Follow Us :              

Mengritik Pemerintah Tidak Dilarang, Tapi Harus Beretika

  29 October 2019  |   19:00:00  |   dibaca : 641 
Kategori :
Bagikan :


Mengritik Pemerintah Tidak Dilarang, Tapi Harus Beretika

29 October 2019 | 19:00:00 | dibaca : 641
Kategori :
Bagikan :

Foto : Bintoro (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Bintoro (Humas Jateng)

SEMARANG - Mengkritik ataupun melakukan aksi unjukrasa atas berbagai kebijakan pemerintah tidak dilarang, karena itu hak masyarakat  menyampaikan pendapat, termasuk mahasiswa yang demontrasi. Namun siapapun yang berunjukrasa harus dilakukan sesuai peraturan dan beretika.

"Mahasiswa diperbolehkan mengkritisi pemerintah, namun penting diketahui pula bahwa dalam menyampaikan pendapat juga ada etika dan peraturannya. Kita diminta untuk menarik tangan pemimpin kita dan mengajaknya berbicara bukan di depan umum," ujar Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen, di Aula Kelurahan Sekaran, Kecamatan, Gunungpati, Kota Semarang, Selasa (30/10/2019). 

Di hadapan sekitar 200 peserta silaturahmi Keluarga Alumnus Pondok Pesantren Roudlotul Muhtaddin Balekambang di Semarangraya tersebut, Taj Yasin menjelaskan, menarik tangan pemimpin mempunyai arti, mengajak pemimpin atau pihak yang didemo berdiskusi atau berbicara di ruang tertutup atau bukan di depan umum. 

"Ini perlu saya sampaikan karena fitnah saat ini mudah pecah, berbagai persoalan pun mudah disulut. Sehingga ketika kita menyampaikan beragam persoalan dengan yang bersangkutan sebaiknya dilakukan secara tertutup. Seperti akhir-akhir kemarin, demo mahasiswa marak, bahkan ada yang sempat merusak pagar kantor gedung DPRD yang sekarang sudah diperbaiki," terang Gus Yasin, sapaan Taj Yasin.

Putra ulama kharismatik almarhum KH Maiomen Zubair itu menyampaikan, Rasulullah pernah mengatakan, 'setelah  saya meninggal akan muncul kemungkaran-kemungkaran, salah satunya pemimpin yang lalai dan dalim'. Namun dalam menghadapinya, umat muslim harus bersabar dan tidak boleh memeranginya selama pemimpin tersebut masih selalu melaksanakan kewajiban salat. 

Dalam kesempatan tersebut, mantan anggota DPRD Jateng itu juga berdialog dengan para peserta silaturahmi yang sebagian besar merupakan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta di Kota dan Kabupaten Semarang. Hadir pula pengurus Alumnus Ponpes Balekambang dan sejumlah citivas akademika Universitas Negeri Semarang.

Beragam topik pun diulas bersama, antara lain menyangkut peran pemerintah untuk memajukan santri di era Revolusi Industri 4.0, upaya-upaya yang harus dilakukan mahasiswa untuk menghindari paham-paham radikal, serta pemahaman bagaimana agama menyelesaikan berbagai persoalan.

"Ayo tunjukkan bahwa kita adalah santri dan setiap persoalan diselesaikan agama, bukan dimanapun masalah karena agama. Karena sekarang tidak sedikit persoalan terjadi karena mengatasnamakan agama, padahal agama adalah pembawa kedamaian," katanya.


Bagikan :

SEMARANG - Mengkritik ataupun melakukan aksi unjukrasa atas berbagai kebijakan pemerintah tidak dilarang, karena itu hak masyarakat  menyampaikan pendapat, termasuk mahasiswa yang demontrasi. Namun siapapun yang berunjukrasa harus dilakukan sesuai peraturan dan beretika.

"Mahasiswa diperbolehkan mengkritisi pemerintah, namun penting diketahui pula bahwa dalam menyampaikan pendapat juga ada etika dan peraturannya. Kita diminta untuk menarik tangan pemimpin kita dan mengajaknya berbicara bukan di depan umum," ujar Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen, di Aula Kelurahan Sekaran, Kecamatan, Gunungpati, Kota Semarang, Selasa (30/10/2019). 

Di hadapan sekitar 200 peserta silaturahmi Keluarga Alumnus Pondok Pesantren Roudlotul Muhtaddin Balekambang di Semarangraya tersebut, Taj Yasin menjelaskan, menarik tangan pemimpin mempunyai arti, mengajak pemimpin atau pihak yang didemo berdiskusi atau berbicara di ruang tertutup atau bukan di depan umum. 

"Ini perlu saya sampaikan karena fitnah saat ini mudah pecah, berbagai persoalan pun mudah disulut. Sehingga ketika kita menyampaikan beragam persoalan dengan yang bersangkutan sebaiknya dilakukan secara tertutup. Seperti akhir-akhir kemarin, demo mahasiswa marak, bahkan ada yang sempat merusak pagar kantor gedung DPRD yang sekarang sudah diperbaiki," terang Gus Yasin, sapaan Taj Yasin.

Putra ulama kharismatik almarhum KH Maiomen Zubair itu menyampaikan, Rasulullah pernah mengatakan, 'setelah  saya meninggal akan muncul kemungkaran-kemungkaran, salah satunya pemimpin yang lalai dan dalim'. Namun dalam menghadapinya, umat muslim harus bersabar dan tidak boleh memeranginya selama pemimpin tersebut masih selalu melaksanakan kewajiban salat. 

Dalam kesempatan tersebut, mantan anggota DPRD Jateng itu juga berdialog dengan para peserta silaturahmi yang sebagian besar merupakan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta di Kota dan Kabupaten Semarang. Hadir pula pengurus Alumnus Ponpes Balekambang dan sejumlah citivas akademika Universitas Negeri Semarang.

Beragam topik pun diulas bersama, antara lain menyangkut peran pemerintah untuk memajukan santri di era Revolusi Industri 4.0, upaya-upaya yang harus dilakukan mahasiswa untuk menghindari paham-paham radikal, serta pemahaman bagaimana agama menyelesaikan berbagai persoalan.

"Ayo tunjukkan bahwa kita adalah santri dan setiap persoalan diselesaikan agama, bukan dimanapun masalah karena agama. Karena sekarang tidak sedikit persoalan terjadi karena mengatasnamakan agama, padahal agama adalah pembawa kedamaian," katanya.


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu