Follow Us :              

Pj Sekda : Benahi Lingkungan dengan Amati, Sepakati, Aksi

  26 February 2020  |   11:00:00  |   dibaca : 1217 
Kategori :
Bagikan :


Pj Sekda : Benahi Lingkungan dengan Amati, Sepakati, Aksi

26 February 2020 | 11:00:00 | dibaca : 1217
Kategori :
Bagikan :

Foto : Handy (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Handy (Humas Jateng)

SEMARANG - Penanggulangan bencana alam tidak bisa dilakukan oleh satu pihak, namun pemerintah bersama masyarakat serta semua stakeholder harus hadir menjaga kelestarian alam. Warga yang berada di daerah hulu maupun hilir harus kompak memelihara lingkungan.

"Setiap orang dapat memberikan contoh yang baik dalam menjaga lingkungan. Kendati bencana alam sudah kerap terjadi di Jawa Tengah, namun tidak ada kata terlambat untuk membenahi lingkungan. Tiga hal penting yaitu amati, sepakati, dan aksi," ujar Pj Sekda Provinsi Jawa Tengah Herru Setiadhie saat memberi sambutan pada sosialisasi Program Adaptasi Perubahan Iklim Inklusif, di Hotel MG Setos Semarang, Rabu (26/2/2020).

Menurutnya, apabila ada kesadaran bersama mengenai pentingnya menjaga lingkungan dengan melakukan hal-hal kecil namun berdampak besar karena dilakukan oleh banyak orang, maka bencana banjir dan longsor dapat dicegah. Seperti membuang sampah pada tempatnya, rutin membersihkan saluran-saluran air, membuat resapan air, menggencarkan aksi penanaman pohon.

"Banjir di Kota Pekalongan air menggenangi jalan dan permukiman warga. Kondisi tersebut akibat debit air sungai tinggi kemudian meluap, tidak ada resapan air, dan got mampet karena banyak sampah. Pemerintah sudah hadir dengan membangun tanggul, maka pola hidup masyarakat juga harus dirubah. Termasuk di daerah-daerah lainnya," pintanya.

Termasuk, kata dia, budaya mengelola sampah supaya bermanfaat dan tidak semuanya terbuang percuma. Misalnya mengurai limbah tekstil menjadi serat benang lagi, memanfaatkan limbah rumah tangga menjadi pupuk, mengubah sampah plastik menjadi beragam kerajinan tangan. 

Selain itu, menurutnya ada negara tetangga yang mengais komponen-komponen di badan bus yang teronggok atau sudah rusak, sehingga sampah dari bangkai bus dapat dikurangi.

"Terjadinya bencana banjir di beberapa daerah di Jateng harus diatasi bersama. Tidak usah saling menyalahkan satu sama lain, bagi warga yang di hulu harus memelihara daerahnya, demikian pula daerah hilir membuat penyerapan penyerapan air dan sebagainya," katanya lagi.

Ketua Panitia Sosialisasi Program Adaptasi Perubahan Iklim Inklusif, Muhammad Nurhadi mengatakan, berbagai bencana alam seperti banjir, longsor, kelangkaan air bersih, dan peningkatan permukaan air laut mengindikasikan adanya ketidakseimbangan alam. 

"Berbagai bencana alam yang terjadi mengindikasikan adanya ketidakseimbangan alam, dan sekarang alam ini sedang mencari keseimbangan baru. Kami melihat bahwa masih ada ruang untuk meningkatkan peran serta komunitas, sehingga kami bersama-sama meluncurkan program ini," katanya.

Menurutnya, pemerintah di pusat sudah menyusun rencana aksi tanggap bencana untuk adaptasi perubahan iklim sekaligus rencana aksi bencana tanggap bencana. Termasuk Program Adaptasi Perubahan Iklim Inklusif yang usung Yayasan Bina Karta Lestari (Bintari). 

Program LSM yang bergerak di bidang linglungan itu akan laksanakan di tiga kabupaten, yaitu di Magelang, Kota Pekalongan masing-masing meliputi dua desa serta di Gunungkidul DIY.

"Mudah-mudahan ini bisa dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok yang terdapak dan berelisiko sehingga bisa membantu. Tentu saja ini hanya merupakan upaya stimulan, mudah-mudahan dari pemda dari pemerintah provinsi bisa ikut berkolaborasi dengan kami," harapnya.


Bagikan :

SEMARANG - Penanggulangan bencana alam tidak bisa dilakukan oleh satu pihak, namun pemerintah bersama masyarakat serta semua stakeholder harus hadir menjaga kelestarian alam. Warga yang berada di daerah hulu maupun hilir harus kompak memelihara lingkungan.

"Setiap orang dapat memberikan contoh yang baik dalam menjaga lingkungan. Kendati bencana alam sudah kerap terjadi di Jawa Tengah, namun tidak ada kata terlambat untuk membenahi lingkungan. Tiga hal penting yaitu amati, sepakati, dan aksi," ujar Pj Sekda Provinsi Jawa Tengah Herru Setiadhie saat memberi sambutan pada sosialisasi Program Adaptasi Perubahan Iklim Inklusif, di Hotel MG Setos Semarang, Rabu (26/2/2020).

Menurutnya, apabila ada kesadaran bersama mengenai pentingnya menjaga lingkungan dengan melakukan hal-hal kecil namun berdampak besar karena dilakukan oleh banyak orang, maka bencana banjir dan longsor dapat dicegah. Seperti membuang sampah pada tempatnya, rutin membersihkan saluran-saluran air, membuat resapan air, menggencarkan aksi penanaman pohon.

"Banjir di Kota Pekalongan air menggenangi jalan dan permukiman warga. Kondisi tersebut akibat debit air sungai tinggi kemudian meluap, tidak ada resapan air, dan got mampet karena banyak sampah. Pemerintah sudah hadir dengan membangun tanggul, maka pola hidup masyarakat juga harus dirubah. Termasuk di daerah-daerah lainnya," pintanya.

Termasuk, kata dia, budaya mengelola sampah supaya bermanfaat dan tidak semuanya terbuang percuma. Misalnya mengurai limbah tekstil menjadi serat benang lagi, memanfaatkan limbah rumah tangga menjadi pupuk, mengubah sampah plastik menjadi beragam kerajinan tangan. 

Selain itu, menurutnya ada negara tetangga yang mengais komponen-komponen di badan bus yang teronggok atau sudah rusak, sehingga sampah dari bangkai bus dapat dikurangi.

"Terjadinya bencana banjir di beberapa daerah di Jateng harus diatasi bersama. Tidak usah saling menyalahkan satu sama lain, bagi warga yang di hulu harus memelihara daerahnya, demikian pula daerah hilir membuat penyerapan penyerapan air dan sebagainya," katanya lagi.

Ketua Panitia Sosialisasi Program Adaptasi Perubahan Iklim Inklusif, Muhammad Nurhadi mengatakan, berbagai bencana alam seperti banjir, longsor, kelangkaan air bersih, dan peningkatan permukaan air laut mengindikasikan adanya ketidakseimbangan alam. 

"Berbagai bencana alam yang terjadi mengindikasikan adanya ketidakseimbangan alam, dan sekarang alam ini sedang mencari keseimbangan baru. Kami melihat bahwa masih ada ruang untuk meningkatkan peran serta komunitas, sehingga kami bersama-sama meluncurkan program ini," katanya.

Menurutnya, pemerintah di pusat sudah menyusun rencana aksi tanggap bencana untuk adaptasi perubahan iklim sekaligus rencana aksi bencana tanggap bencana. Termasuk Program Adaptasi Perubahan Iklim Inklusif yang usung Yayasan Bina Karta Lestari (Bintari). 

Program LSM yang bergerak di bidang linglungan itu akan laksanakan di tiga kabupaten, yaitu di Magelang, Kota Pekalongan masing-masing meliputi dua desa serta di Gunungkidul DIY.

"Mudah-mudahan ini bisa dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok yang terdapak dan berelisiko sehingga bisa membantu. Tentu saja ini hanya merupakan upaya stimulan, mudah-mudahan dari pemda dari pemerintah provinsi bisa ikut berkolaborasi dengan kami," harapnya.


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu