyakit kulit ringworm dan kecacingan. 

"Jangan makan sengsu atau tongseng asu (anjing), ada tongseng yang lebih enak, tongseng sapi kambing ayam bisa. Itu juga untuk kesehatan manusia juga. Anjing untuk piaraan saja," katanya. 

Untuk yang memelihara anjing piaraan, kata Ganjar mesti rajin merawat. Membawa ke dokter hewan untuk diberi vaksi dan memberikan makanan yang sehat. Bahkan saat keliling stand di acara tersebut Ganjar diberi ada anjing yang biaya makannya lebih mahal dibanding juragannya. 

"Itu anjingnya satu hari biaya makannya Rp 55 ribu, lebih mahal dibanding yang punya,." kata Ganjar sambil berkelakar. ..

Di Jawa Tengah jumlah Hewan Pembawa Rabies mencapai ratusan ribu ekor. Untuk anjing ada 74.801 ekor, kucing sebanyak 275.086 ekor, dan kera sebanyak 2.525. Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Lalu M Syafriadi.

"Tapi masih kurang banyak, kami hanya menyediakan 4.800, dan di world Rabies Day ini hanya memberikan 500 vaksin," katanya.

 

Baca juga : Dorong Sistem Data Ternak Untuk Wujudkan Kedaulatan Pangan


Bagikan :

SEMARANG - Predikat Jawa Tengah sebagai Provinsi bebas rabies semakin terancam dengan tingginya peredaran olahan daging anjing. Untuk itu Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo terus mendorong para bupati maupun walikota se Jateng untuk menelurkan peraturan pelarangan dan menaati perundang-undangan. 

Sejak tahun 1995 di Jawa Tengah sudah tidak ditemukan lagi kasus rabies. Melihat perkembangan tersebut akhirnya Kementerian Pertanian mengeluarkan surat keputusan Nomor 892/Kota/TN.560/9/1997 yang menyatakan Jateng bebas rabies. Sementara saat ini konsumsi Hewan Pembawa Rabies (HBR) di Jawa Tengah anjing salah satunya cukup tinggi. 

"Kita kampanyekan anjing itu bukan hewan konsumsi. Mari kita hentikan," kata Ganjar, Minggu (29/9/2019) di sela-sela acara World Rabies Day 2019 di Taman Indonesia Kaya, Semarang.

Tingginya peredaran olahan daging anjing di Jawa Tengah didominasi dari Solo Raya. Data dari Dog Meet Free Indonesia (DMFI) menyebutkan seratus lebih warung olahan anjing berada di sana. Di Kota Solo saja ada 82 warung. Sementara untuk memenuhi kebutuhan tersebut setiap bulan sebanyak 13.700 ekor anjing dibantai di Solo dengan pemasok utamanya adalah Jawa Barat yang notabene belum terbebas dari rabies. 

"Sebenarnya kita minta kepala daerah, tokoh agama dan tokoh masyarakat ayo kita dorong ajari masyarakat agar mengkonsumsi hewan yang layak dikonsumsi," kata Ganjar. 

Acuan pemerintah daerah, kabupaten maupun kota untuk menerbitkan peraturan pelarangan mengkonsumsi olahan daging anjing sebenarnya telah ada, yakni Undang-undang No 18 tahun 2012 tentang Pangan. Tepatnya Pasal (1) yang mengatakan bahwa anjing tidak termasuk dalam makanan konsumsi karena bukan merupakan sumber hayati produk peternakan, kehutanan atau jenis lainnya. 

Risiko konsumsi anjing bukan hanya mengancam yang mengkonsumsinya tapi juga yang mematikan. Dan kemungkinan penyakit yang ditimbulkannya adalah rabies, penyakit kulit ringworm dan kecacingan. 

"Jangan makan sengsu atau tongseng asu (anjing), ada tongseng yang lebih enak, tongseng sapi kambing ayam bisa. Itu juga untuk kesehatan manusia juga. Anjing untuk piaraan saja," katanya. 

Untuk yang memelihara anjing piaraan, kata Ganjar mesti rajin merawat. Membawa ke dokter hewan untuk diberi vaksi dan memberikan makanan yang sehat. Bahkan saat keliling stand di acara tersebut Ganjar diberi ada anjing yang biaya makannya lebih mahal dibanding juragannya. 

"Itu anjingnya satu hari biaya makannya Rp 55 ribu, lebih mahal dibanding yang punya,." kata Ganjar sambil berkelakar. ..

Di Jawa Tengah jumlah Hewan Pembawa Rabies mencapai ratusan ribu ekor. Untuk anjing ada 74.801 ekor, kucing sebanyak 275.086 ekor, dan kera sebanyak 2.525. Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Lalu M Syafriadi.

"Tapi masih kurang banyak, kami hanya menyediakan 4.800, dan di world Rabies Day ini hanya memberikan 500 vaksin," katanya.

 

Baca juga : Dorong Sistem Data Ternak Untuk Wujudkan Kedaulatan Pangan


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu