Foto : Simon (Humas Jateng)
Foto : Simon (Humas Jateng)
Semarang - Tidak pernah terbersit di benak dan pikiran Regina Lapon, tepat pada peringatan ke-91 Hari Ibu, 21 Desember 2019, perempuan warga Distrik Waigeo Utara Kampung Kabare, Kabupaten Raja Ampat itu meraih Penghargaan Inovasi Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 2019.
Inovator ekowisata berbasis masyarakat yang fokus pemberdayaan perempuan itu, tidak menyangka bisa bertemu dan dan berdiri bersama dengan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawanti, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo beserta istri, Atikoh Ganjar Pranowo, Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin Maimoen dan istri, Nawal Nur Arafah, serta Wakil Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti pada penyerahan penghargaan The Best 7 Inovasi Masyarakat 2019 di Kawasan Kota Lama Semarang, Sabtu (21/12/2019).
Terlahir di pelosok Bumi Cendrawasih yang jauh dari hiruk pikuk kota dengan segala keterbatasannya, tidak menjadikan ibu tiga anak ini ciut nyali dalam upaya untuk mendorong masyarakat di sekitarnya, khususnya kaum perempuan agar lebih berdaya memajukan daerah dan membuka lapangan pekerja bagi masyarakat sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan keluarga.
"Awalnya saya tidak diizinkan oleh keluarga membangun homestay sendiri, tetapi saya tetap bertekad untuk membangun homestay. Laki-laki saja bisa, masak perempuan tidak bisa membuat homestay. Saya ingin mengenalkan Raja Ampat kepada masyarakat luas dan membuka lapangan pekerjaan di kampung saya. Papua kaya akan ribuan satwa dan tumbuhan langka yang tidak banyak orang tahu," ujar Regina.
Pesona alam Raja Ampat yang mendunia menjadi awal kemunculan ide memanfaatkan dan mengembangkan kekayaan alam bahari Raja Ampat yang memukau melalui ekowisata berbasis masyarakat, yang fokus pada pemberdayaan perempuan. Bahkan para perempuan di Kampung Kabare pun menjadi lebih kreatif dan mampu mengembangkan berbagai potensi daerah.
"Saya sehari-hari bertani dan menjual hasil bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Saya jual sayuran kemudian membeli paku, kayu, dan material bangunan lainnya. Setelah semua terbeli dari dana pribadi, kemudian saya membangun dengan tangan sendiri homestay di hutan bakau di dekat desa saya," bebernya.
Selain untuk menyediakan tempat menginap bagi para wisatawan yang datang ke Raja Ampat, keberadaan homestay juga mendatangkan rejeki bagi masyarakat sekitar. Para perempuan di perkampungan yang berjarak puluhan kilometer dari pusat kota Raja Ampat itu sehari-hari membuat beragam kerajinan tangan yang dijual kepada wisatawan yang menginap dan berlibur di kawasan segitiga terumbu karang dunia.
Berbagai kegiatan digalakkan oleh Regina, antara lain memberdayakan masyarakat sebagai pemandu wisata, mengenalkan berbagai satwa khas Papua Barat yang langka, pelatihan bahasa asing, pelatihan fotografer dan sebagainya. Dengan adanya berbagai kegiatan pemberdayaan perempuan itu, masyatakat lebih sejahtera karena bisa mendatangkan ekonomi dan membiayai pendidikan anak usia sekolah ke jenjang lebih tinggi.
"Lama waktu tempuh perjalanan dari kampung saya ke ibu kota Kabupaten Raja Ampat sehari semalam atau 24 jam dengan jalan kaki. Medannya memang masih terjal dan berliku, sehingga harus dengan jalan kaki. Setelah saya bangun homestay di hutan bakau, para wisatawan dapat menginap lebih dekat dengan lokasi wisata dan berbelanja bermacam suvenir yang unik hasil karya warga sekitar," katanya.
Infrastruktur jauh dari memadai dan sumberdaya manusia yang relatif rendah, terutama kaum perempuan yang bergantung sepenuhnya pada suami telah mengobarkan semangat dan membulatkan tekadnya untuk terus menggali potensi kaum perempuan agar bisa mandiri dalam hal ekonomi.
"Suami saya sudah meninggal, jadi saya harus merawat dan membiayai pendidikan anak-anak saya, bahkan ada yang kuliah di perguruan tinggi di Lombok," terangnya.
Dua unit homestay yang dirintis selama satu tahun terakhir, hampir setiap hari menerima wisatawan yang menginap dan berbelanja aneka kerajinan hasil krativitas kaum perempuan di Kampung Kabare. Diharapkan nantinya homestay yang pertama ada di Kampung Kabare itu bisa lebih berkembang dan semakin memberdayakan kaum perempuan.
Selain Regina Lamon dari Yayasan Maniambyan Raja Ampat, penghargaan The Best 7 Inovasi Masyarakat juga diberikan kepada enam inovator lainnya, yakni Yayasan Nurmala Dewi Lestari Kabupaten Bangka, Yayasan Pendidikan Dwituna Harapan Baru Kota Medan, My Hope Tobelo Halmahera Utara, Poklasar MefsFoods Snack Kota Palangkaraya, Yayasan Rumah Kreatif dan Pintar Kota Banjarmasin serta PKBM Cendana Kabupaten Deliserdang.
Semarang - Tidak pernah terbersit di benak dan pikiran Regina Lapon, tepat pada peringatan ke-91 Hari Ibu, 21 Desember 2019, perempuan warga Distrik Waigeo Utara Kampung Kabare, Kabupaten Raja Ampat itu meraih Penghargaan Inovasi Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 2019.
Inovator ekowisata berbasis masyarakat yang fokus pemberdayaan perempuan itu, tidak menyangka bisa bertemu dan dan berdiri bersama dengan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawanti, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo beserta istri, Atikoh Ganjar Pranowo, Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin Maimoen dan istri, Nawal Nur Arafah, serta Wakil Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti pada penyerahan penghargaan The Best 7 Inovasi Masyarakat 2019 di Kawasan Kota Lama Semarang, Sabtu (21/12/2019).
Terlahir di pelosok Bumi Cendrawasih yang jauh dari hiruk pikuk kota dengan segala keterbatasannya, tidak menjadikan ibu tiga anak ini ciut nyali dalam upaya untuk mendorong masyarakat di sekitarnya, khususnya kaum perempuan agar lebih berdaya memajukan daerah dan membuka lapangan pekerja bagi masyarakat sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan keluarga.
"Awalnya saya tidak diizinkan oleh keluarga membangun homestay sendiri, tetapi saya tetap bertekad untuk membangun homestay. Laki-laki saja bisa, masak perempuan tidak bisa membuat homestay. Saya ingin mengenalkan Raja Ampat kepada masyarakat luas dan membuka lapangan pekerjaan di kampung saya. Papua kaya akan ribuan satwa dan tumbuhan langka yang tidak banyak orang tahu," ujar Regina.
Pesona alam Raja Ampat yang mendunia menjadi awal kemunculan ide memanfaatkan dan mengembangkan kekayaan alam bahari Raja Ampat yang memukau melalui ekowisata berbasis masyarakat, yang fokus pada pemberdayaan perempuan. Bahkan para perempuan di Kampung Kabare pun menjadi lebih kreatif dan mampu mengembangkan berbagai potensi daerah.
"Saya sehari-hari bertani dan menjual hasil bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Saya jual sayuran kemudian membeli paku, kayu, dan material bangunan lainnya. Setelah semua terbeli dari dana pribadi, kemudian saya membangun dengan tangan sendiri homestay di hutan bakau di dekat desa saya," bebernya.
Selain untuk menyediakan tempat menginap bagi para wisatawan yang datang ke Raja Ampat, keberadaan homestay juga mendatangkan rejeki bagi masyarakat sekitar. Para perempuan di perkampungan yang berjarak puluhan kilometer dari pusat kota Raja Ampat itu sehari-hari membuat beragam kerajinan tangan yang dijual kepada wisatawan yang menginap dan berlibur di kawasan segitiga terumbu karang dunia.
Berbagai kegiatan digalakkan oleh Regina, antara lain memberdayakan masyarakat sebagai pemandu wisata, mengenalkan berbagai satwa khas Papua Barat yang langka, pelatihan bahasa asing, pelatihan fotografer dan sebagainya. Dengan adanya berbagai kegiatan pemberdayaan perempuan itu, masyatakat lebih sejahtera karena bisa mendatangkan ekonomi dan membiayai pendidikan anak usia sekolah ke jenjang lebih tinggi.
"Lama waktu tempuh perjalanan dari kampung saya ke ibu kota Kabupaten Raja Ampat sehari semalam atau 24 jam dengan jalan kaki. Medannya memang masih terjal dan berliku, sehingga harus dengan jalan kaki. Setelah saya bangun homestay di hutan bakau, para wisatawan dapat menginap lebih dekat dengan lokasi wisata dan berbelanja bermacam suvenir yang unik hasil karya warga sekitar," katanya.
Infrastruktur jauh dari memadai dan sumberdaya manusia yang relatif rendah, terutama kaum perempuan yang bergantung sepenuhnya pada suami telah mengobarkan semangat dan membulatkan tekadnya untuk terus menggali potensi kaum perempuan agar bisa mandiri dalam hal ekonomi.
"Suami saya sudah meninggal, jadi saya harus merawat dan membiayai pendidikan anak-anak saya, bahkan ada yang kuliah di perguruan tinggi di Lombok," terangnya.
Dua unit homestay yang dirintis selama satu tahun terakhir, hampir setiap hari menerima wisatawan yang menginap dan berbelanja aneka kerajinan hasil krativitas kaum perempuan di Kampung Kabare. Diharapkan nantinya homestay yang pertama ada di Kampung Kabare itu bisa lebih berkembang dan semakin memberdayakan kaum perempuan.
Selain Regina Lamon dari Yayasan Maniambyan Raja Ampat, penghargaan The Best 7 Inovasi Masyarakat juga diberikan kepada enam inovator lainnya, yakni Yayasan Nurmala Dewi Lestari Kabupaten Bangka, Yayasan Pendidikan Dwituna Harapan Baru Kota Medan, My Hope Tobelo Halmahera Utara, Poklasar MefsFoods Snack Kota Palangkaraya, Yayasan Rumah Kreatif dan Pintar Kota Banjarmasin serta PKBM Cendana Kabupaten Deliserdang.
Berita Terbaru