Follow Us :              

Cerita Marni, Penjual Pecel yang Tak Mau Lagi Terima Bantuan Negara

  04 December 2019  |   09:00:00  |   dibaca : 941 
Kategori :
Bagikan :


Cerita Marni, Penjual Pecel yang Tak Mau Lagi Terima Bantuan Negara

04 December 2019 | 09:00:00 | dibaca : 941
Kategori :
Bagikan :

Foto : Slam (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Slam (Humas Jateng)

REMBANG - Banyak masyarakat yang ingin mendapatkan bantuan dari pemerintah. Bahkan di sejumlah tempat, ada sebagian masyarakat yang rela mengaku miskin demi mendapatkan bantuan-bantuan tersebut.

Tidak bagi Marni,59, penjual pecel asal Desa Meteseh Kecamatan Kaliori Kabupaten Rembang ini. Meski mendapatkan bantuan pemerintah berupa Program Keluarga Harapan (PKH), ia menyatakan mundur dan tidak mau lagi dibantu negara.

Yah, Marni adalah salah satu dari 3.557 penerima PKH di Kabupaten Rembang yang menyatakan mundur dari bantuan pemerintah itu. Alasannya, mereka menyatakan telah mampu dan bisa hidup mandiri tanpa mengandalkan bantuan. Oleh karena itu, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mewisuda Marni dan kawan-kawannya dari program PKH.

Di hadapan Ganjar Pranowo, Marni menyatakan saat ini sudah bisa hidup mandiri. Uang bantuan PKH untuk dua anaknya, ia sisihkan sebagai tambahan modal usaha berjualan pecel di rumah.

"Sekarang saya sudah punya usaha warung makan kecil-kecilan di rumah, jualan pecel. Penghasilan sebulan Rp3 juta pak. Jadi sekarang saya mundur, biar bantuannya untuk yang lebih membutuhkan," kata Marni saat acara peringatan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) di Rembang, Rabu (4/12).

Kepada Ganjar, Marni mengatakan bahwa ia menerima bantuan PKH sejak tahun 2012 lalu. Sebagian bantuan uang tunai itu, ia gunakan untuk biaya sekolah dua anaknya, sisanya ia sisihkan untuk modal usaha.

"Sedikit-sedikit saya gunakan untuk modal jualan, alhamdulillah sekarang sudah bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari dari jualan ini," terangnya.

Marni tidak menyangka hidupnya akan lebih baik seperti saat ini. Sebelum mendapat bantuan PKH, ia hanya buruh serabutan, sementara suami kerja sebagai tukang batu.

"Suami saya hanya tukang batu, jadi tidak bisa diandalkan penghasilannya. Alhamdulillah sekarang saya sudah bisa mandiri," tegasnya.

Marni pun berharap, para penerima PKH di Indonesia tidak hanya mengandalkan bantuan semata. Bantuan itu lanjut dia, hanya menjadi jembatan untuk meraih kehidupan yang lebih baik.

"Harapannya, yang merasa sudah mampu, mau mengundurkan diri, supaya gantian yang lain mendapatkan. Mereka yang lebih membutuhkan," katanya.

Cerita Marni kemudian membuat Ganjar tertarik. Ia kemudian memanggil beberapa penerima PKH lain untuk maju ke panggung dan belajar pada Marni. Dengan sederhana, Marni memberikan penjelasan kepada para penerima PKH lain tentang caranya bisa sejahtera seperti saat ini.

"Yang penting telaten dan hemat. Bantuan yang didapat jangan dihabiskan semua, tapi harus disisihkan dan ditabung," terang Marni.

Selain pandai menggunakan uang, kemauan untuk mandiri dan memiliki pendapatan lanjut Marni harus dikuatkan. Uang hasil tabungan dapat digunakan untuk mulai usaha kecil-kecilan. Menurut Marni, meski usaha kecil, namun jika ditekuni akan memberikan hasil optimal.

"Dadi ngunu (jadi begitu) ibu-ibu, panjenengan podo sinau njih (kalian belajar ya). Mpun, bu Marni diajari kanca-kancane (teman-temannya diajari). Njenengan kulo dadoske mentor (ibu saya jadikan mentor)," kata Ganjar.

Menurut Ganjar, komitmen Marni untuk berani mundur dari program bantuan pemerintah dan berharap bantuan diberikan pada yang lebih membutuhkan adalah contoh kongkret kesetiakawanan sosial. Nilai-nilai gotong royong dan kemanusiaan yang adil dan beradab, sudah dipraktikkan oleh ibu Marni dan 3.557 wisudawan PKH lainnya.

"Ini contoh bagus, bagaimana masyarakat dengan sadar bahwa ya saya sudah mampu, saya tidak mau lagi dibantu dan berharap bantuan untuk yang lain. Ini praktek dari sebuah kesetiakawanan sosial yang sebenarnya," tegas Ganjar.


Bagikan :

REMBANG - Banyak masyarakat yang ingin mendapatkan bantuan dari pemerintah. Bahkan di sejumlah tempat, ada sebagian masyarakat yang rela mengaku miskin demi mendapatkan bantuan-bantuan tersebut.

Tidak bagi Marni,59, penjual pecel asal Desa Meteseh Kecamatan Kaliori Kabupaten Rembang ini. Meski mendapatkan bantuan pemerintah berupa Program Keluarga Harapan (PKH), ia menyatakan mundur dan tidak mau lagi dibantu negara.

Yah, Marni adalah salah satu dari 3.557 penerima PKH di Kabupaten Rembang yang menyatakan mundur dari bantuan pemerintah itu. Alasannya, mereka menyatakan telah mampu dan bisa hidup mandiri tanpa mengandalkan bantuan. Oleh karena itu, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mewisuda Marni dan kawan-kawannya dari program PKH.

Di hadapan Ganjar Pranowo, Marni menyatakan saat ini sudah bisa hidup mandiri. Uang bantuan PKH untuk dua anaknya, ia sisihkan sebagai tambahan modal usaha berjualan pecel di rumah.

"Sekarang saya sudah punya usaha warung makan kecil-kecilan di rumah, jualan pecel. Penghasilan sebulan Rp3 juta pak. Jadi sekarang saya mundur, biar bantuannya untuk yang lebih membutuhkan," kata Marni saat acara peringatan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) di Rembang, Rabu (4/12).

Kepada Ganjar, Marni mengatakan bahwa ia menerima bantuan PKH sejak tahun 2012 lalu. Sebagian bantuan uang tunai itu, ia gunakan untuk biaya sekolah dua anaknya, sisanya ia sisihkan untuk modal usaha.

"Sedikit-sedikit saya gunakan untuk modal jualan, alhamdulillah sekarang sudah bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari dari jualan ini," terangnya.

Marni tidak menyangka hidupnya akan lebih baik seperti saat ini. Sebelum mendapat bantuan PKH, ia hanya buruh serabutan, sementara suami kerja sebagai tukang batu.

"Suami saya hanya tukang batu, jadi tidak bisa diandalkan penghasilannya. Alhamdulillah sekarang saya sudah bisa mandiri," tegasnya.

Marni pun berharap, para penerima PKH di Indonesia tidak hanya mengandalkan bantuan semata. Bantuan itu lanjut dia, hanya menjadi jembatan untuk meraih kehidupan yang lebih baik.

"Harapannya, yang merasa sudah mampu, mau mengundurkan diri, supaya gantian yang lain mendapatkan. Mereka yang lebih membutuhkan," katanya.

Cerita Marni kemudian membuat Ganjar tertarik. Ia kemudian memanggil beberapa penerima PKH lain untuk maju ke panggung dan belajar pada Marni. Dengan sederhana, Marni memberikan penjelasan kepada para penerima PKH lain tentang caranya bisa sejahtera seperti saat ini.

"Yang penting telaten dan hemat. Bantuan yang didapat jangan dihabiskan semua, tapi harus disisihkan dan ditabung," terang Marni.

Selain pandai menggunakan uang, kemauan untuk mandiri dan memiliki pendapatan lanjut Marni harus dikuatkan. Uang hasil tabungan dapat digunakan untuk mulai usaha kecil-kecilan. Menurut Marni, meski usaha kecil, namun jika ditekuni akan memberikan hasil optimal.

"Dadi ngunu (jadi begitu) ibu-ibu, panjenengan podo sinau njih (kalian belajar ya). Mpun, bu Marni diajari kanca-kancane (teman-temannya diajari). Njenengan kulo dadoske mentor (ibu saya jadikan mentor)," kata Ganjar.

Menurut Ganjar, komitmen Marni untuk berani mundur dari program bantuan pemerintah dan berharap bantuan diberikan pada yang lebih membutuhkan adalah contoh kongkret kesetiakawanan sosial. Nilai-nilai gotong royong dan kemanusiaan yang adil dan beradab, sudah dipraktikkan oleh ibu Marni dan 3.557 wisudawan PKH lainnya.

"Ini contoh bagus, bagaimana masyarakat dengan sadar bahwa ya saya sudah mampu, saya tidak mau lagi dibantu dan berharap bantuan untuk yang lain. Ini praktek dari sebuah kesetiakawanan sosial yang sebenarnya," tegas Ganjar.


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu