Foto : Rinto (Humas Jateng)
Foto : Rinto (Humas Jateng)
WONOSOBO - 'Akhire naseb guru kito di buang dateng Ambon kutha, sebab difitnah ahlu duroko. Wasiat dateng satengah murite supaya ngamal jazemna imane itma' ngamal guru wilangan'.
"Mendengar lirik hymne Rifa'iyah di tengah kondisi negeri saat ini, hampir sejarah ini terulang. Yakni fitnah dan caci maki, memecah belah, bahkan seorang kiai pun diasingkan akibat fitnah," ujar Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP saat memberi sambutan pada pembukaan Muktamar IX Rifa’iyah di Gedung Sasana Adipura Kencana Wonosobo, Selasa (25/9/2018).
Menurut Ganjar, lirik hymne Rifa'iyah di atas unik dan menarik. Berkisah tentang perjuangan KH Ahmad Rifai melawan penjajah dan mengajarkan agama Islam kepada masyarakat. Seorang tokoh agama dan pejuang Indonesia yang lahir di Desa Tempuran, Kabupaten Semarang pada 9 Muharam 1200 H atau 1786 Masehi.
"Kiai Rifai menolak negerinya dijajah bangsa asing dan melawan dengan berbagai cara, kemudian mengajarkan agama untuk membela negara. Beliau layak menjadi pahlawan nasional," kata gubernur.
Dijelaskan, jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, lirik lagu dalam bahasa Jawa krama itu, mempunyai arti bahwa sang guru telah dibuang ke Ambon karena fitnah. Akibat dari fitnah itulah yang sangat mengerikan, sehingga dikatakan fitnah lebih kejam dari pembunuhan.
Kemudian di bait berikutnya diceritakan bagaimana upaya membela dari fitnah, yaitu rakyat bersatu karena dengan bersatunya rakyat di berbagai penjuru meski berbeda agama, ras, suku, dan budaya, maka penjajah akan sulit memecah belah rakyat, termasuk memecah dengan fitnah.
Dicontohkan, apabila orang ditembak dengan pistol akan mati seketika, demikian pula jika memenggal kepala orang dengan pedang tajam maka akan meninggal secara cepat. Sedangkan fitnah ibarat membunuh orang secara pelan-pelan atau dengan disiksa terlebih dahulu.
Gubernur berharap, dalam muktamar yang berlangsung selama dua hari tersebut, menghasilkan sejumlah rekomendasi. Diantaranya menyangkut upaya menyikapi kemajuan teknologi informasi di era globalisasi, peran serta Jemaah Rifa'iyah dalam menjaga NKRI, pengamalan Pancasila, serta menjaga kebhinekaan sehingga Indonesia semakin jaya.
“Apa yang akan dihasilkan dari muktamar ini, selain itu apa yang bisa diberikan untuk masa depan Indonesia setelah muktamar. Rifaiyah diharapkan bisa membantu kita menyikapi era seperti ini, fitnah dan caci maki marak di tengah kemajuan teknologi informasi seperti sekarang," bebernya.
Menurutnya, apabila suasana di dalam gedung panas karena keberadaan mesin pendingin tidak berfungsi optimal itu masih bisa ditambahi kipas angin supaya sejuk. Tetapi kalau panasnya hati karena berbeda dalam mendukung calon presiden dan wakil presiden, maka ini bibit-bibit celaka.
"Karena kompornya dikeluarkan kemudian dibombardir, maka suasana akan memanas oleh orang-orang yang tidak bahagia, selalu nyinyir, membully, dan lainnya," kata gubernur di depan ribuan Jemaah Rifaiyah dari berbagai daerah di Indonesia.
Senada disampaikan Plt Sekjen Kementerian Agama Prof Dr Phil HM Nur Kholis Setiawan MA, banyak sifaf yang bisa diteladani dari KH Ahmad Rifai. Baik menyangkut perlawanannya melawan penjajah tanpa kekerasan maupun perihal pemikiran-pemikirannya. Pejuang Indonesia yang meninggal di pengasingan di Tanah Tondano, Minahasa, Manado, Sulawesi Utara dalam usia 86 tahun.
"Sosok beliau sangat menginspirasi tidak hanya nasionalis tetapi ilmu-ilmu agama dimiliki menjadi pencerah bagi umatnya, penuh tawadhu atau rendah hati dan tidak sombong," terangnya.
KH Ahmad Rifai adalah sosok yang tidak lupa diri dalam situasi apapun. Selalu tenang dan tidak galau termasuk dalam situasi sulit seperti yang digambarkan dalam hymne Rifaiyah. Difitnah dan dikejar-kejar penjajah kemudian diasingkan.
"Mudah-mudahan muktamar ini menjadi wahana yang efektif dalam upaya penguatan wawasan kebangsaan umat Islam dan segenap Jemaah Rifaiyah," harapnya.
KH Ahmad Rifai adalah seorang dai dan pejuang nasional. Rifai adalah satu-satunya orang yang mampu mengemukakan Islam dengan bahasa sederhana tanpa memakai idiom-idiom arab. Sebagai ulama yang konsisten terhadap ajaran agamanya, Ahmad Rifai juga dikenal sangat produktif mengarang kitab.
(Marni/Puji/Humas Jateng)
Baca juga : Asah Kepekaan dan Kepedulian Sosial
WONOSOBO - 'Akhire naseb guru kito di buang dateng Ambon kutha, sebab difitnah ahlu duroko. Wasiat dateng satengah murite supaya ngamal jazemna imane itma' ngamal guru wilangan'.
"Mendengar lirik hymne Rifa'iyah di tengah kondisi negeri saat ini, hampir sejarah ini terulang. Yakni fitnah dan caci maki, memecah belah, bahkan seorang kiai pun diasingkan akibat fitnah," ujar Gubernur Jawa Tengah H Ganjar Pranowo SH MIP saat memberi sambutan pada pembukaan Muktamar IX Rifa’iyah di Gedung Sasana Adipura Kencana Wonosobo, Selasa (25/9/2018).
Menurut Ganjar, lirik hymne Rifa'iyah di atas unik dan menarik. Berkisah tentang perjuangan KH Ahmad Rifai melawan penjajah dan mengajarkan agama Islam kepada masyarakat. Seorang tokoh agama dan pejuang Indonesia yang lahir di Desa Tempuran, Kabupaten Semarang pada 9 Muharam 1200 H atau 1786 Masehi.
"Kiai Rifai menolak negerinya dijajah bangsa asing dan melawan dengan berbagai cara, kemudian mengajarkan agama untuk membela negara. Beliau layak menjadi pahlawan nasional," kata gubernur.
Dijelaskan, jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, lirik lagu dalam bahasa Jawa krama itu, mempunyai arti bahwa sang guru telah dibuang ke Ambon karena fitnah. Akibat dari fitnah itulah yang sangat mengerikan, sehingga dikatakan fitnah lebih kejam dari pembunuhan.
Kemudian di bait berikutnya diceritakan bagaimana upaya membela dari fitnah, yaitu rakyat bersatu karena dengan bersatunya rakyat di berbagai penjuru meski berbeda agama, ras, suku, dan budaya, maka penjajah akan sulit memecah belah rakyat, termasuk memecah dengan fitnah.
Dicontohkan, apabila orang ditembak dengan pistol akan mati seketika, demikian pula jika memenggal kepala orang dengan pedang tajam maka akan meninggal secara cepat. Sedangkan fitnah ibarat membunuh orang secara pelan-pelan atau dengan disiksa terlebih dahulu.
Gubernur berharap, dalam muktamar yang berlangsung selama dua hari tersebut, menghasilkan sejumlah rekomendasi. Diantaranya menyangkut upaya menyikapi kemajuan teknologi informasi di era globalisasi, peran serta Jemaah Rifa'iyah dalam menjaga NKRI, pengamalan Pancasila, serta menjaga kebhinekaan sehingga Indonesia semakin jaya.
“Apa yang akan dihasilkan dari muktamar ini, selain itu apa yang bisa diberikan untuk masa depan Indonesia setelah muktamar. Rifaiyah diharapkan bisa membantu kita menyikapi era seperti ini, fitnah dan caci maki marak di tengah kemajuan teknologi informasi seperti sekarang," bebernya.
Menurutnya, apabila suasana di dalam gedung panas karena keberadaan mesin pendingin tidak berfungsi optimal itu masih bisa ditambahi kipas angin supaya sejuk. Tetapi kalau panasnya hati karena berbeda dalam mendukung calon presiden dan wakil presiden, maka ini bibit-bibit celaka.
"Karena kompornya dikeluarkan kemudian dibombardir, maka suasana akan memanas oleh orang-orang yang tidak bahagia, selalu nyinyir, membully, dan lainnya," kata gubernur di depan ribuan Jemaah Rifaiyah dari berbagai daerah di Indonesia.
Senada disampaikan Plt Sekjen Kementerian Agama Prof Dr Phil HM Nur Kholis Setiawan MA, banyak sifaf yang bisa diteladani dari KH Ahmad Rifai. Baik menyangkut perlawanannya melawan penjajah tanpa kekerasan maupun perihal pemikiran-pemikirannya. Pejuang Indonesia yang meninggal di pengasingan di Tanah Tondano, Minahasa, Manado, Sulawesi Utara dalam usia 86 tahun.
"Sosok beliau sangat menginspirasi tidak hanya nasionalis tetapi ilmu-ilmu agama dimiliki menjadi pencerah bagi umatnya, penuh tawadhu atau rendah hati dan tidak sombong," terangnya.
KH Ahmad Rifai adalah sosok yang tidak lupa diri dalam situasi apapun. Selalu tenang dan tidak galau termasuk dalam situasi sulit seperti yang digambarkan dalam hymne Rifaiyah. Difitnah dan dikejar-kejar penjajah kemudian diasingkan.
"Mudah-mudahan muktamar ini menjadi wahana yang efektif dalam upaya penguatan wawasan kebangsaan umat Islam dan segenap Jemaah Rifaiyah," harapnya.
KH Ahmad Rifai adalah seorang dai dan pejuang nasional. Rifai adalah satu-satunya orang yang mampu mengemukakan Islam dengan bahasa sederhana tanpa memakai idiom-idiom arab. Sebagai ulama yang konsisten terhadap ajaran agamanya, Ahmad Rifai juga dikenal sangat produktif mengarang kitab.
(Marni/Puji/Humas Jateng)
Baca juga : Asah Kepekaan dan Kepedulian Sosial
Berita Terbaru