Foto : Gholib (Humas Jateng)
Foto : Gholib (Humas Jateng)
PEMALANG - Gubernur Jawa Tengah, Komjen Pol (P) Drs. Ahmad Luthfi, S.H., S.St.M.K., mengatakan pengelolaan sampah berbasis desa potensinya cukup besar untuk dikembangkan.
Hal itu disampaikannya setelah melihat langsung tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) di Desa Penggarit, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang pada Rabu, 28 Mei 2025.
"Kita coba dorong pengolahan sampah berbasis desa. Di Desa Penggarit ini sudah menerapkan penanganan sampah basis desa itu. Artinya, satu desa ini sudah dikelola sendiri sampahnya," katanya.
Pengelolaan sampah yang diinisiasi oleh Pemerintah Desa Penggarit itu, dinilai bisa dijadikan sebagai role model atau rujukan bagi desa-desa lain di Jawa Tengah.
Gubernur menyampaikan, jika sekitar 8.563 desa di Jateng memiliki satu TPST, maka penanganan sampah akan selesai di tingkat desa.
"Pengelolaan ini akan kita jadikan role model, nanti akan kita diskusikan dengan dinas. Kalau desa saja sudah melaksanakan ini, selesai itu (masalah sampah)," ucapnya yang saat itu didampingi oleh Bupati Pemalang, Anom Widiyantoro, dan Kepala Desa Penggarit, Imam Wibowo.
Hasil pengolahan di TPST Desa Penggarit juga memiliki banyak fungsi, antara lain ada yang diolah menjadi pupuk organik; pengurai amonia atau bakteri yang dapat membantu mengurangi polusi air, meningkatkan kualitas air, dan menciptakan lingkungan yang lebih sehat bagi makhluk hidup; dan sebagainya. Hal itu dinilai sangat efektif, lantaran biaya untuk membuat TPST berbasis desa juga tidak terlalu tinggi. Sebab, biasanya pembangunan TPST menghabiskan dana miliaran rupiah.
Pada kesempatan itu, Gubernur mengapresiasi bupati dan kepala desa yang telah menginisiasi TPST berbasis desa ini.
Sementara itu, Kepala Desa Penggarit, Imam Wibowo, menjelaskan bahwa tempat pengolahan sampah ini didirikan menggunakan APBDes, total anggaran yang dikeluarkan untuk mesin dan shelter mencapai sekitar Rp400 juta. Setidaknya dalam sehari, TPST ini dapat mengolah sampah sebanyak tiga unit dump truck.
Ia mengungkapkan, sejauh ini sampah rumah tangga di desanya sudah ada yang langsung dipilah, tetapi ada sebagian masyarakat yang belum melakukannya.
“Sampah yang masuk ke sini sudah tidak punya nilai ekonomi, lalu diproses. Kemudian ada yang khusus dari sampah organik, seperti sisa pakan ternak dan sisa kotoran kandang ayam, diolah di sini nanti jadi biokarbon," paparnya.
Sebagai informasi, biokarbon dapat digunakan sebagai pupuk organik, bahan baku industri, bahan baku alternatif, serta dimanfaatkan untuk membersihkan atau menyaring air.
Dalam kunjungannya ke Desa Penggarit, Gubernur juga sempat mengecek praktik Koperasi Desa Merah Putih yang sudah berjalan. Selain itu, ia juga melihat potensi wisata dan pertanian di desa tersebut.
PEMALANG - Gubernur Jawa Tengah, Komjen Pol (P) Drs. Ahmad Luthfi, S.H., S.St.M.K., mengatakan pengelolaan sampah berbasis desa potensinya cukup besar untuk dikembangkan.
Hal itu disampaikannya setelah melihat langsung tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) di Desa Penggarit, Kecamatan Taman, Kabupaten Pemalang pada Rabu, 28 Mei 2025.
"Kita coba dorong pengolahan sampah berbasis desa. Di Desa Penggarit ini sudah menerapkan penanganan sampah basis desa itu. Artinya, satu desa ini sudah dikelola sendiri sampahnya," katanya.
Pengelolaan sampah yang diinisiasi oleh Pemerintah Desa Penggarit itu, dinilai bisa dijadikan sebagai role model atau rujukan bagi desa-desa lain di Jawa Tengah.
Gubernur menyampaikan, jika sekitar 8.563 desa di Jateng memiliki satu TPST, maka penanganan sampah akan selesai di tingkat desa.
"Pengelolaan ini akan kita jadikan role model, nanti akan kita diskusikan dengan dinas. Kalau desa saja sudah melaksanakan ini, selesai itu (masalah sampah)," ucapnya yang saat itu didampingi oleh Bupati Pemalang, Anom Widiyantoro, dan Kepala Desa Penggarit, Imam Wibowo.
Hasil pengolahan di TPST Desa Penggarit juga memiliki banyak fungsi, antara lain ada yang diolah menjadi pupuk organik; pengurai amonia atau bakteri yang dapat membantu mengurangi polusi air, meningkatkan kualitas air, dan menciptakan lingkungan yang lebih sehat bagi makhluk hidup; dan sebagainya. Hal itu dinilai sangat efektif, lantaran biaya untuk membuat TPST berbasis desa juga tidak terlalu tinggi. Sebab, biasanya pembangunan TPST menghabiskan dana miliaran rupiah.
Pada kesempatan itu, Gubernur mengapresiasi bupati dan kepala desa yang telah menginisiasi TPST berbasis desa ini.
Sementara itu, Kepala Desa Penggarit, Imam Wibowo, menjelaskan bahwa tempat pengolahan sampah ini didirikan menggunakan APBDes, total anggaran yang dikeluarkan untuk mesin dan shelter mencapai sekitar Rp400 juta. Setidaknya dalam sehari, TPST ini dapat mengolah sampah sebanyak tiga unit dump truck.
Ia mengungkapkan, sejauh ini sampah rumah tangga di desanya sudah ada yang langsung dipilah, tetapi ada sebagian masyarakat yang belum melakukannya.
“Sampah yang masuk ke sini sudah tidak punya nilai ekonomi, lalu diproses. Kemudian ada yang khusus dari sampah organik, seperti sisa pakan ternak dan sisa kotoran kandang ayam, diolah di sini nanti jadi biokarbon," paparnya.
Sebagai informasi, biokarbon dapat digunakan sebagai pupuk organik, bahan baku industri, bahan baku alternatif, serta dimanfaatkan untuk membersihkan atau menyaring air.
Dalam kunjungannya ke Desa Penggarit, Gubernur juga sempat mengecek praktik Koperasi Desa Merah Putih yang sudah berjalan. Selain itu, ia juga melihat potensi wisata dan pertanian di desa tersebut.