Follow Us :              

Gubernur Jateng Dorong Pelajar Manfaatkan Teknologi dan Kearifan Lokal Pada Mitigasi Bencana

  25 July 2022  |   10:00:00  |   dibaca : 996 
Kategori :
Bagikan :


Gubernur Jateng Dorong Pelajar Manfaatkan Teknologi dan Kearifan Lokal Pada Mitigasi Bencana

25 July 2022 | 10:00:00 | dibaca : 996
Kategori :
Bagikan :

Foto : Slam (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Slam (Humas Jateng)

BANJARNEGARA - Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo meminta para pelajar menjadi agen tanggap bencana di lingkungan masing-masing. Selain itu Gubernur juga menantang mereka mereka berkreasi menciptakan alat peringatan dini bencana khusus bagi penyandang disabilitas. 

"Kita dorong aktivitas seperti pendidikan kebencanaan untuk pelajar ini dilakukan lagi. Kita ajak mereka untuk peduli, kemudian mereka bisa melakukan sesuatu dan bisa menjadi agen untuk membantu menjelaskan tentang mitigasi bencana," katanya saat menghadiri acara Gubernur Mengajar di SMKN 1 Bawang, Kabupaten Banjarnegara, Senin (25/7/2022) sore. 

Saat itu Gubernur menjelaskan, Kabupaten Banjarnegara dipilih sebagai lokasi pendidikan kebencanaan pelajar karena daerah ini termasuk salah satu wilayah rawan bencana. Seperti bencana longsor, tanah bergerak, hingga gas beracun. Pendidikan kebencanaan perlu diberikan agar mereka memiliki bekal ketika membantu mitigasi bencana atau sosialisasi. 

"(Sebelum jadi agen) mereka sendiri musti dilatih dulu. Program dari BPBD, PMI, ada juga Tagana, ada SAR termasuk TNI-Polri, bisa masuk ke sekolah untuk latihan, pengenalan peralatan, mitigasi dan sebagainya. Mudah-mudahan nanti setelah mereka pulang bisa langsung menyampaikan ke orangtuanya dan tetangga. Itu akan sangat membantu," imbaunya. 

Pendidikan kebencanaan pelajar terus didorong mengingat situasi dan kondisi dunia yang berubah. Terlebih adanya climate change (perubahan iklim) yang mengarah pada kondisi bencana. 

"Global climate change ini kan banyak sekali yang mengarah pada kondisi dan situasi bencana. Maka kalau mereka kita edukasi, nanti akan bisa melakukan sesuatu," jelasnya. 

Terkait peringatan dini bencana, Gubernur sangat terkesan dengan pertanyaan seorang siswi SMA Luar Biasa Banjarnegara tentang bagaimana teman tuli seperti dirinya bisa mengetahui tanda peringatan dini bencana. Atas pertanyaan itu, ia menjelaskan tentang pelatihan mitigasi kebencanaan yang pernah dilakukan kawan disabilitas. 

Pada pelatihan itu semua disabilitas dengan kondisi kekhususan masing-masing, ikut dilibatkan. Mereka ada yang naik kursi roda, ada juga yang disabilitas netra dan juga tuli. Hasilnya, karena peringatan memakai bunyi, maka disabilitas tuli belum bisa merespon. 

"Tadi pertanyaan dari penyandang disabilitas bagus. Bagaimana tandanya kalau kelompok tuli ini mendapat peringatan bencana? Maka kita tantang anak-anak SMK maupun SMA, bisa tidak menggunakan teknologi informasi, (misal) vibrasi handphone yang (untuk) menunjukkan ada bencana," ujarnya. 

Selain pemanfaatan teknologi, Gubernur juga mendorong agar para pelajar juga mempelajari ilmu titen, yaitu kearifan lokal untuk jeli dan peka mengamati dan membaca fenomena alam. Ilmu ini terbukti turun-temurun digunakan masyarakat dalam mitigasi bencana. 

"Ilmu titen itu lebih kepada kearifan lokal. Sebenarnya nenek moyang kita dulu sudah punya sistem peringatan dini terkait bencana yang akan terjadi. Masyarakat bisa mempraktikkan itu berdasarkan pengalaman masa lalu," ujarnya. 

Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banjarnegara Andri Sulistyo, mengatakan, di wilayahnya terdapat salah satu desa yang telah mempraktikkan Ilmu Titen yaitu Desa Gumelem Kulon, Kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegara. 

"Mereka tinggalnya di tebing-tebing, tidak bergerombol. Kalau hujannya sudah dua hari atau tiga hari, biasanya keluarga ini mengungsi ke bawah (daerah aman), di tempat saudaranya yang aman, itu ilmu titen," terangnya.


Bagikan :

BANJARNEGARA - Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo meminta para pelajar menjadi agen tanggap bencana di lingkungan masing-masing. Selain itu Gubernur juga menantang mereka mereka berkreasi menciptakan alat peringatan dini bencana khusus bagi penyandang disabilitas. 

"Kita dorong aktivitas seperti pendidikan kebencanaan untuk pelajar ini dilakukan lagi. Kita ajak mereka untuk peduli, kemudian mereka bisa melakukan sesuatu dan bisa menjadi agen untuk membantu menjelaskan tentang mitigasi bencana," katanya saat menghadiri acara Gubernur Mengajar di SMKN 1 Bawang, Kabupaten Banjarnegara, Senin (25/7/2022) sore. 

Saat itu Gubernur menjelaskan, Kabupaten Banjarnegara dipilih sebagai lokasi pendidikan kebencanaan pelajar karena daerah ini termasuk salah satu wilayah rawan bencana. Seperti bencana longsor, tanah bergerak, hingga gas beracun. Pendidikan kebencanaan perlu diberikan agar mereka memiliki bekal ketika membantu mitigasi bencana atau sosialisasi. 

"(Sebelum jadi agen) mereka sendiri musti dilatih dulu. Program dari BPBD, PMI, ada juga Tagana, ada SAR termasuk TNI-Polri, bisa masuk ke sekolah untuk latihan, pengenalan peralatan, mitigasi dan sebagainya. Mudah-mudahan nanti setelah mereka pulang bisa langsung menyampaikan ke orangtuanya dan tetangga. Itu akan sangat membantu," imbaunya. 

Pendidikan kebencanaan pelajar terus didorong mengingat situasi dan kondisi dunia yang berubah. Terlebih adanya climate change (perubahan iklim) yang mengarah pada kondisi bencana. 

"Global climate change ini kan banyak sekali yang mengarah pada kondisi dan situasi bencana. Maka kalau mereka kita edukasi, nanti akan bisa melakukan sesuatu," jelasnya. 

Terkait peringatan dini bencana, Gubernur sangat terkesan dengan pertanyaan seorang siswi SMA Luar Biasa Banjarnegara tentang bagaimana teman tuli seperti dirinya bisa mengetahui tanda peringatan dini bencana. Atas pertanyaan itu, ia menjelaskan tentang pelatihan mitigasi kebencanaan yang pernah dilakukan kawan disabilitas. 

Pada pelatihan itu semua disabilitas dengan kondisi kekhususan masing-masing, ikut dilibatkan. Mereka ada yang naik kursi roda, ada juga yang disabilitas netra dan juga tuli. Hasilnya, karena peringatan memakai bunyi, maka disabilitas tuli belum bisa merespon. 

"Tadi pertanyaan dari penyandang disabilitas bagus. Bagaimana tandanya kalau kelompok tuli ini mendapat peringatan bencana? Maka kita tantang anak-anak SMK maupun SMA, bisa tidak menggunakan teknologi informasi, (misal) vibrasi handphone yang (untuk) menunjukkan ada bencana," ujarnya. 

Selain pemanfaatan teknologi, Gubernur juga mendorong agar para pelajar juga mempelajari ilmu titen, yaitu kearifan lokal untuk jeli dan peka mengamati dan membaca fenomena alam. Ilmu ini terbukti turun-temurun digunakan masyarakat dalam mitigasi bencana. 

"Ilmu titen itu lebih kepada kearifan lokal. Sebenarnya nenek moyang kita dulu sudah punya sistem peringatan dini terkait bencana yang akan terjadi. Masyarakat bisa mempraktikkan itu berdasarkan pengalaman masa lalu," ujarnya. 

Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banjarnegara Andri Sulistyo, mengatakan, di wilayahnya terdapat salah satu desa yang telah mempraktikkan Ilmu Titen yaitu Desa Gumelem Kulon, Kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegara. 

"Mereka tinggalnya di tebing-tebing, tidak bergerombol. Kalau hujannya sudah dua hari atau tiga hari, biasanya keluarga ini mengungsi ke bawah (daerah aman), di tempat saudaranya yang aman, itu ilmu titen," terangnya.


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu