Follow Us :              

Pertumbuhan Perbankan di Jateng Lampaui Nasional

  11 February 2020  |   09:00:00  |   dibaca : 5399 
Kategori :
Bagikan :


Pertumbuhan Perbankan di Jateng Lampaui Nasional

11 February 2020 | 09:00:00 | dibaca : 5399
Kategori :
Bagikan :

Foto : Vivi (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Vivi (Humas Jateng)

SEMARANG - Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menegaskan pertumbuhan perbankan di Jawa Tengah menunjukkan angka yang cukup bagus. Artinya, hal itu juga sebagai wujud adanya optimisme yang harus terus dijaga.

"Meski pertumbuhannya bagus, kita diperingatkan oleh OJK untuk hati-hati, jangan sampai kecolongan. Cara merawatnya ya dengan berkolaborasi antar lembaga keuangan. Misalnya dengan mergernya PT BPR BKK Persedora, asetnya menjadi RP 2 triliun lebih," kata Ganjar seusai menghadiri Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan Jateng-DIY tahun 2020 di Hotel PO, Semarang, Selasa (11/2/2020).

Dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan Jateng-DIY tahun 2020, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyiapkan kebijakan strategis 2020 yang diharapkan bisa mewujudkan ekosistem jasa keuangan berdaya saing dan berperan optimal dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.

Kepala Otoritas Jasa Keuangan Regional 3 Jawa Tengah dan DIY Aman Santosa menyampaikan di tengah dinamika perekonomian yang tidak kondusif pada 2019 patut disyukuri bahwa kinerja ekonomi di Jawa Tengah masih terjaga dengan baik. Pada 2019, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah tercatat sebesar 5,41 persen. Pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,02 persen.

Aman menambahkan, kredit di Jawa Tengah tumbuh 7,05 persen. Adapun dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 6,99 persen. Pertumbuhan kredit dan DPK di Jawa Tengah berada di atas pertumbuhan perbankan nasional yang tumbuh masing-masing sebesar 6,08 dan 6,54 persen. Intermediasi perbankan di Jawa Tengah juga optimal, sebagaimana rasio LDR yang mencapai 97,47 persen.

"Ini sekaligus menunjukkan bahwa kondisi likuiditas di Jawa Tengah masih terjaga dengan baik," kata Aman.

Ditambahkan, pangsa pembiayaan perbankan syariah terhadap total kredit perbankan di Jawa Tengah mencapai 6,83 persen, atau lebih tinggi dibandingkan pangsa perbankan syariah nasional yaitu sebesar 6,32 persen. Fungsi intermediasi perbankan syariah Jawa Tengah juga telah optimal, yang tercermin dari rasio Financing to Deposit Ratio (FDR) sebesar 97,22 persen.

Penyaluran KUR di Jawa Tengah masih terbesar se-Indonesia, yaitu mencapai Rp 82,9 triliun atau 17,53 persen dari KUR Nasional sebesar Rp 473,2 triliun. Di samping itu, pertumbuhannya juga sangat menggembirakan yaitu mencapai 42,35 persen atau lebih tinggi dari pertumbuhan KUR nasional sebesar 41,97 persen.  

Upaya penguatan permodalan BPR di Jawa Tengah juga menunjukkan hasil yang menggembirakan. Jumlah BPR yang modal intinya di bawah Rp 3 miliar menurun dari 60 BPR pada 2018 menjadi 10 BPR pada akhir 2019. Sedangkan jumlah BPR dengan modal inti di atas Rp 6 miliar meningkat sebanyak 30 BPR, yaitu dari 218 BPR pada 2018 menjadi 248 BPR pada 2019. 

Di samping melalui penambahan modal, upaya penguatan industri BPR juga dilakukan melalui merger dan konsolidasi. Sejak 2015 hingga 2019 telah terdapat 7 BPR yang melakukan merger menjadi 3 BPR, sedangkan 2 BPR masih dalam proses. 

"OJK juga mengapresiasi langkah yang dilakukan oleh pihak pemerintah daerah yang telah sepakat untuk melakukan merger 27 Badan Kredit Kecamatan (BKK) yang tersebar di seluruh kabupaten/kota di Jawa Tengah menjadi 1 BPR. BPR hasil merger ini akan memiliki total aset sekitar Rp 2,36 triliun dan menjadi salah satu BPR terbesar se-Jawa Tengah (ke-2), atau salah satu BPR terbesar milik Pemda se-Indonesia (ke-2), dan salah satu BPR terbesar se-Indonesia (ke-7)," tandasnya.


Bagikan :

SEMARANG - Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menegaskan pertumbuhan perbankan di Jawa Tengah menunjukkan angka yang cukup bagus. Artinya, hal itu juga sebagai wujud adanya optimisme yang harus terus dijaga.

"Meski pertumbuhannya bagus, kita diperingatkan oleh OJK untuk hati-hati, jangan sampai kecolongan. Cara merawatnya ya dengan berkolaborasi antar lembaga keuangan. Misalnya dengan mergernya PT BPR BKK Persedora, asetnya menjadi RP 2 triliun lebih," kata Ganjar seusai menghadiri Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan Jateng-DIY tahun 2020 di Hotel PO, Semarang, Selasa (11/2/2020).

Dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan Jateng-DIY tahun 2020, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyiapkan kebijakan strategis 2020 yang diharapkan bisa mewujudkan ekosistem jasa keuangan berdaya saing dan berperan optimal dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.

Kepala Otoritas Jasa Keuangan Regional 3 Jawa Tengah dan DIY Aman Santosa menyampaikan di tengah dinamika perekonomian yang tidak kondusif pada 2019 patut disyukuri bahwa kinerja ekonomi di Jawa Tengah masih terjaga dengan baik. Pada 2019, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah tercatat sebesar 5,41 persen. Pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,02 persen.

Aman menambahkan, kredit di Jawa Tengah tumbuh 7,05 persen. Adapun dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 6,99 persen. Pertumbuhan kredit dan DPK di Jawa Tengah berada di atas pertumbuhan perbankan nasional yang tumbuh masing-masing sebesar 6,08 dan 6,54 persen. Intermediasi perbankan di Jawa Tengah juga optimal, sebagaimana rasio LDR yang mencapai 97,47 persen.

"Ini sekaligus menunjukkan bahwa kondisi likuiditas di Jawa Tengah masih terjaga dengan baik," kata Aman.

Ditambahkan, pangsa pembiayaan perbankan syariah terhadap total kredit perbankan di Jawa Tengah mencapai 6,83 persen, atau lebih tinggi dibandingkan pangsa perbankan syariah nasional yaitu sebesar 6,32 persen. Fungsi intermediasi perbankan syariah Jawa Tengah juga telah optimal, yang tercermin dari rasio Financing to Deposit Ratio (FDR) sebesar 97,22 persen.

Penyaluran KUR di Jawa Tengah masih terbesar se-Indonesia, yaitu mencapai Rp 82,9 triliun atau 17,53 persen dari KUR Nasional sebesar Rp 473,2 triliun. Di samping itu, pertumbuhannya juga sangat menggembirakan yaitu mencapai 42,35 persen atau lebih tinggi dari pertumbuhan KUR nasional sebesar 41,97 persen.  

Upaya penguatan permodalan BPR di Jawa Tengah juga menunjukkan hasil yang menggembirakan. Jumlah BPR yang modal intinya di bawah Rp 3 miliar menurun dari 60 BPR pada 2018 menjadi 10 BPR pada akhir 2019. Sedangkan jumlah BPR dengan modal inti di atas Rp 6 miliar meningkat sebanyak 30 BPR, yaitu dari 218 BPR pada 2018 menjadi 248 BPR pada 2019. 

Di samping melalui penambahan modal, upaya penguatan industri BPR juga dilakukan melalui merger dan konsolidasi. Sejak 2015 hingga 2019 telah terdapat 7 BPR yang melakukan merger menjadi 3 BPR, sedangkan 2 BPR masih dalam proses. 

"OJK juga mengapresiasi langkah yang dilakukan oleh pihak pemerintah daerah yang telah sepakat untuk melakukan merger 27 Badan Kredit Kecamatan (BKK) yang tersebar di seluruh kabupaten/kota di Jawa Tengah menjadi 1 BPR. BPR hasil merger ini akan memiliki total aset sekitar Rp 2,36 triliun dan menjadi salah satu BPR terbesar se-Jawa Tengah (ke-2), atau salah satu BPR terbesar milik Pemda se-Indonesia (ke-2), dan salah satu BPR terbesar se-Indonesia (ke-7)," tandasnya.


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu