Follow Us :              

Pj Sekda : Pemberian Bantuan Cuma-cuma Kurangi Rasa Tanggung Jawab

  25 January 2020  |   10:00:00  |   dibaca : 793 
Kategori :
Bagikan :


Pj Sekda : Pemberian Bantuan Cuma-cuma Kurangi Rasa Tanggung Jawab

25 January 2020 | 10:00:00 | dibaca : 793
Kategori :
Bagikan :

Foto : Irfani (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Irfani (Humas Jateng)

KENDAL - Program Perhutanan Sosial yang kini digencarkan pemerintah, disambut baik Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Program tersebut akan membantu meningkatkan kesejahteraan warga miskin, yang tinggal di sekitar hutan.

Saat Musyawarah Wilayah I Gerakan Masyarakat Perhutanan Sosial Indonesia Jawa Tengah, Sabtu (25/01/2019) di halaman SD 2 Wonosari Pegandon Kendal, Pj Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah, Herru Setiadhie menuturkan, program perhutanan sosial memberi kesempatan masyarakat untuk mengelola hutan secara legal, dengan salah satu dari lima skema yang disediakan. Yaitu, skema hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, hutan kemasyarakatan, dan hutan adat.

Siapa pelaku perhutanan sosial? Pelakunya menurut Herru, kesatuan masyarakat secara sosial, yang merupakan WNI yang tinggal di kawasan hutan atau di dalam kawasan hutan. Keabsahannya dibuktikan dengan KTP dan memiliki komunitas sosial berupa riwayat penggarapan kawasan hutan dan tergantung pada hutan, serta aktivitasnya berpengaruh pada ekosistem hutan.

Menurut Herru, ada pembelajaran yang bisa diambil dari program perhutanan sosial ini. Pembelajaran itu adalah bagaimana memanfaatkan lahan di kawasan hutan, sekaligus menjaga kelestariannya. 

"Dari hutan yang dikelola masyarakat, ternyata mereka bisa mengembangkannya. Seperti petani di Grobogan yang sudah bisa memproduksi minyak kayu putih. Tinggal nanti pendampingannya," katanya.

Untuk bantuan kepada petani, dia berpandangan, sebenarnya mereka akan lebih berkembang tanpa bantuan. Sebab, mereka pasti lebih serius mengelola kontinyuitas produksi komoditasnya.

"Pemberian bantuan secara cuma-cuma biasanya mengurangi rasa tanggungjawab penerima. Berbeda ketika mereka dalam satu kelompok dengan aktivitas usaha bersama. Mereka akan dipaksa untuk belajar mengelola produksinya," tuturnya.

Pernyataan serupa diungkapkan Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki. Dia menginginkan petani meninggalkan kebiasaan meminta-minta bantuan kepada pemerintah. Sebagai gantinya, pemerintah menyediakan pembiayaan kredit usaha rakyat dengan bunga hanya 6 persen per tahun. Plafon kredit mencapai Rp 50 juta tanpa agunan. 

"Mengapa demikian? Supaya dari awal kita menata usaha itu serius. Kalau mendapatkan bantuan saja, menjadi tidak ada kewajiban kita untuk betul-betul berusaha," terangnya.

Sementara itu, manfaat pengelolaan perhutanan sosial mulai dirasakan kelompok tani Maju Lancar Tani Grobogan. Bekerja sama dengan Perum Pehutani KPH Purwodadi, mereka menanam ribuan pohon kayu putih.

"Di Grobogan saat ini kami koordinasi dengan Perum Perhutani. Luas area kamu kurang lebih 1.700 hektare. Yang saat ini sudah tertanami kayu putih 900 hektare. Setelah kami seleksi, total ada 38 ribu pohon," tutur Ketua Kelompok Tani Maju Lancar Tani, Sigit pada acara Musyawarah Wilayah I Gerakan Masyarakat Perhutanan Sosial Indonesia Jawa Tengah.

Dalam sehari, dengan satu alat penyulingan, mampu menyuling sebanyak satu ton pohon kayu putih. Satu ton pohon kayu putih menghasilkan 12 sampai 14 liter kayu putih. Harga per liter saat ini ditawar Rp 260 ribu.

"Kayu putih saat ini menjadi andalan di Grobogan. Di bawah kayu putih ada jagung. Mudah-mudahan ini mendongkrak ekonomi di pinggiran hutan," harapnya.

Jika di Grobogan berhasil dengan budidaya pohon kayu putih, di Wonosari Kendal kini tengah diujicobakan tanaman sereh seluas 100 hektare. Imron, salah satu anggota LMDH Wana Lestari Wonosari menuturkan, sangat mudah membudidayakan sereh. Perawatan intensif, seperti pemupukan hanya pada awal menanam saja. Selebihnya tinggal menyiram air. 

"Tiga bulan sekali bisa dipanen. Yang dipanen daunnya saja. Tidak sampai akar. Jadi tidak perlu membeli bibit setiap kali habis panen. Bibitnya bisa tahan sampai 9 tahun," tuturnya.

Lelaki paruh baya itu membeberkan, satu kilogram daun sereh laku dijual Rp 800.  Sementara satu hektare lahan bisa menghasilkan 50 ton. Artinya total satu hektare lahan nominalnya mencapai Rp 40 juta per sekali panen. Kalau disuling, harganya bisa jauh lebih tinggi. Namun, kelompok taninya tidak banyak memiliki alat penyulingan sehingga dia berharap pemerintah bisa memberikan bantuan.


Bagikan :

KENDAL - Program Perhutanan Sosial yang kini digencarkan pemerintah, disambut baik Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Program tersebut akan membantu meningkatkan kesejahteraan warga miskin, yang tinggal di sekitar hutan.

Saat Musyawarah Wilayah I Gerakan Masyarakat Perhutanan Sosial Indonesia Jawa Tengah, Sabtu (25/01/2019) di halaman SD 2 Wonosari Pegandon Kendal, Pj Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah, Herru Setiadhie menuturkan, program perhutanan sosial memberi kesempatan masyarakat untuk mengelola hutan secara legal, dengan salah satu dari lima skema yang disediakan. Yaitu, skema hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, hutan kemasyarakatan, dan hutan adat.

Siapa pelaku perhutanan sosial? Pelakunya menurut Herru, kesatuan masyarakat secara sosial, yang merupakan WNI yang tinggal di kawasan hutan atau di dalam kawasan hutan. Keabsahannya dibuktikan dengan KTP dan memiliki komunitas sosial berupa riwayat penggarapan kawasan hutan dan tergantung pada hutan, serta aktivitasnya berpengaruh pada ekosistem hutan.

Menurut Herru, ada pembelajaran yang bisa diambil dari program perhutanan sosial ini. Pembelajaran itu adalah bagaimana memanfaatkan lahan di kawasan hutan, sekaligus menjaga kelestariannya. 

"Dari hutan yang dikelola masyarakat, ternyata mereka bisa mengembangkannya. Seperti petani di Grobogan yang sudah bisa memproduksi minyak kayu putih. Tinggal nanti pendampingannya," katanya.

Untuk bantuan kepada petani, dia berpandangan, sebenarnya mereka akan lebih berkembang tanpa bantuan. Sebab, mereka pasti lebih serius mengelola kontinyuitas produksi komoditasnya.

"Pemberian bantuan secara cuma-cuma biasanya mengurangi rasa tanggungjawab penerima. Berbeda ketika mereka dalam satu kelompok dengan aktivitas usaha bersama. Mereka akan dipaksa untuk belajar mengelola produksinya," tuturnya.

Pernyataan serupa diungkapkan Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki. Dia menginginkan petani meninggalkan kebiasaan meminta-minta bantuan kepada pemerintah. Sebagai gantinya, pemerintah menyediakan pembiayaan kredit usaha rakyat dengan bunga hanya 6 persen per tahun. Plafon kredit mencapai Rp 50 juta tanpa agunan. 

"Mengapa demikian? Supaya dari awal kita menata usaha itu serius. Kalau mendapatkan bantuan saja, menjadi tidak ada kewajiban kita untuk betul-betul berusaha," terangnya.

Sementara itu, manfaat pengelolaan perhutanan sosial mulai dirasakan kelompok tani Maju Lancar Tani Grobogan. Bekerja sama dengan Perum Pehutani KPH Purwodadi, mereka menanam ribuan pohon kayu putih.

"Di Grobogan saat ini kami koordinasi dengan Perum Perhutani. Luas area kamu kurang lebih 1.700 hektare. Yang saat ini sudah tertanami kayu putih 900 hektare. Setelah kami seleksi, total ada 38 ribu pohon," tutur Ketua Kelompok Tani Maju Lancar Tani, Sigit pada acara Musyawarah Wilayah I Gerakan Masyarakat Perhutanan Sosial Indonesia Jawa Tengah.

Dalam sehari, dengan satu alat penyulingan, mampu menyuling sebanyak satu ton pohon kayu putih. Satu ton pohon kayu putih menghasilkan 12 sampai 14 liter kayu putih. Harga per liter saat ini ditawar Rp 260 ribu.

"Kayu putih saat ini menjadi andalan di Grobogan. Di bawah kayu putih ada jagung. Mudah-mudahan ini mendongkrak ekonomi di pinggiran hutan," harapnya.

Jika di Grobogan berhasil dengan budidaya pohon kayu putih, di Wonosari Kendal kini tengah diujicobakan tanaman sereh seluas 100 hektare. Imron, salah satu anggota LMDH Wana Lestari Wonosari menuturkan, sangat mudah membudidayakan sereh. Perawatan intensif, seperti pemupukan hanya pada awal menanam saja. Selebihnya tinggal menyiram air. 

"Tiga bulan sekali bisa dipanen. Yang dipanen daunnya saja. Tidak sampai akar. Jadi tidak perlu membeli bibit setiap kali habis panen. Bibitnya bisa tahan sampai 9 tahun," tuturnya.

Lelaki paruh baya itu membeberkan, satu kilogram daun sereh laku dijual Rp 800.  Sementara satu hektare lahan bisa menghasilkan 50 ton. Artinya total satu hektare lahan nominalnya mencapai Rp 40 juta per sekali panen. Kalau disuling, harganya bisa jauh lebih tinggi. Namun, kelompok taninya tidak banyak memiliki alat penyulingan sehingga dia berharap pemerintah bisa memberikan bantuan.


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu