Follow Us :              

Sekda: Triwulan Ketiga 2019 Terjadi 888 Kasus KDRT

  14 October 2019  |   14:00:00  |   dibaca : 4476 
Kategori :
Bagikan :


Sekda: Triwulan Ketiga 2019 Terjadi 888 Kasus KDRT

14 October 2019 | 14:00:00 | dibaca : 4476
Kategori :
Bagikan :

Foto : Ebron (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Ebron (Humas Jateng)

SEMARANG - Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Jawa Tengah memasuki triwulan ketiga atau per September 2019, tercatat 888 kasus. Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni-PPA), KDRT menyebutkan, sebanyak 305 di antaranya dialami oleh anak-anak, sedangkan 512 lainnya dialami perempuan dewasa. 

"Sementara kasus KDRT yang terlapor sepanjang 2018 sebanyak 1.017 kasus. Dari jumlah tersebut, 240 kasus dialami oleh anak-anak dan 777 dialami oleh perempuan dewasa," kata Sekda Jateng Sri Puryono saat memberi arahan pada Peningkatan Kapasitas Aparat Penegak Hukum dalam Perlindungan dan Penanganan Korban KDRT yang Responsif Gender di Hotel Ciputra Semarang, Senin (14/9/2019).

Terkait kondisi tersebut, Pemprov Jateng terus berusaha memberikan pelayanan bagi korban kekerasan. Dalam hal ini meliputi lima bidang layanan yang melibatkan lintas Organisasi Perangkat Daerah (OPD) serta jejaring lembaga sosial masyarakat. Layanan yang dimaksud, pengaduan, kesehatan, bantuan dan penegakan hukum, rehabilitasi sosial dan reintegrasi sosial.

Keempat layanan tersebut melibatkan berbagai instansi, yaitu Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan KB (DP3AP2KB), rumah sakit umum daerah (RSUD), Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD), Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Dinas Pendidikan dan Dinas Tenaga Kerja. Sedangkan khusus layanan penegakan hukum, dilaksanakan oleh aparat penegak hukum seperti kepolisian, pengadilan, dan Kejaksaan.

"Kasus KDRT terus meningkat karena KDRT maupun kekerasan seksual masih dianggap urusan domestik dan tabu untuk dilaporkan. Demikian pula kasus-kasus pelecehan seksual, juga  masih  banyak yang diakhiri secara damai antara pihak korban dan pelaku," katanya.

Untuk menjembatani antara layanan yang dilaksanakan oleh Pemprov Jateng dengan instansi vertikal, telah dilaksanakan perjanjian kerjasama tentang Sistem Pradilan Pidana Terpadu untuk Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan (SPPT PKKTP) dengan Polda, Pengadilan Tinggi, Kejaksaan Tinggi, Peradi, Depkumham dan Pengadilan Tinggi Agama. 

Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dari Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Ali Hasan mengatakan, korban KDRT di berbagai wilayah Indonesia, termasuk Jateng jumlahnya terus  meningkat dan membutuhkan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan sesuai hak-hak yang telah diamanatkan dalam UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang KDRT.

Data kekerasan dalam rumah tangga yang bersumber dari Simfoni  PPA menunjukkan, terdapat 12.185 kasus  KDRT yang terlapor pada 2018. Kemudian pada 2019, tercatat 6.009 kasus KDRT yang terlapor per 6 September  2019. Selain itu, data  CATAHU Komnas Perempuan 2019 menyebutkan, sepanjang 2018  lembaga layanan di Indonesia    menangani 406.178 kasus kekerasan perempuan dengan jenis kekerasan didominasi KDRT sebanyak 71 persen.  

"Tantangan dalam penanganan kasus  KDRT adalah pada proses penegakan hukum, karena tidak semua korban  melaporkan kasusnya ke polisi karena berbagai alasan. Adanya delik aduan dalam penanganan kasus KDRT yang diatur dalam UU Penghapusan KDRT memberikan implikasi pentingnya peran kepolisian untuk mencegah kasus  KDRT agar tidak berulang," paparnya.

Menurutnya, fakta di lapangan  menunjukan bahwa masih terdapat  penyidik Polri yang belum responsif gender terhadap para korban yang mengalami trauma akibat dampak kasus kekerasan yang kompleks. Selain itu masih  banyak aparat penegak hukum yang belum terlatih, serta belum memiliki perspektif kepentingan terbaik  bagi pemenuhan hak korban kekerasan  dalam proses penegakan hukum.

"KDRT sebagai bagian  dari kekerasan berbasis gender memiliki dampak terhadap korban yang kompleks. Sehingga penyelesaiannya tidak hanya membutuhkan    pendekatan hukum tetapi juga pemenuhan hak asasi manusia," katanya.

 

Baca juga : Dorong “Awareness” untuk Tekan Persoalan Perempuan dan Anak


Bagikan :

SEMARANG - Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Jawa Tengah memasuki triwulan ketiga atau per September 2019, tercatat 888 kasus. Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni-PPA), KDRT menyebutkan, sebanyak 305 di antaranya dialami oleh anak-anak, sedangkan 512 lainnya dialami perempuan dewasa. 

"Sementara kasus KDRT yang terlapor sepanjang 2018 sebanyak 1.017 kasus. Dari jumlah tersebut, 240 kasus dialami oleh anak-anak dan 777 dialami oleh perempuan dewasa," kata Sekda Jateng Sri Puryono saat memberi arahan pada Peningkatan Kapasitas Aparat Penegak Hukum dalam Perlindungan dan Penanganan Korban KDRT yang Responsif Gender di Hotel Ciputra Semarang, Senin (14/9/2019).

Terkait kondisi tersebut, Pemprov Jateng terus berusaha memberikan pelayanan bagi korban kekerasan. Dalam hal ini meliputi lima bidang layanan yang melibatkan lintas Organisasi Perangkat Daerah (OPD) serta jejaring lembaga sosial masyarakat. Layanan yang dimaksud, pengaduan, kesehatan, bantuan dan penegakan hukum, rehabilitasi sosial dan reintegrasi sosial.

Keempat layanan tersebut melibatkan berbagai instansi, yaitu Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan KB (DP3AP2KB), rumah sakit umum daerah (RSUD), Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD), Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Dinas Pendidikan dan Dinas Tenaga Kerja. Sedangkan khusus layanan penegakan hukum, dilaksanakan oleh aparat penegak hukum seperti kepolisian, pengadilan, dan Kejaksaan.

"Kasus KDRT terus meningkat karena KDRT maupun kekerasan seksual masih dianggap urusan domestik dan tabu untuk dilaporkan. Demikian pula kasus-kasus pelecehan seksual, juga  masih  banyak yang diakhiri secara damai antara pihak korban dan pelaku," katanya.

Untuk menjembatani antara layanan yang dilaksanakan oleh Pemprov Jateng dengan instansi vertikal, telah dilaksanakan perjanjian kerjasama tentang Sistem Pradilan Pidana Terpadu untuk Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan (SPPT PKKTP) dengan Polda, Pengadilan Tinggi, Kejaksaan Tinggi, Peradi, Depkumham dan Pengadilan Tinggi Agama. 

Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dari Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Ali Hasan mengatakan, korban KDRT di berbagai wilayah Indonesia, termasuk Jateng jumlahnya terus  meningkat dan membutuhkan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan sesuai hak-hak yang telah diamanatkan dalam UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang KDRT.

Data kekerasan dalam rumah tangga yang bersumber dari Simfoni  PPA menunjukkan, terdapat 12.185 kasus  KDRT yang terlapor pada 2018. Kemudian pada 2019, tercatat 6.009 kasus KDRT yang terlapor per 6 September  2019. Selain itu, data  CATAHU Komnas Perempuan 2019 menyebutkan, sepanjang 2018  lembaga layanan di Indonesia    menangani 406.178 kasus kekerasan perempuan dengan jenis kekerasan didominasi KDRT sebanyak 71 persen.  

"Tantangan dalam penanganan kasus  KDRT adalah pada proses penegakan hukum, karena tidak semua korban  melaporkan kasusnya ke polisi karena berbagai alasan. Adanya delik aduan dalam penanganan kasus KDRT yang diatur dalam UU Penghapusan KDRT memberikan implikasi pentingnya peran kepolisian untuk mencegah kasus  KDRT agar tidak berulang," paparnya.

Menurutnya, fakta di lapangan  menunjukan bahwa masih terdapat  penyidik Polri yang belum responsif gender terhadap para korban yang mengalami trauma akibat dampak kasus kekerasan yang kompleks. Selain itu masih  banyak aparat penegak hukum yang belum terlatih, serta belum memiliki perspektif kepentingan terbaik  bagi pemenuhan hak korban kekerasan  dalam proses penegakan hukum.

"KDRT sebagai bagian  dari kekerasan berbasis gender memiliki dampak terhadap korban yang kompleks. Sehingga penyelesaiannya tidak hanya membutuhkan    pendekatan hukum tetapi juga pemenuhan hak asasi manusia," katanya.

 

Baca juga : Dorong “Awareness” untuk Tekan Persoalan Perempuan dan Anak


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu