Follow Us :              

Beli Pulsa Nggak Eman-eman, Masak IVA Test Rp 25 Ribu Ngitungnya Njlimet

  17 October 2017  |   15:30:00  |   dibaca : 1490 
Kategori :
Bagikan :


Beli Pulsa Nggak Eman-eman, Masak IVA Test Rp 25 Ribu Ngitungnya Njlimet

17 October 2017 | 15:30:00 | dibaca : 1490
Kategori :
Bagikan :

Foto : (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : (Humas Jateng)

Semarang – Deteksi dini kanker leher rahim melalui Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) Test mudah dilakukan. Namun, tidak semua wanita usia subur mau melakukannnya. Beberapa di antaranya justru ketakutan jika hasilnya positif dan mereka dinyatakan kanker.

 

Praktisi kesehatan dari RSUD Tugurejo Semarang dr Hardiyanto SpOG meminta para wanita tak lagi takut mengikuti IVA Test. Sebab, melalui IVA Test mereka justru bisa mengetahui kondisi alat reproduksinya itu. Kalau pun hasil IVA Test positif, mereka belum tentu positif kanker.

Diakui, pada pemeriksaan IVA, diprediksi tiga sampai lima persen pemeriksa menunjukkan hasil positif. Tapi, kemungkinan itu disebabkan perubahan pada epitel serviks, atau bisa juga karena infeksi kronis. Jika penyebabnya infeksi kronis, cukup ditangani dengan pengobatan infeksi.

“IVA Test positif belum tentu kanker. Perlu pemeriksaan penunjang yang lain, misalnya pap smear, atau yang lebih spesifik lagi dengan biopsy. Jadi IVA positif itu mana yang dicurigai kanker serviks. Itu diambil dibiopsi trus dibawa ke spesialis PA (patologi anatomi),” bebernya, saat dialog interaktif Perhatikan Kesehatan Organ Reproduksi melalui IVA Test, di Studio Mini Kantor Gubernur Jawa Tengah, Selasa (17/10).

Ditambahkan, pada stadium awal, kanker serviks nyaris tidak menimbulkan gejala. Ada pula yang disertai gejala keputihan yang tak biasa. Tapi, wanita yang keputihan pun jangan langsung ketakutan untuk memeriksakan diri. Sebab, mereka yang dengan keputihan juga belum pasti terkena kanker. Keputihan bisa diakibatkan berkembangnya jamur, protozoa, kuman yang lain, atau memang kanker.

“Jadi, perlu dilakukan deteksi dini. Deteksi dini memang dilakukan saat tidak ada gejala apa-apa. Kalau sudah terjadi (ada gejala kanker) itu namanya periksa,” ungkap dr Hardiyanto.

Hal senada juga disampaikan Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit pada Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah dr Tatik Murhayati MKes. Menurutnya, hasil IVA Test positif bukan berarti kanker, tapi lesi prakanker. Karena itu, perlu dilakukan upaya penanganan sesuai berat ringannya gejala.

Tatik menyampaikan, deteksi dini terhadap kanker, khususnya kanker leher rahim sebaiknya dilakukan para wanita. Terlebih wanita usia subur yang sudah pernah melakukan kontak seksual. Dengan deteksi dini, dapat meminimalisasi kejadian kanker. Ditemukannya kanker secara dini juga dapat membuat penanganan lebih mudah dan keberhasilan lebih tinggi.

“Ada beberapa metode deteksi dini kanker leher rahim. IVA Test adalah detesi dini secara sederhana. Syaratnya, wanita usia subur, sudah melakukan aktivitas seksual, belum menopause hanya khusus IVA Test. Mereka yang sudah menopause bisa melakukan deteksi dengan cara lain, misalnya dengan pap smear. Prinsipnya, selama memiliki serviks tetap berpotensi kanker serviks,” ungkapnya.

Lantas berapa kali deteksi dini kanker serviks harus dilakukan? Tatik menjelaskan, pemeriksaan tersebut tidak cukup dilakukan sekali seumur hidup, namun secara berkala. Agar efektif, deteksi dini dilakukan setiap tahun pada tiga tahun pertama. Jika tahun pertama, kedua, dan ketiga semua hasilnya negatif, pemeriksaan berikutnya baru dilakukan tiga tahun ke depannya.

“Jadi tidak seumur hidup satu kali. Karena ini sifatnya deteksi dini. Masa inkubasi dari kanker juga panjang sehingga siapa tahu pada tahun pertama dilakukan deteksi dini, belum muncul tanda kanker serviks. Jadi mesti rutin tiga tahun pertama,” tuturnya.

Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Jawa Tengah Hj Atikoh Ganjar Pranowo menjelaskan di negara maju, angka kejadian kanker serviks dan kanker payudara relatif kecil. Sebab, kesadaran wanita di negara itu untuk melakukan deteksi dini sudah terhitung tinggi. Karenanya, dia bersama jajaran pengurus TP PKK maupun kader terus berupaya menggerakkan IVA Test. Sosialisasi terus dilakukan agar para wanita usia subur sadar dan mau memeriksakan kesehatan alat reproduksinya.

“Kalau masih bisa dilakukan IVA Test justru tenang, karena kalau dirujuk ke RS itu berarti sudah stadium tinggi. Kalau pun positif, masih bisa sembuh secara total,” tuturnya.

Atikoh menambahkan, fungsi upaya deteksi dini kanker untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, khususnya wanita, dan menurunkan biaya maupun risiko terhadap pengobatan. Namun sayangnya, masih ada yang tidak peduli dengan kesehatannya. Padahal, hidup sehat harus menjadi life style yang dijalani keseharian oleh masyarakat.

“Ketika beli pulsa nggak eman-eman kok untuk general check up eman-eman. Untuk IVA yang cuma Rp 25 ribu ngitungnya njlimet sekali, beli pulsa Rp 100 ribu nggak keberatan. Padahal sebetulnya kesehatan itu investasi,” sorot alumnus UGM ini.

Sementara itu, Ketua Dharma Wanita Persatuan (DWP) Provinsi Jawa Tengah Hj Rini Sri Puryono menambahkan, untuk meningkatkan kepedulian kesehatan pada wanita, khususnya dalam deteksi dini kanker serviks dan payudara, DWP Jateng berencana menyelenggarakan IVA Test dan pemeriksaan payudara klinis (Sadanis). Kegiatan tersebut akan dilaksanakan di Gedung DWP Provinsi Jawa Tengah, Jumat (27/10).

“Rencananya bakal ada 500-an wanita dari karyawan dan istri karyawan yang ikut dari seluruh SKPD di Jawa Tengah. Memang yang merasa takut pasti ada. Tapi kami harus memberikan support dan dukungan. Sosialisasi terus dilakukan jangan sampai mereka sangat ketakutan,” tandasnya. (Ul, Diskominfo Jateng)


Bagikan :

Semarang – Deteksi dini kanker leher rahim melalui Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) Test mudah dilakukan. Namun, tidak semua wanita usia subur mau melakukannnya. Beberapa di antaranya justru ketakutan jika hasilnya positif dan mereka dinyatakan kanker.

 

Praktisi kesehatan dari RSUD Tugurejo Semarang dr Hardiyanto SpOG meminta para wanita tak lagi takut mengikuti IVA Test. Sebab, melalui IVA Test mereka justru bisa mengetahui kondisi alat reproduksinya itu. Kalau pun hasil IVA Test positif, mereka belum tentu positif kanker.

Diakui, pada pemeriksaan IVA, diprediksi tiga sampai lima persen pemeriksa menunjukkan hasil positif. Tapi, kemungkinan itu disebabkan perubahan pada epitel serviks, atau bisa juga karena infeksi kronis. Jika penyebabnya infeksi kronis, cukup ditangani dengan pengobatan infeksi.

“IVA Test positif belum tentu kanker. Perlu pemeriksaan penunjang yang lain, misalnya pap smear, atau yang lebih spesifik lagi dengan biopsy. Jadi IVA positif itu mana yang dicurigai kanker serviks. Itu diambil dibiopsi trus dibawa ke spesialis PA (patologi anatomi),” bebernya, saat dialog interaktif Perhatikan Kesehatan Organ Reproduksi melalui IVA Test, di Studio Mini Kantor Gubernur Jawa Tengah, Selasa (17/10).

Ditambahkan, pada stadium awal, kanker serviks nyaris tidak menimbulkan gejala. Ada pula yang disertai gejala keputihan yang tak biasa. Tapi, wanita yang keputihan pun jangan langsung ketakutan untuk memeriksakan diri. Sebab, mereka yang dengan keputihan juga belum pasti terkena kanker. Keputihan bisa diakibatkan berkembangnya jamur, protozoa, kuman yang lain, atau memang kanker.

“Jadi, perlu dilakukan deteksi dini. Deteksi dini memang dilakukan saat tidak ada gejala apa-apa. Kalau sudah terjadi (ada gejala kanker) itu namanya periksa,” ungkap dr Hardiyanto.

Hal senada juga disampaikan Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit pada Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah dr Tatik Murhayati MKes. Menurutnya, hasil IVA Test positif bukan berarti kanker, tapi lesi prakanker. Karena itu, perlu dilakukan upaya penanganan sesuai berat ringannya gejala.

Tatik menyampaikan, deteksi dini terhadap kanker, khususnya kanker leher rahim sebaiknya dilakukan para wanita. Terlebih wanita usia subur yang sudah pernah melakukan kontak seksual. Dengan deteksi dini, dapat meminimalisasi kejadian kanker. Ditemukannya kanker secara dini juga dapat membuat penanganan lebih mudah dan keberhasilan lebih tinggi.

“Ada beberapa metode deteksi dini kanker leher rahim. IVA Test adalah detesi dini secara sederhana. Syaratnya, wanita usia subur, sudah melakukan aktivitas seksual, belum menopause hanya khusus IVA Test. Mereka yang sudah menopause bisa melakukan deteksi dengan cara lain, misalnya dengan pap smear. Prinsipnya, selama memiliki serviks tetap berpotensi kanker serviks,” ungkapnya.

Lantas berapa kali deteksi dini kanker serviks harus dilakukan? Tatik menjelaskan, pemeriksaan tersebut tidak cukup dilakukan sekali seumur hidup, namun secara berkala. Agar efektif, deteksi dini dilakukan setiap tahun pada tiga tahun pertama. Jika tahun pertama, kedua, dan ketiga semua hasilnya negatif, pemeriksaan berikutnya baru dilakukan tiga tahun ke depannya.

“Jadi tidak seumur hidup satu kali. Karena ini sifatnya deteksi dini. Masa inkubasi dari kanker juga panjang sehingga siapa tahu pada tahun pertama dilakukan deteksi dini, belum muncul tanda kanker serviks. Jadi mesti rutin tiga tahun pertama,” tuturnya.

Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Jawa Tengah Hj Atikoh Ganjar Pranowo menjelaskan di negara maju, angka kejadian kanker serviks dan kanker payudara relatif kecil. Sebab, kesadaran wanita di negara itu untuk melakukan deteksi dini sudah terhitung tinggi. Karenanya, dia bersama jajaran pengurus TP PKK maupun kader terus berupaya menggerakkan IVA Test. Sosialisasi terus dilakukan agar para wanita usia subur sadar dan mau memeriksakan kesehatan alat reproduksinya.

“Kalau masih bisa dilakukan IVA Test justru tenang, karena kalau dirujuk ke RS itu berarti sudah stadium tinggi. Kalau pun positif, masih bisa sembuh secara total,” tuturnya.

Atikoh menambahkan, fungsi upaya deteksi dini kanker untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, khususnya wanita, dan menurunkan biaya maupun risiko terhadap pengobatan. Namun sayangnya, masih ada yang tidak peduli dengan kesehatannya. Padahal, hidup sehat harus menjadi life style yang dijalani keseharian oleh masyarakat.

“Ketika beli pulsa nggak eman-eman kok untuk general check up eman-eman. Untuk IVA yang cuma Rp 25 ribu ngitungnya njlimet sekali, beli pulsa Rp 100 ribu nggak keberatan. Padahal sebetulnya kesehatan itu investasi,” sorot alumnus UGM ini.

Sementara itu, Ketua Dharma Wanita Persatuan (DWP) Provinsi Jawa Tengah Hj Rini Sri Puryono menambahkan, untuk meningkatkan kepedulian kesehatan pada wanita, khususnya dalam deteksi dini kanker serviks dan payudara, DWP Jateng berencana menyelenggarakan IVA Test dan pemeriksaan payudara klinis (Sadanis). Kegiatan tersebut akan dilaksanakan di Gedung DWP Provinsi Jawa Tengah, Jumat (27/10).

“Rencananya bakal ada 500-an wanita dari karyawan dan istri karyawan yang ikut dari seluruh SKPD di Jawa Tengah. Memang yang merasa takut pasti ada. Tapi kami harus memberikan support dan dukungan. Sosialisasi terus dilakukan jangan sampai mereka sangat ketakutan,” tandasnya. (Ul, Diskominfo Jateng)


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu