Follow Us :              

Perpanjangan Izin Bukan Berarti Bebas Gunakan Cantrang

  04 January 2017  |   10:00:00  |   dibaca : 438 
Kategori :
Bagikan :


Perpanjangan Izin Bukan Berarti Bebas Gunakan Cantrang

04 January 2017 | 10:00:00 | dibaca : 438
Kategori :
Bagikan :

Foto : (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : (Humas Jateng)

Batang – Perpanjangan masa transisi penggunaan cantrang bagi nelayan jangan diartikan bebas menggunakan alat tersebut. Selama transisi, nelayan diminta membiasakan beralih menggunakan alat tangkap ramah lingkungan yang diizinkan.

 

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) M Zulficar Mochtar menyampaikan berdasarkan Surat Edaran (SE) Nomor B.1/SJ/PL.610/I/2017 yang ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal Menteri Kelautan dan Perikanan, Sjarief Widjaja 3 Januari 2017, ada pemberian jeda penggunaan alat tangkap cantrang selama enam bulan, sejak batas akhir penggunaan sebelumnya pada 31 Desember 2016. Namun, dikeluarkannya aturan itu jangan lantas membuat nelayan bebas menggunakan cantrang dalam keseharian.

 

Selama masa itu, mereka diminta membiasakan beralih menggunakan alat yang dibolehkan. Dan pada masa transisi akan diberikan pendampingan dari pemerintah, baik dari KKP atau pemerintah daerah.

 

"Di seluruh dunia, 80 persen overeksploitasi. Termasuk di Indonesia banyak zona merah karena tekanan kapal dan jumlah sangat banyak. Pokok persoalan usai aturan pelarangan penggunaan cantrang (berakhir 31 Desember 2016), 1 Januari apa yang terjadi? Pak Gubernur (Ganjar Pranowo) kemudian konsultasi dengan Ibu Menteri (Susi Pudjiastuti). Maka dikeluarkanlah surat edaran. Intinya, memberikan jeda selama enam bulan. Untuk transisi akan diberikan pendampingan, sehingga nelayan akan bisa beralih menggunakan alat tangkap ramah lingkungan," terangnya saat Dialog Interaktif Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP dengan nelayan pengguna cantrang di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Pelabuhan Perikanan Pantai Klidang Lor, Kecamatan Batang, Rabu (4/1) siang.

 

Mengacu SE tersebut, lanjut Zulficar, ada enam poin yang mesti dilaksanakan selama masa transisi enam bulan. Poin pertama adalah membentuk kelompok kerja penanganan penggantian alat penangkapan ikan yang melibatkan berbagai lembaga terkait, baik dari pusat maupun daerah. Kedua, pemerintah akan memfasilitasi pendanaan dan pembiayaan dari perbankan maupun lembaga keuangan nonbank yang akan memudahkan nelayan mendapatkan modal kerja. Poin berikutnya, KKP akan melakukan relokasi daerah penangkapan ikan. Salah satu yang menjadi alasannya adalah, karena jumlah tangkapan ikan di perairan utara Pulau Jawa sudah menurun.

 

"Kami dengan senang hati menawarkan dan mendorong nelayan kalau mau menangkap ikan di sekitar kawasan laut Natuna dan Arafuru. Namun ini juga harus disesuaikan dengan kesiapan dan kondisi kapal yang akan digunakan untuk kesana. Kalau misalnya ada yang berminat, kami sudah siapkan izin untuk 300-400 kapal,” katanya.

 

Poin keempat, terang Zulficar, mempercepat proses perizinan alat pengganti bagi para nelayan yang masih menggunakan cantrang atau pukat harimau dan pukat tarik. Bahkan kini melalui sistem online, para nelayan bisa mengurus izin hanya dalam waktu lima hari, khusus untuk kapal berukuran 30 GT. Kelima, sesuai Perpres, tidak boleh ada modal asing masuk. Dan terakhir, pemberian izin perpanjangan jangan disalahartikan, boleh menggunakan cantrang selamanya.

 

Sementara itu, Gubernur Ganjar Pranowo mengatakan nelayan di Kabupaten Batang menjadi yang pertama menerima informasi mengenai kepastian perpanjangan waktu penggunaan cantrang. Dia meminta, informasi yang telah diterima bisa dibagikan kepada nelayan lain di berbagai daerah se-Jateng, maupun Indonesia. Dia pun berharap, nelayan di Batang bisa menjadi percontohan pertama penggunaan alat tangkap ramah lingkungan pengganti cantrang.

 

“Wes to iki langsung tak datangi pertama, di seluruh Indonesia ini Batang jadi yang paling pertama. Termasuk di daerah lain saya juga berencana melakukan sosialisasi yang sama seperti di sini,” katanya. (Humas Jateng)


Bagikan :

Batang – Perpanjangan masa transisi penggunaan cantrang bagi nelayan jangan diartikan bebas menggunakan alat tersebut. Selama transisi, nelayan diminta membiasakan beralih menggunakan alat tangkap ramah lingkungan yang diizinkan.

 

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) M Zulficar Mochtar menyampaikan berdasarkan Surat Edaran (SE) Nomor B.1/SJ/PL.610/I/2017 yang ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal Menteri Kelautan dan Perikanan, Sjarief Widjaja 3 Januari 2017, ada pemberian jeda penggunaan alat tangkap cantrang selama enam bulan, sejak batas akhir penggunaan sebelumnya pada 31 Desember 2016. Namun, dikeluarkannya aturan itu jangan lantas membuat nelayan bebas menggunakan cantrang dalam keseharian.

 

Selama masa itu, mereka diminta membiasakan beralih menggunakan alat yang dibolehkan. Dan pada masa transisi akan diberikan pendampingan dari pemerintah, baik dari KKP atau pemerintah daerah.

 

"Di seluruh dunia, 80 persen overeksploitasi. Termasuk di Indonesia banyak zona merah karena tekanan kapal dan jumlah sangat banyak. Pokok persoalan usai aturan pelarangan penggunaan cantrang (berakhir 31 Desember 2016), 1 Januari apa yang terjadi? Pak Gubernur (Ganjar Pranowo) kemudian konsultasi dengan Ibu Menteri (Susi Pudjiastuti). Maka dikeluarkanlah surat edaran. Intinya, memberikan jeda selama enam bulan. Untuk transisi akan diberikan pendampingan, sehingga nelayan akan bisa beralih menggunakan alat tangkap ramah lingkungan," terangnya saat Dialog Interaktif Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP dengan nelayan pengguna cantrang di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Pelabuhan Perikanan Pantai Klidang Lor, Kecamatan Batang, Rabu (4/1) siang.

 

Mengacu SE tersebut, lanjut Zulficar, ada enam poin yang mesti dilaksanakan selama masa transisi enam bulan. Poin pertama adalah membentuk kelompok kerja penanganan penggantian alat penangkapan ikan yang melibatkan berbagai lembaga terkait, baik dari pusat maupun daerah. Kedua, pemerintah akan memfasilitasi pendanaan dan pembiayaan dari perbankan maupun lembaga keuangan nonbank yang akan memudahkan nelayan mendapatkan modal kerja. Poin berikutnya, KKP akan melakukan relokasi daerah penangkapan ikan. Salah satu yang menjadi alasannya adalah, karena jumlah tangkapan ikan di perairan utara Pulau Jawa sudah menurun.

 

"Kami dengan senang hati menawarkan dan mendorong nelayan kalau mau menangkap ikan di sekitar kawasan laut Natuna dan Arafuru. Namun ini juga harus disesuaikan dengan kesiapan dan kondisi kapal yang akan digunakan untuk kesana. Kalau misalnya ada yang berminat, kami sudah siapkan izin untuk 300-400 kapal,” katanya.

 

Poin keempat, terang Zulficar, mempercepat proses perizinan alat pengganti bagi para nelayan yang masih menggunakan cantrang atau pukat harimau dan pukat tarik. Bahkan kini melalui sistem online, para nelayan bisa mengurus izin hanya dalam waktu lima hari, khusus untuk kapal berukuran 30 GT. Kelima, sesuai Perpres, tidak boleh ada modal asing masuk. Dan terakhir, pemberian izin perpanjangan jangan disalahartikan, boleh menggunakan cantrang selamanya.

 

Sementara itu, Gubernur Ganjar Pranowo mengatakan nelayan di Kabupaten Batang menjadi yang pertama menerima informasi mengenai kepastian perpanjangan waktu penggunaan cantrang. Dia meminta, informasi yang telah diterima bisa dibagikan kepada nelayan lain di berbagai daerah se-Jateng, maupun Indonesia. Dia pun berharap, nelayan di Batang bisa menjadi percontohan pertama penggunaan alat tangkap ramah lingkungan pengganti cantrang.

 

“Wes to iki langsung tak datangi pertama, di seluruh Indonesia ini Batang jadi yang paling pertama. Termasuk di daerah lain saya juga berencana melakukan sosialisasi yang sama seperti di sini,” katanya. (Humas Jateng)


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu