Follow Us :              

Tidak Hanya Soal Gizi, Stunting Juga Disebabkan Faktor Lingkungan

  18 August 2022  |   12:00:00  |   dibaca : 1243 
Kategori :
Bagikan :


Tidak Hanya Soal Gizi, Stunting Juga Disebabkan Faktor Lingkungan

18 August 2022 | 12:00:00 | dibaca : 1243
Kategori :
Bagikan :

Foto : Handy (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : Handy (Humas Jateng)

SEMARANG - Stunting atau kondisi gagal tumbuh pada balita, terjadi tidak hanya dipengaruhi oleh persoalan kurang gizi. Faktor lingkungan dan pola hidup masyarakat, juga ikut menyumbang angka stunting. 

Persoalan tersebut dibahas dalam Rapat Percepatan Penurunan Stunting yang dipimpin Wakil Gubernur Jawa Tengah (Wagub Jateng), Taj Yasin Maimoen, Kamis (18/8/2022) di Kantor Gubernur. Salah satu bukti penurunan stunting berhubungan dengan kondisi lingkungan dan pola hidup masyarakat, terjadi di Kabupaten Grobogan. 

Berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI), prevalensi stunting di Grobogan pada 2019 sebesar 29,13 persen. Pada tahun 2021, turun hingga di angka 9,6 persen. Turunnya  kini dilakukan secara terintegrasi. 

"Yang awalnya (penanganan) kita masih lewat Dinkes, belum terintegrasi dengan beberapa dinas, saat ini kita integrasikan. Penurunan angka stunting lewat kategori spesifik dan non spesifik. Yaitu dari penurunan seperti gizi buruk, cakupan makanan atau konsumsi, gizi dan sebagainya, ditambah dengan kebiasaan di suatu daerah. Seperti BAB sembarangan, rumah yang tidak layak huni, jambanisasi dan seterusnya, ini kita intervensi juga, ternyata dengan itu, bahkan lebih menurunkan angka stunting," jelasnya. 

Pada program 1 OPD 1 Desa Binaan nantinya, kata Wagub, bisa ditambahkan kegiatan pendataan di posyandu oleh kader kesehatan. Tujuannya apabila terjadi potensi stunting maupun stunting, bisa segera dilakukan intervensi. 

"Kami memiliki satu program lagi, yaitu 1 OPD 1 desa binaan, yang mungkin sampai saat ini terlewatkan, yaitu pendataan stunting yang ada di desa dampingan masing-masing. Kita harapkan dengan pendataan itu, intervensi kita bisa lebih bagus lagi, lebih masif penurunan angka stunting," tuturnya. 

Di samping itu, sejumlah OPD nantinya akan turut dilibatkan dalam penanganan stunting secara terintegrasi. Seperti DP3AP2KB yang melakukan safari KB, menurunkan unmetneed KB (kebutuhan KB yang belum terpenuhi) dan menurunkan total fertility rate (TFR),  Dispermasdukcapil membantu menggerakkan akseptor KB melalui kegiatan non fisik dalam kegiatan TNI Manunggal Membangun Desa. Pada sisi lain Disperakim membantu terwujudnya Rumah Sederhana Layak Huni (RSLH) terintegrasi yang meliputi rumah, jamban dan air bersih. 

Wagub menambahkan, angka stunting di Jateng sebenarnya sudah menunjukkan penurunan yang tajam. Data dari SSGI 2021, prevalensi stunting di Jateng pada 2020 sebesar 27,7 persen. Saat ini sudah berada di angka 20,9 persen. Tetapi apabila persentase itu dikalikan dengan jumlah ibu melahirkan sebanyak rata-rata 551.000 setiap tahun, maka angka stuntingnya masih tinggi. 

Maka, Pemerintah Provinsi Jateng masih perlu kerja keras menurunkan angka stunting. Ada tiga kabupaten prioritas yang sekarang mendapat pendampingan. Kabupaten itu adalah Brebes dengan prevalensi stunting tahun 2021 sebesar 26,3 persen, Kabupaten Tegal (28 persen) dan Banjarnegara (23,3 persen).


Bagikan :

SEMARANG - Stunting atau kondisi gagal tumbuh pada balita, terjadi tidak hanya dipengaruhi oleh persoalan kurang gizi. Faktor lingkungan dan pola hidup masyarakat, juga ikut menyumbang angka stunting. 

Persoalan tersebut dibahas dalam Rapat Percepatan Penurunan Stunting yang dipimpin Wakil Gubernur Jawa Tengah (Wagub Jateng), Taj Yasin Maimoen, Kamis (18/8/2022) di Kantor Gubernur. Salah satu bukti penurunan stunting berhubungan dengan kondisi lingkungan dan pola hidup masyarakat, terjadi di Kabupaten Grobogan. 

Berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI), prevalensi stunting di Grobogan pada 2019 sebesar 29,13 persen. Pada tahun 2021, turun hingga di angka 9,6 persen. Turunnya  kini dilakukan secara terintegrasi. 

"Yang awalnya (penanganan) kita masih lewat Dinkes, belum terintegrasi dengan beberapa dinas, saat ini kita integrasikan. Penurunan angka stunting lewat kategori spesifik dan non spesifik. Yaitu dari penurunan seperti gizi buruk, cakupan makanan atau konsumsi, gizi dan sebagainya, ditambah dengan kebiasaan di suatu daerah. Seperti BAB sembarangan, rumah yang tidak layak huni, jambanisasi dan seterusnya, ini kita intervensi juga, ternyata dengan itu, bahkan lebih menurunkan angka stunting," jelasnya. 

Pada program 1 OPD 1 Desa Binaan nantinya, kata Wagub, bisa ditambahkan kegiatan pendataan di posyandu oleh kader kesehatan. Tujuannya apabila terjadi potensi stunting maupun stunting, bisa segera dilakukan intervensi. 

"Kami memiliki satu program lagi, yaitu 1 OPD 1 desa binaan, yang mungkin sampai saat ini terlewatkan, yaitu pendataan stunting yang ada di desa dampingan masing-masing. Kita harapkan dengan pendataan itu, intervensi kita bisa lebih bagus lagi, lebih masif penurunan angka stunting," tuturnya. 

Di samping itu, sejumlah OPD nantinya akan turut dilibatkan dalam penanganan stunting secara terintegrasi. Seperti DP3AP2KB yang melakukan safari KB, menurunkan unmetneed KB (kebutuhan KB yang belum terpenuhi) dan menurunkan total fertility rate (TFR),  Dispermasdukcapil membantu menggerakkan akseptor KB melalui kegiatan non fisik dalam kegiatan TNI Manunggal Membangun Desa. Pada sisi lain Disperakim membantu terwujudnya Rumah Sederhana Layak Huni (RSLH) terintegrasi yang meliputi rumah, jamban dan air bersih. 

Wagub menambahkan, angka stunting di Jateng sebenarnya sudah menunjukkan penurunan yang tajam. Data dari SSGI 2021, prevalensi stunting di Jateng pada 2020 sebesar 27,7 persen. Saat ini sudah berada di angka 20,9 persen. Tetapi apabila persentase itu dikalikan dengan jumlah ibu melahirkan sebanyak rata-rata 551.000 setiap tahun, maka angka stuntingnya masih tinggi. 

Maka, Pemerintah Provinsi Jateng masih perlu kerja keras menurunkan angka stunting. Ada tiga kabupaten prioritas yang sekarang mendapat pendampingan. Kabupaten itu adalah Brebes dengan prevalensi stunting tahun 2021 sebesar 26,3 persen, Kabupaten Tegal (28 persen) dan Banjarnegara (23,3 persen).


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu