Foto : (Humas Jateng)
Foto : (Humas Jateng)
SEMARANG - Sekelompok anak kecil terlihat ramai di salah satu stan buku pada Festival Sejuta Buku di Gedung Wanita Semarang, Rabu (9/5). Mereka asyik memilih-memilih buku yang disukainya. Ada buku tentang dongeng, tentang ilmu pengetahuan, dan adapula puzzle dengan gambar-gambar menarik. Mereka pun tampak antusias dan senang.
"Wah, puzzlenya cuma Rp 5.000," seru seorang siswi berseragam merah putih.
Setelah memilih buku, mereka pun meminta tolong kepada gurunya untuk membayar kepada sang penjual. Begitu mendapat buku, mereka terlihat girang.
Aktivitas mereka ditangkap oleh Sekda Provinsi Jawa Tengah Dr Ir Sri Puryono KS MP. Spontan, sekda mengatakan "Aku seneng anak-anak ngene iki". Sekda kemudian memberikan sejumlah uang kepada sang guru, dan berpesan agar uangnya dibelanjakan buku bagi murid-muridnya.
Saat memberikan sambutan pembukaan kegiatan Festival Sejuta Buku, sekda menuturkan, meski membaca tampak sepele, namun sebenarnya lebih sulit dibanding melihat atau mendengar. Sebab, membaca membutuhkan kemampuan untuk memahami rangkaian kalimat, kemudian menafsirkannya.
"Tidak semua orang mempunyai kesabaran melakukan hal tersebut. Yang pasti, ada hubungan positif antara minat baca dengan kebiasaan membaca dan kemampuan membaca," tuturnya.
Sayangnya, minat membaca di Indonesia masih tergolong rendah. Sehingga, kemampuan membaca juga rendah. Kondisi ini menurutnya harus disikapi dengan berbagai terobosan. Dari cara klasik hingga millenial. Misalnya membacakan dongeng sebelum tidur, memberikan hadiah buku pada momen penting keluarga, sering mengajak anak ke toko buku, dan membudayakan wajib membaca, misalnya saat pertemuan masyarakat seperti arisan.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sendiri terus membangun budaya membaca. Selain melalui Festival Sejuta Buku, sudah disediakan pula perpustakaan digital melalui aplikasi i Jateng. Bahkan, aplikasi tersebut saat ini tidak hanya menjadi public service tapi sudah menjadi cyber society, yakni membangun interaksi antarmasyarakat melalui fitur sosial media dalam koridor keilmuan dan kesopanan buku. Lebih dari itu, juga menjadi creativity center.
"Bank ilmu itu ya buku. Kalau kita tidak mau membuka buku, tidak mau membaca buku, ya jauh dari ilmu," tutupnya.
(Rita/Puji/Humas Jateng)
Baca Juga : Membaca Bukan Insting
SEMARANG - Sekelompok anak kecil terlihat ramai di salah satu stan buku pada Festival Sejuta Buku di Gedung Wanita Semarang, Rabu (9/5). Mereka asyik memilih-memilih buku yang disukainya. Ada buku tentang dongeng, tentang ilmu pengetahuan, dan adapula puzzle dengan gambar-gambar menarik. Mereka pun tampak antusias dan senang.
"Wah, puzzlenya cuma Rp 5.000," seru seorang siswi berseragam merah putih.
Setelah memilih buku, mereka pun meminta tolong kepada gurunya untuk membayar kepada sang penjual. Begitu mendapat buku, mereka terlihat girang.
Aktivitas mereka ditangkap oleh Sekda Provinsi Jawa Tengah Dr Ir Sri Puryono KS MP. Spontan, sekda mengatakan "Aku seneng anak-anak ngene iki". Sekda kemudian memberikan sejumlah uang kepada sang guru, dan berpesan agar uangnya dibelanjakan buku bagi murid-muridnya.
Saat memberikan sambutan pembukaan kegiatan Festival Sejuta Buku, sekda menuturkan, meski membaca tampak sepele, namun sebenarnya lebih sulit dibanding melihat atau mendengar. Sebab, membaca membutuhkan kemampuan untuk memahami rangkaian kalimat, kemudian menafsirkannya.
"Tidak semua orang mempunyai kesabaran melakukan hal tersebut. Yang pasti, ada hubungan positif antara minat baca dengan kebiasaan membaca dan kemampuan membaca," tuturnya.
Sayangnya, minat membaca di Indonesia masih tergolong rendah. Sehingga, kemampuan membaca juga rendah. Kondisi ini menurutnya harus disikapi dengan berbagai terobosan. Dari cara klasik hingga millenial. Misalnya membacakan dongeng sebelum tidur, memberikan hadiah buku pada momen penting keluarga, sering mengajak anak ke toko buku, dan membudayakan wajib membaca, misalnya saat pertemuan masyarakat seperti arisan.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sendiri terus membangun budaya membaca. Selain melalui Festival Sejuta Buku, sudah disediakan pula perpustakaan digital melalui aplikasi i Jateng. Bahkan, aplikasi tersebut saat ini tidak hanya menjadi public service tapi sudah menjadi cyber society, yakni membangun interaksi antarmasyarakat melalui fitur sosial media dalam koridor keilmuan dan kesopanan buku. Lebih dari itu, juga menjadi creativity center.
"Bank ilmu itu ya buku. Kalau kita tidak mau membuka buku, tidak mau membaca buku, ya jauh dari ilmu," tutupnya.
(Rita/Puji/Humas Jateng)
Baca Juga : Membaca Bukan Insting
Berita Terbaru