Follow Us :              

Jujur dan Bersyukur, Jangan Jadi "Politisi Kalkulator"

  03 January 2017  |   12:00:00  |   dibaca : 1752 
Kategori :
Bagikan :


Jujur dan Bersyukur, Jangan Jadi "Politisi Kalkulator"

03 January 2017 | 12:00:00 | dibaca : 1752
Kategori :
Bagikan :

Foto : (Humas Jateng)

Daftarkan diri anda terlebih dahulu

Foto : (Humas Jateng)

SEMARANG - Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Bupati Klaten Sri Hartini atas dugaan jual beli "kursi" merupakan dipandang sebagai pukulan telak oleh Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP, setelah OTT sebelumnya dilakukan terhadap Sekda Kabupaten Kebumen Adi Pandoyo tersandung kasus suap proyek di dinas kabupaten setempat. Meski dua kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi ada di tingkat kabupaten, bukan di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, namun Gubernur Ganjar Pranowo menegaskan bahwa setiap Aparatur Sipil Negara (ASN), terlebih pejabat publik, wajib menegakkan integritasnya.

Hal tersebut disampaikan olehnya saat menjadi narasumber Mas Ganjar Menyapa bertajuk "Budayakan Malu Korupsi" di Universitas Katholik Soegijapranata Senin (3/1).

Ganjar menjelaskan, kekuasaan adalah salah satu cara untuk menguji integritas seseorang. Apabila seseorang jujur, dirinya tidak akan melakukan suap untuk memperoleh jabatan. Ketika menjabat pun, dirinya tidak tergoda korupsi.

 

"Ada kata-kata bijak, kalau mau menguji seseorang, berilah dia kekuasaan. Maka dia akan kelihatan bagaimana cara dia memutuskan dan apa argumen keputusan itu. Mekanismenya untuk dapat kekuasaan, dia perlu dukungan. Dia perlu modal dan modal ini kapital atau uang. Padahal modal itu juga modal sosial dan modal intelektual. Kalau intelektualnya bagus, caranya tidak nyogok. Tidak money politics. Mungkin secara intelektual ketemu di kampus meminta dukungan. Yang ditransaksikan adalah ide dan program. Politisi yang maju itu harus punya setting agenda yang clear untuk didiskusikan kepada publik," beber Ganjar.

 

Apabila politisi hanya mengandalkan uang sebagai modal, maka dia akan merasakan biaya yang besar untuk berkampanye. Dia cenderung menghitung laba rugi yang mungkin dialaminya selama mengeluarkan modal kampanye.

 

"Orang-orang seperti ini saya istilahkan sebagai politisi kalkulator. Dia hitung untung rugi dengan kalkulatornya. Ada cerita, seseorang bertanya kepada bupati, dia habisnya Rp 30 miliar. Saya cek bayaran bupati kurang lebih Rp 6 juta. Kalau dengan honor-honor paling pol Rp 50 juta. Uang segitu nggak akan balik modal. Kalau begitu dia akan hasta karya, matanya buta," paparnya.

 

Praktik korupsi yang umumnya dilakukan oleh politisi yang sudah menjabat sebagai kepala daerah, lanjut Ganjar, adalah jual beli jabatan dan perizinan. Untuk mengeliminasi praktik korupsi, perlu diberikan efek jera. Salah satunya dengan OTT karena dia akan dipermalukan oleh publik.

 

Senada dengan Ganjar, perancang pendidikan anti korupsi Kemenristekdikti-KPK Marcella Elwina S menjelaskan, korupsi di Indonesia umumnya disebabkan oleh empat faktor. Yaitu corruption by need, by greed, by chance, dan by systems. 

 

Kondisi seseorang yang serba terbatas secara ekonomi seringkali dijadikan alasan dia untuk melakukan praktik korupsi. Misalnya, ketika anak sakit, sementara dia tidak cukup biaya untuk biaya pengobatan. Korupsi yang disebabkan keserakahan terjadi ketika seseorang terjebak dalam gaya hidup konsumerisme. Dia akan selalu merasa kekurangan, meski sudah dalam kondisi yang berkecukupan. Korupsi yang disebabkan adanya kesempatan biasa dilakukan ketika seseorang memiliki kekuasaan. Korupsi yang disebabkan oleh kesempatan dan sistem seringkali bertautan. Seperti halnya politisi yang memerlukan modal untuk berkampanye dan menggunakan kekuasaannya di kemudian hari untuk mengembalikan modal yang dikeluarkannya.

 

Marcella menyebut, kurikulum pendidikan anti korupsi penting untuk diberikan kepada generasi muda di segala jenjang. Perguruan tinggi misalnya dilibatkan untuk melakukan riset tentang pelayanan publik. Apakah pelayanan publik sudah transparan dan memenuhi harapan masyarakat. Selain pendidikan formal, budaya malu juga harus ditanamkan di dalam diri individu.

 

"Kembali lagi ke karakter. Memang budaya malu itu penting sekali. Budaya malu ketika banyak orang yang hidupnya sulit sementara kita hidup bergaya. Malu bermewah-mewah di tengah kesulitan orang lain," tegasnya


Bagikan :

SEMARANG - Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Bupati Klaten Sri Hartini atas dugaan jual beli "kursi" merupakan dipandang sebagai pukulan telak oleh Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP, setelah OTT sebelumnya dilakukan terhadap Sekda Kabupaten Kebumen Adi Pandoyo tersandung kasus suap proyek di dinas kabupaten setempat. Meski dua kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi ada di tingkat kabupaten, bukan di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, namun Gubernur Ganjar Pranowo menegaskan bahwa setiap Aparatur Sipil Negara (ASN), terlebih pejabat publik, wajib menegakkan integritasnya.

Hal tersebut disampaikan olehnya saat menjadi narasumber Mas Ganjar Menyapa bertajuk "Budayakan Malu Korupsi" di Universitas Katholik Soegijapranata Senin (3/1).

Ganjar menjelaskan, kekuasaan adalah salah satu cara untuk menguji integritas seseorang. Apabila seseorang jujur, dirinya tidak akan melakukan suap untuk memperoleh jabatan. Ketika menjabat pun, dirinya tidak tergoda korupsi.

 

"Ada kata-kata bijak, kalau mau menguji seseorang, berilah dia kekuasaan. Maka dia akan kelihatan bagaimana cara dia memutuskan dan apa argumen keputusan itu. Mekanismenya untuk dapat kekuasaan, dia perlu dukungan. Dia perlu modal dan modal ini kapital atau uang. Padahal modal itu juga modal sosial dan modal intelektual. Kalau intelektualnya bagus, caranya tidak nyogok. Tidak money politics. Mungkin secara intelektual ketemu di kampus meminta dukungan. Yang ditransaksikan adalah ide dan program. Politisi yang maju itu harus punya setting agenda yang clear untuk didiskusikan kepada publik," beber Ganjar.

 

Apabila politisi hanya mengandalkan uang sebagai modal, maka dia akan merasakan biaya yang besar untuk berkampanye. Dia cenderung menghitung laba rugi yang mungkin dialaminya selama mengeluarkan modal kampanye.

 

"Orang-orang seperti ini saya istilahkan sebagai politisi kalkulator. Dia hitung untung rugi dengan kalkulatornya. Ada cerita, seseorang bertanya kepada bupati, dia habisnya Rp 30 miliar. Saya cek bayaran bupati kurang lebih Rp 6 juta. Kalau dengan honor-honor paling pol Rp 50 juta. Uang segitu nggak akan balik modal. Kalau begitu dia akan hasta karya, matanya buta," paparnya.

 

Praktik korupsi yang umumnya dilakukan oleh politisi yang sudah menjabat sebagai kepala daerah, lanjut Ganjar, adalah jual beli jabatan dan perizinan. Untuk mengeliminasi praktik korupsi, perlu diberikan efek jera. Salah satunya dengan OTT karena dia akan dipermalukan oleh publik.

 

Senada dengan Ganjar, perancang pendidikan anti korupsi Kemenristekdikti-KPK Marcella Elwina S menjelaskan, korupsi di Indonesia umumnya disebabkan oleh empat faktor. Yaitu corruption by need, by greed, by chance, dan by systems. 

 

Kondisi seseorang yang serba terbatas secara ekonomi seringkali dijadikan alasan dia untuk melakukan praktik korupsi. Misalnya, ketika anak sakit, sementara dia tidak cukup biaya untuk biaya pengobatan. Korupsi yang disebabkan keserakahan terjadi ketika seseorang terjebak dalam gaya hidup konsumerisme. Dia akan selalu merasa kekurangan, meski sudah dalam kondisi yang berkecukupan. Korupsi yang disebabkan adanya kesempatan biasa dilakukan ketika seseorang memiliki kekuasaan. Korupsi yang disebabkan oleh kesempatan dan sistem seringkali bertautan. Seperti halnya politisi yang memerlukan modal untuk berkampanye dan menggunakan kekuasaannya di kemudian hari untuk mengembalikan modal yang dikeluarkannya.

 

Marcella menyebut, kurikulum pendidikan anti korupsi penting untuk diberikan kepada generasi muda di segala jenjang. Perguruan tinggi misalnya dilibatkan untuk melakukan riset tentang pelayanan publik. Apakah pelayanan publik sudah transparan dan memenuhi harapan masyarakat. Selain pendidikan formal, budaya malu juga harus ditanamkan di dalam diri individu.

 

"Kembali lagi ke karakter. Memang budaya malu itu penting sekali. Budaya malu ketika banyak orang yang hidupnya sulit sementara kita hidup bergaya. Malu bermewah-mewah di tengah kesulitan orang lain," tegasnya


Bagikan :
Daftarkan diri anda terlebih dahulu